Rabu, 18 Februari 2009

Berbagi Suami

Wacana Poligami kembali menyeruak, mungkin tidak begitu menghebohkan jika suami saya atau suami anda yang melakukannya. Begitu pula tidak menghebohkan juga jika tetangga kita ketahuan berselingkuh atau beradegan mesum dan beredar videonya sebagai blue film yang dijual dipinggiran jalan.

Yang menjadi masalah, seorang ustadz –yang sebenarnya biasa saja- melakukan poligami dan seorang pejabat anggota dewan yang terbuka kedok perselingkuhannya. Sungguh, dua berita yang menyita perhatian publik diawal bulan ini. Kemudian jika sebuah pertanyaan saya ajukan pada anda kaum perempuan; mana yang Anda pilih : suami Anda menikah lagi dengan pengakuan yang jujur dan terbuka, atau Anda diselingkuhi? Atau.. jika Anda kaum lelaki, Anda menikah lagi atau berselingkuh?Jawabannya pasti amit-amit jangan sampai.

Susah memang, tapi sepertinya realita adanya kecenderungan untuk mendua istri, berbagi suami atau apalah istilahnya, patut mulai dipikirkan dan ditanggapi dengan lebih arif, terbuka dan dibuka ruang-ruang diskusi yang objektif. Tentu saja dengan tidak hanya mengedepankan perasaan, emosi dan cacian-cacian yang kadang mengaburkan persoalan.

Poligami atau ٍSelingkuh?
Saat saya duduk dibangku kuliah, salah seorang dosen Hukum Gender pernah mebuka ruang diskusi tentang poligami, saat itu sedang marak poligami award.Dengan ‘berbekal’ buletin dari sebuah LSM Perempuan, beliau mengajukan pertanyaan pada kami tentang setuju dan tidak setuju mendua istri.Hm… seperti kebiasaan LSM Perempuan, sebagian ‘aktivis perempuan’, selalu saja ‘tanggung’ dalam memahami ayat tentang poligami. Alhasil, yang terjadi justru wacana-wacana yang berkutat pada perasaan, merasa diremehkan, dan sejenisnya sehingga mengaburkan substansi.
Sampailah dosen saya bertanya, “bagaimana perasaan anak-anak dari hasil poligami?Atau anak-anak yang orang tuanya berpoligami?” Saya hanya menjawab singkat : Mana yang lebih menimbulkan dampak psikologis anak dengan orang tua berpoligami –dengan pemahaman yang benar tentunya- dengan anak-anak dari keluarga yang orangtuanya berselingkuh? Dan dosen sayapun diam.
Begitulah, poligami terlanjur dipandang sebagai sebuah keputusan yang berarti akhir dari harmonisnya sebuah hubungan suami istri. Tidak dapat disalahkan juga sebab masyarakat terlanjur salah memahami poligami dari sebuah proses yyang tidak atau kurang pas. Poligami terlanjur dianggap sebagai pelarian dari rumah tangga yang tidak bahagialah,tergoda perempuan yang lebih aduhai, dan –yang lebih parah-poligami diam-diam menjadi sebuah momok yang lebih menakutkan daripada perceraian, bahkan perselingkuhan.
Lihat saja, berita-berita perceraian, gonta-ganti pasangan, bahkan perselingkuhan di infotaintment, misalnya ,menjadi hal yang tidak terlalu menghebohkan dibanding jika seseorang memutuskan berpoligami.Mungkin karena poligami menimbulkan konsekuensi ‘berbagi’ hak dan berbagi cinta yang katanya sangat sulit dijalani oleh kaum perempuan. Jargon “wanita mana yang rela dimadu” seolah-olah menjadi kata kunci yang demikian melankolis untuk mencecar pelaku poligami dan wanita kedua.Padahal,banyak sekali keluraga monogami yang justru menyimpan bara dalam sekam sebab terlilit perselingkuhan yang berujung perceraian, bahkan menjadi skandal.Artinya, tidak fair agaknya ketika poligami digebyah uyah (disamaratakan) tanpa melihat prosesnya.

Masdar F.Mashudi mengatakan bahwa naluri seorang laki-laki untuk beristri lebih dari satu adalah alamiah, yang menjadi masalah adalah, tidak semua laki-laki ‘siap’ menjadi suami dari banyak istri. Sedangkan kaum perempuan sebenarnya lebih siap menjadi istri siapapun dan keberapapun. Hanya saja, perlu kita renungkan, jika semua perempuan hanya ‘mau dan siap’menjadi istri pertama, bukankah peluang berselingkuh, kawin cerai, nikah dibawah tangan justru marak? Semua beralasan tidak mau ‘dimadu’ atau tidak mau menjadi istri kedua, ketiga dan keempat?Dan jika alasannya anak, apakah anak-anak dari semua hubungan-hubungan tersebut tidak lebih menderita? Jadi semestinya kitapun membuat paradigma baru bahwa tidak semua wanita yang menjadi istri kedua, ketiga dan keempat adalah “perusak rumah tangga orang lain” bukan? Jika memang para pelaku poligami merasa ‘nyaman’ dengan pilihannya, bukankah itu cukup?

Berprestasilah Dulu di Keluarga Pertama:Catatan kecil untuk para Suami
Saat banyak tokoh-tokoh berpoligami,sebenarnya bukan ketakutan yang berlebihan yang harus muncul.Poligami sebagai sebuah pilihan berkeluarga, tak selamanya buruk. Saatnya merubah paradiigma masyarakat.Jika saelama ini orang beranggapan “ooo pantes si A poligami lhawong istrinya begini, begitu”, atau jika orang berkomentar “kurang apa tho mbak Itu, kok ya suaminya nikah lagi?” maka saatnya mungkin kita berbaik sangka dengan mengatakan “Ooo… ya pantes tho..poligami wong dia itu sudah sukses, istrinya solihah, anak-anaknya kopen (terawat),pinter-pinter, keluarganya harmonis,…wajar jika dia ingin menambah keluarga sukses lebh banyak lagi he..he..” Indah bukan? Sungguh sangat berbeda dengan berselingkuh tho? Atau dengan poligami yang dilakukan sebagai pelarian karena rumahtangga pertama begitu mencekam.

Inilah yang sepertinya paling pantas direnungi para suami dan mungkin bisa dijadikan ‘syarat’ bagi para istri. Tanggung jawab poligami sangat berat bagi para suami. Jika Anda –para suami- belum dapat berprestasi dikeluarga pertama Anda, belum dapat menjadi pemimpin keluarga yang memahami nilai-nilai moral dan agama,belum dapat menjadi panutan, belum dapat memenuhi hak dan kewajiban Anda sebagai suami dan ayah, belum dapat mensejahterakan (dalam arti yang pantas), meskipun Anda tidak -perlu menjadi milyader, rasanya Anda-para suami- harus berpikir ulang untuk berbagi cinta dan mendua keluarga. Sebab itu hanya akan menambah beban diri dan orang-orang tercinta disekitar Anda. Apalagi jika 'berbagi' cinta tersebut ditempuh dengan cara Selingkuh.Ibarat sebuah perusahaan, tentulah akan membuka cabang baru jika telah terbukti sukses di perusahaan pertama bukan?
Maka membesar-besarkan maslah poligami sebagai sesuatu yang seolah-olah tabu dilakukan namun membuka peluang perselingkuhan dan menganggap selingkuh sebagai sesuatu yang 'biasa' tentu bukanlah sesuatu yang bijak dan adil. Bukan begitu?
Wallahua'lam.

Selasa, 17 Februari 2009

Sekilas tentang Benih Cendekia (Promosi ..?)


VISI

Membudayakan gemar belajar (membaca, menulis, berapresiasi) yang aktif, kreatif dan bermoral dikalangan anak-anak dan remaja

MISI
  1. menjadi fasilitator bagi anak-anak dan remaja untuk menggali kreatifitas dan membudayakan membaca sebagai kebutuhan
  2. menjadi fasilitator pendidikan alternatif yang menekankan pada pendidikan moral dan sikap mental positif di kalangan anak-anak dan remaja.

PROGRAM

Dalam aktifitasnya, sanggar Baca dan Kreatifitas Anak dan Remaja “Benih Cendekia” mempunyai agenda belajar sebagai berikut

A. Program Inti (untuk anak dan remaja)

1. Sanggar Baca

Merupakan program yang memberi keluasan pada anak-anak dan remaja untuk datang dan membaca apa saja yang mereka minati di perpustakaan mini yang sedang dirintis.

2. Sanggar Ekspresi Visual

Merupakan program untuk melatih daya imajinasi, melatih kepekaan dan kejujuran ekspresi anak-anak dan remaja terhadap apa yang mereka rasakan terhadap lingkungannya, keluarga, dirinya sendiri dengan menuangkannya dalam : karangan bebas, puisi, menggambar, mewarnai.

3. Sanggar Cerita Dan Diskusi

Merupakan salah satu upaya untuk menanamkan nilai-nilai aqidah dan akhlak dikalangan anak-anak dan remaja melalui media cerita dan diskusi dengan teman sebaya (peer group). Output yang diharapkan adalah anak-anak dan remaja menjadi terbiasa untuk mengemukakan pendapat, menghargai pendapat orang lain dan mengetahui alasan dari setiap perilaku yang diambil. Program ini Insya Allah dilakukan setiap hari Ahad pukul 16.30-17.30

4 Free Day

Merupakan program “hari bebas” untuk anak-anak yang Insya Allah akan dibimbing oleh para volunteer. Mereka dapat memilih untuk membaca dan bermain apa saja, menulis, menggambar, berpuisi, dsb. Program ini kami laksanakan pada hari Ahad pukul 08.00-16.00. Dengan program ini kami juga mengusahakan untuk menjalin silaturahmi dengan orang tua

5. Ngobrol Santai Remaja

Merupakan program dwi mingguan yang membahas masalah-masalah seputar remaja. Insya Allah akan dilaksanakan berselang-seling antara remaja putra dan putri ataupun bersamaan. Dilaksanakan secara mandiri (oleh sanggar) maupun bekerja sama dengan sekolah-sekolah. Tema yang dibahas menyesuaikan kebutuhan para remaja.

6. Ajang Kreativitas Seni

Merupakan ajang bulanan (kondisional) yang memamerkan karya anak-anak dan remaja dan juga unjuk kreatifitas di depan teman-teman, para volunteer, dan orang tua sebagai pengakraban dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi dan melatih percaya diri.

7. Program Penulis Pemula

Program ini kami fokuskan pada remaja (usia 15-20 tahun) yang berminat untuk mendalami dunia jurnalistik. Program ini Insya Allah akan bekerjasama dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Solo.

8. Kreatifitas daur ulang

Program ini ditujukan untuk mengasah ketrampilan dan menggali krfeatifitas anggota dengan memanfaatkan barang-barang bekas disekitarnya. Program ini dalam jangka panjang bertujuan untuk dapat memberikan kontri busi riil dalam kemandirian ekonomi sanggar dan anggotanya terutama untuk para remaja putus sekolah.

B. Program Penunjang

Merupakan program yang ditujukan pada para orang tua atau wali. Program ini dilakukan sebagai tambajan wacana dan bekal bagi para orang tua dalam mengasuh dan membimbing putra-putrinya di rumah, sebab pendidikan utama selalu DIMULAI DARI RUMAH.

Insya Allah setiap satu bulan sekali kami akan mengundang para orang tua anak-anak dan remaja yang menjadi pengunjung sanggar baca untuk berkumpul dan berbagi pengalaman mengasuh anak-anak mereka. Dengan program ini diharapkan data menjadi sarana untuk saling menerima diantara para orang tua.

METODE

Metode belajar aktif dan partisipatoris dengan menekankan pada pendidikan moral, penguatan aqidah dan kesadaran perilaku, merupakan pilihan metode yang kami gunakan untk mengelola sanggar baca dan kreatifitas anak dan remaja “Benih Cendekia”

SARANA-SARANA PENUNJANG

Perpustakaan Mini Non Komersial

Merupakansarana yang sangat vital bagi terlaksananya seluruh program yang kami tawarkan. Perpustakaan mini ini kami rintis sebagai perpustakaan non komersil, artinya tidak memungut biaya untuk mendapatkan laba secara financial.

Media Belajar

Merupakan sarana pendukung bagi setiap kegiatan-kegiatan yang membutuhkan partisipasi aktif para peserta untuk dapat berekspresi dan belajar secara aktif. Misalnya kertas/buku gambar, kertas lipat, pensil warna, spidol, buku tulis, metaplan, berbagai gambar dan permainan yang mendidik dan kreatif, dsb.

Tempat

Secara ideal, semestinya sanggar dibuat dengan desain tempat yang lebih luas dan benar-benar dapat menunjang keleluasaan anak-anak di sanggar kami dengan nuansa yang nyaman. Namun dengan keterbatasan tempat dan dana yang kami miliki, hal itu belum dapat diwujudkan

VOLUNTEER

Dalam mengelola sanggar, kami sangat mengharapkan partisipasi dan dukungan dari teman-teman mahasiswa, para laki-laki dan perempuan yang peduli terhadap permasalahan moral, pendidikan dan dunia anak/remaja dari berbagai disiplin ilmu.

Kami akan menerima dengan senang hati kerjasama dan keinginan siapapun untuk dapat bergabung menjadi volunteer di sanggar yang baru saja kami rintis ini. Adapun volunteer yang kami butuhkan adalah teman-teman yang berminat atau concern dalam bidang :
  • Pendidikan
  • Traning remaja
  • Psikologi
  • Kesehatan
  • Seni dan Sastra
  • Kerajinan tangan
DONASI

Mengingat sanggar ini benar-benar merupakan usaha non profit yang lahir dari sebuah keprihatinan untuk melakukan sebuah upaya perbaikan moral, mental dan mendidik kreatifitas anak dan remaja, maka kami berupaya untuk mengusahakan pembiayaan operasional dari diri kami masing-masing, seoptimal yang kami bisa.

Untuk itu, kami mengetuk nurani semua pihak yang berminat dan bersungguh-sungguh untuk mendukung kami dalam mengusahakan sarana dan prasarana yang mendukung usaha sanggar ini dalam mewujudkan cita-cita. Bentuk partisipasi/dukungan dapat berupa :

1. buku-buku pelajaran SD-SMA
2. buku cerita anak (pra TK) bekas-baru
3. majalah remaja Islam (Annida, Permata, Elfata,dsb)
4. novel Islami atau cerita-cerita yang mendidik (bekas/baru)
5. buletin remaja, bundel majalah
6. buku pengetahuan umum tentang pendidikan
7. alat-alat tulis
8. Alat-alat ketrampilan

Donasi finansial dapat disalurkan melalui rekening :

a.n Robiah Al-Adawiyah, BNI CABANG PASAR KLEWER No. Rekening : 280 2248-9

Dukungan juga dapat berupa kerjasama keilmuan, pelatihan dan sebagainya yang tidak mengikat selama sejalan dengan tujuan sanggar ini.

PENGELOLA

Ketua : Robi’ah al Adawiyah, SH
Sekretaris : Sofia Ningsih R.P.,S.IP
Bendahara : Wiwin Lestari, ST
Divisi Pengembangan : Andina Widiastuti, S.Ked
Lena Prihantari, S.Pd
Riana Kusumasari, A.md

Senin, 16 Februari 2009

Surat Terbuka Kepada Perempuan Indonesia

Erotisme, jangan anggap remeh…..
Sebenarnya ini bukan saja masalah Inul dan goyangannya. Banyak hal di
masyarakat kita yang luput dari perhatian kita. Masyarakat semakin
tidak peka terhadap apa-apa yang mungkin sebenarnya mereka akui
kebenarannya.
Inul dan siapapun yang saat ini semakin getol mengusung goyangan-
goyangan erotis hanyalah korban sekaligus ladang yang menguntungkan
banyak pihak. "Kasihan" Inul.Sebab ia hanyalah fenomena pemicu dari
semua hal menjijikkan-maaf- dan erotis yang selama ini ditolerir atas
nama seni.
Saya hanya ingin mengajak semua pihak berpikir ke belakang. Masih
ingat saat Inul pertama kali "ngebor" ? Banyak pihak yang
merasa "risih" baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Saat itu
banyak komentar, Inul nggak punya modal suaralah, Inul secara etika
panggung membelakangi penontonlah, goyangan Inul tidak harmonislah,
Bla!Bla! bla! Bahkan si Annisa Bahar yang `pemberani" itu juga ikut-
ikutan berceloteh sinis tentang Inul. Sekarang ketika "lahan"nya
terusik oleh ancaman kebenaran moral ? Begitulah….
Tapi.. dasar mentalitas masyarakat kita dan banyak pihak
yang `kreatif' memanfaatkan peluang, justru lambat laun hal-hal
seperti itu difasilitasi, di blow-up. Dan sekarang? Ketika Inul
telah "menebar" berkah goyang ngebornya, semua pihak, media massa,
hiburan, menjadikannya ratu. Maaf saya tidak sedang berbicara tentang
persainganlah, terserah para pihak yang "berseteru" kalau soal itu.
Muncullah goyangan-goyangan tandingan dan semua hal yang dahulu masih
malu-malu sekarang menjadi tontonan publik yang menggiurkan.
Masyarakat kita digiring untuk menjadikan seks dan erotisme bertajuk
seni sebagai kebutuhan.
Ini bukan masalah baru. Dahulu, saat Sophia Latjuba berpose syuur
juga begitu. Sampai-sampai Rendra mengatakan. Pose-pose syur bukanlah
seni tapi "air seni"! maaf. Sebab, kadang kita sudah terlalu bebal
dengan berbagai himbauan moral kecuali harus dengan bahasa yang
tajam. Bukankah ini juga "kebebasan ekspresi"????
Semua media hiburan ,infotainment berbondong-bondong berusaha
mengulik simpati dari perjalan karier Inul yang diluar panggung
sangat rendah diri, polos, dsb. Sekali lagi, kasian Inul. Ia hanyalah
bagian dari lingkaran kepentingan perut yang menunya (baca:
kebutuhannya) berbeda-beda..Semua orang yang kehilangan rasa malu
dapat melakukan apapun , dan semua itu kembali pada orientasi
perilaku. Dan sebelum Inul, banyak…. Apalagi sesudahnya nanti
Namun, ingat! Ada yang lebih harus kita perhatikan. Saya prihatin
dengan perilaku-perilaku `menjijikkan" yang semakin "berkibar"
ditelevis-televisi. Bukan saja masalah goyangan-goyangan tapi juga
film-film impor, iklan-iklan yang tidak mendidik (bahkan iklan
pembesar payudara pun dapat dilihat jelas oleh ank-anak) , film-film
remaja picisan yang bukannya mendidik tapi malah banyak mengajarkan
perilaku-perilaku amoral yang "dimaklumi" sebagai gaya anak muda
gaul.
Makanya, sebenarnya pihak-pihak yang mendukung dan malu-malu
mendukung hal-hal erotis (ingat dari standar moral, kesopanan,
bukan "seni") yang sebenarnya sudah jelas ukurannya itu sebaiknya
mulai mengaca diri. Lagi-lagi dalam kasus Inul, misalnya, bukankah
sebenarnya semua ini tak lepas dari lingkaran kepentingan yang telah
diraup banyak pihak dari seseorang yang kebetulan menjadi ikon dan
simbol dari ekspresi bebas masyarakat kita, yang sekaligus menuai
kritik? Bukankah dukungan-dukungan itu juga dapat berarti agar hal-
hal yang melebihi Inul, atau perilaku-perilaku erotis lain baik yang
tersembunyi, telah ada, dan akan ada tidak terberangus ? Sebab bila
begitu, berapa banyak kerugiannya?mari kita berpikir.



Media massa
Mari jeli melihat, menimbang, bukankah media kita akhir-akhir ini
sering men-delegitimate-kan moral ? Mari kita analisis secara
objektif
Contoh, kenapa Arswendo, Gus Dur, Guruh, Para "insan" seni yang
terang-terang mengatakan , pencekalan Inul melanggar HAM-lah, itu
ekspresi senilah, saat ini begitu "legitimate"? sementara yang kontra
terhadap goyangan Inul yang boleh jadi merupakan "silent majority"
tidak kemudain menjadi legitimate juga ? Ukuran moral tidak menjadi
sesuatu yang menjadi ruh dalam pembahasan media dan semua
infotainment.
Kebanyakan media mengusung Isu Inul secara kurang pas. Padahal, apa
yang diramu media telah kadung dianggap kebenaran oleh massa. Jadi
bagaimana? Mana nilai-nilai moral yang seharusnya diusung media
sebagai salah satu sarana perbaikan masyarakat ?

Kepada Insan "Seni","Dunia Hiburan", Selebritis…….
Dari awal, surat terbuka ini tidak hendak bicara tentang satu masalah
saja. Sebab, bila kita memakai ukuran kebenaran yang nyata, standar
ketimuran, dan moraliatas yang diusung semua agama dan keyakinan,
kita akan melihat betapa hal-hal yang dikonsumsi masyarakat lewat
kotak ajaib (televisi) , majalah-majalah porno, VCD dan sebagainya
telah masuk dalam suatu kondisi yang memprihatinkan.
Wahai para pekerja `seni, selebritis, dan semua yang terlibat dalam
dunia hiburan. Apakah kalian hanya terdinding antara tampilan kalian
di televisi dengan dimasyarakat ? Saya sangat paham bahwa itu adalah
pencaharian kalian. Dari sana kalian hidup, tapi, tidak dapatkah
kalian mengusung sesuatu yang lebih bermutu ? Apa yang kalian
tontonkan di televisi telah terlanjur menjadi tuntunan bagi
masyarakat. Mungkin kalian akan berkomentar, itu kan penilaian
masyarakat. Itu kan hak mereka. dsb
Ingatlah bahwa masyarakat memang tidak bisa lepas dari kekaguman
mereka akan kalian para publik figur, artis dan semacamnya. Maka,
tampillah yang mendidik, jangan seronok. Lihatlah seorang Siti
Nurhaliza, dia tetap menjadi seorang yang dihargai karena kualitas
pribadinya. Apakah dia jatuh hanya karena tidak mau
berpenampilan "terbuka"? Apakah dia tidak populer hanya karena dia
bertahan untuk tidak "berciuman" pipi dengan laki-laki,misalnya ?
Tidak bukan ? Mengapa ? karena dia bangga dengan budayanya, dia
bangga dengan apa yang dia yakini sebagai kebenaran. Tentu saja,
kebenaran yang bukan bernilai "relatif". Dan tentu saja saya hanyalah
sura kecil yang mungkin singgah di indra dengar kalian, berkelebat
dan hilang.
Bukankah kita dapat membuat hiburan yang lebih menentramkan? Bukan
film-film yangmengajarkan para muda bergaul tanpa batas dengan
alasan "funky". Bukan hal-hal yang memicu masyarakat kita untuk
mudah "bermimpi" dan melenakan mereka dari realita. Ini bukan basa-
basi ini riil.
Kami, masyarakat awam adalah objek dari perilaku kalian, objek dari
mata pencaharian kalian. Tabloid-tabloid yang anda hasilkan, VCD-VCD
porno yang kalian produksi, film-film dan tayangan-tayangan komersil
yang kalian suguhkan adalah sesuatu yang langsung dipraktekkan oleh
masyarakat dan itu riil! Entahlah mungkin akan banyak jawaban dan
pembelaan yang dapat Anda sampaikan. Tapi ingat, anda bukan hidup
dalam dunia "sinetron" anda tidak hidup di sekotak televisi dan
lokasi syuting atau pemotretan. Mungkin kalian dapat masa bodoh
setelah melakukan pekerjaan kalian, tapi masyarakat sejak itu telah
mencoba meniru-niru dan "bermimpi". Ya, mungkin saya terkesan sangat
menganggap bodoh masyarakat. Tapi itulah kenyataannya. .Masyarakat
kita adalah masyarakat yang mudah sekali meniru segala macam hal baru
dan trend. Tidakkah kalian pernah berpikir dan merenung tentang itu ?

Kepada para Perempuan dan "TOKOH Pejuang, Pemerhati Perempuan"
Saya sedang berpikir apa masih ada perempuan di negeri ini. Saya tak
habis pikir mengapa para tokoh perempuan di negeri ini "bisu"
terhadap persoalan moralitas.
Yang lebih menyedihkan ,banyak ibu-ibu rumah tangga dan tokoh
perempuan semacam Ratna Sarumpaet, dan banyak tokoh (atau yang
dinobatkan media sebagai tokoh perempuan) justru selalu berputar-
putar masalah seni,kebebasan perempuan, dan semua yang mereka koarkan
diseminar-seminar and talk show-talk show.
Wahai para perempuan, dan para "pejuang hak perempuan".Yang selalu
memperjuangkan hak anak, hak perempuan yang diperkosa, perempuan yang
dilecehkan,di seminar-seminar, di TV-TV, apa benar kalian menghayati
apa yang kalian perjuangkan? Sementara untuk hal-hal yang menjadi
pemicu dari semua itu kalian abaikan! Jangan hanya bergabung dengan
organisasi-organisasi perempuan mentereng .Jangan bangga menjadi
pembicara-pembicara dan talk show-talk show jika kalian tidak pernah
berempati terhadap merosotnya moralitas perempuan.
Jangan-jangan kalian para tokoh perempuan dan para publik figur
perempuan hanyalah perempuan-perempuan yang berorientasi pada
kebebasan yang tak jelas, dengan dalih perjuangan perempuan.Perempuan
yang mana ? Sementara untuk hal-hal yang jelas-jelas melecehkan
perempuan kalian bisu. Kalian selalu membahas akibat bukan mencari
sebab!

Wahai Para perempuan! Dan Tokoh perempuan!
Lihat ! Apakah kalian tidak pernah merasa risih melihat di TV-TV dan
mungkin anak-anak gadis kalian berpakaian hampir telanjang ? Kita,
anda dan saya adalah perempuan, tidakkah kita risih melihat tubuh
saudara-saudara kita yang sama dengan kita dieksploitasi dalam bahasa-
bahasa iklan, acara-acara yang dengan nyata diiklankan dengan kata-
kata "untuk pria dewasa" yang berisi tampilan-tampilan para model?
Pekalah, sensitiflah! Bayangkan tubuh kita yang sama dengan mereka
berlenggak-lenggok seronok dan dinikmati oleh suami orang lain,
tetangga, anak-anak lelaki dan semua orang.Tidakkah kalian merasa
risih ?
Kita yang selalu berkoar tentang pelecehan seksual dsb, bagaiman jika
tiba-tiba kita ,atau saudara perempuan kita, anak gadis kita menjadi
korbannya? Korban dari laki-laki yang terpancing nafsu hinanya ? Atau
bagaimana bila anak-anak lelaki kita, saudara lelaki kita, suami
kita, merusak masa depan perempuan,anak-anak gadis lain karena kita
tidak peka terhadap tontonan-tontonan amoral dirumah kita ? Tidakkah
kita lebih banyak bicara tentang hak perempuan supaya kita
ternobatkan menjadi tokohnya? Sementara kita tidak pernah peduli
dengan upaya-upaya untuk menjaga harga diri kaum kita sendiri.
Bukankah itu egois ? omong kosong ?
Tontonan-tontonan dan semua yang merusak di dunia hiburan kita yang
bersifat seks-oriented, materialis, konsumtif itu yang akan
mempengaruhi anak-anak kita kelak. Bagaimana mungkin bangsa ini
bermoral jika para perempuan dan para ibu telah lebih senang
menikmati sajian-sajian TV, VCD, dan media-media yang memancing
mereka berpolah tingkah seperti ABG ? Bagaimana mungkin ibu-ibu yang
seperti itu dapat memberi teladan moral bagi anak-anaknya ? Sementara
setelah anak-anak mereka "rusak" mereka uring-uringan ? Tolong,
jangan jawab saya dengan : "ah.. itu sih tergantung orangnya" .
Tidak. Itu tergantung kita semua!
Sudah saatnya ada perempuan-perempuan dan laki-laki yang menyerukan
tentang perbaikan moral bangsa ini. Mengingatkan setiap jiwa bahwa
bangsa ini tengah menjadi "sasaran empuk" pembodohan modern,
imperialisme modern, perang pemikiran yang menelusup halus dalam
bentuk hiburan dan propaganda-propaganda tontonan yang melenakan.
Terlalu berlebihan ? Mungkin akan dirasa berlebihan sebab kita dan
masyarakat kita telah terbiasa mengabaikan hal-hal fundamental
seperti moral, ideologi dan semacamnya.
Demikianlah surat terbuka ini saya tulis dan saya kirimkan ke
berbagai media sebagai sebuah usaha minimal yang dapat saya
lakukan.Saya telah siap untuk menerima segala konsekwensi yang timbul
dari surat terbuka ini. Sebab, saya hanyalah seorang perempuan muda
yang mencoba mengkomunikasikan kegelisahan saya.
Mungkin saya tidak bisa sehebat kalian para publik figur dan para
selebritis yang selalu bisa dan terbiasa mengatakan apapun
dan "mengekspresikan diri" kalian di telvisi-televisi. Namun, saya
hanyalah satu diantara –mungkin- sekian banyak perempuan muda yang
gelisah terhadap masa depan moral anak-anak kami kelak. Saya hanyalah
seorang perempuan yang sedang mencoba merenungi akar dari semua hal
yang menjadikan kaum saya (perempuan) semakin menyedihkan.
Saya hanyalah seorang perempuan yang meyakini bahwa kebenaran yang
bersumber pada moralitas dan kesopanan adalah kebenaran mutlak yang
bersumber pada Sang Pemilik kebenaran sejati. Ukuran moralitas,
kesopanan adalah absolut dan diyakini oleh agama serta keyakinan
manapun. Keyakinan itulah yang akan melahirkan keberanian, keteguhan
dan juga totalitas peran kita sebagai perempuan.
Sedangkan seni, kesetaraan, kebebasan yang tidak jelas, HAM, dan hal-
hal materi dan fisik yang digunakan banyak pihak akhir-akhir ini
sebagai standarisasi perilaku dan permakluman terhadap hal-hal yang
kurang pas adalah hasil analisis, buatan dan pembelaan manusia atas
kepentingannya. Dan, tentu saja hal-hal tersebut bersifat sangat
relatif bukan? Maka, dapatkah yang reltif "mengalahkan" yang absolut?
Akhirnya,
Jika diantara pembaca surat terbuka ini tersentuh, tergugah untuk
menjadi lebih baik. Sungguh, itu hanya karena kekuasaan Sang Pemilik
dan Penguasa hati. Bukan karena materi dari surat ini sendiri. Dialah
pemberi hidayah dan cinta. Namun jika surat ini membuat banyak pihak
tersakiti, menimbulkan kebencian dan prasangka… Sungguh, mungkin itu
adalah bagian dari kelemahan saya dalam menyampaikan sesuatu. Atau
mungkin karena ada ketidaktulusan dari hati saya yang meskipun tidak
saya lahirkan tapi Dzat Yang Jiwa saya ada di Genggaman-Nya
mengetahuinya.. Dan bila memang demikian saya mohon maaf pada Anda
semua dan mohon ampun pada-Nya. Wallahu a'lam bishawwab

Dicari : Feminis Moral

Sebenarnya, saya enggan memakai kata "feminis". Tapi bagaimana lagi, kata itu kadung menjadi sebutan bagi perempuan yang "gelisah" terhadap hak perempuan dan memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masalah-masalah kaum perempuan.
Perbincangan mengenai masalah perempuan yang terus bergulir hingga kini, tidak pernah lepas dari semua aspek kehidupan. Semua hal selalu nampak "bias gender" ketika kita telah menyentuh ranah pembelaan hak terhadap perempuan. Memang, kita tidak memungkiri bahwa masih banyak para perempuan yang terlilit oleh ketidakpekaan lingkungan sosial mereka (termasuk didalamnya perempuan yang lain dan laki-laki) terhadap keharmonisan dan kesadaran akan tanggungjawab bersama untuk menciptakan kehidupan yang lebih humanis.
Moralitas perempuan: Bilakah engkau diperjuangkan?
Terlepas permakluman dan pemahaman, sepakat-tidak sepakatnya penulis terhadap isu-isu kesetaraan yang diangkat kepermukaan oleh para pemerhati perempuan, sepertinya perlu ada banyak hal yang harus terungkap dibalik sisi lain kehidupan perempuan di masyarakat kita (Indonesia) saat ini.
Sebuah paradigma yang mengajak perempuan dan para pejuangnya (baca:feminis) mencari akar dari segala permasalahan perempuan yang sering terabaikan di tengah deru perjuangan kesetaraan dan keadilan gender.
Perjuangan hak-hak perempuan selalu bermula pada akibat dari sebuah perbuatan yang memojokkan perempuan sebagai posisi korban (perempuan dilecehkan, dirampas haknya dan sebagainya).
Namun ada yang mengganjal pemikiran penulis akhir-akhir ini, bahwa perjuangan para pemerhati perempuan justru cenderung menjadikan kelemahan atau anggapan ketidakberdayaan terhadap perempuan semakin menganga dan tereksploitir. Akibatnya, justru paradigma perjuangan perempuan tidak berkembang dan cenderung kasuistis, akibat lain dari hal tersebut adalah kebekuan perjuangan perempuan seperti yang kita lihat hanya bersifat temporal, monumental dan berorientasi pada hal-hal yang nampak secara fisik dan materi. Dengan standar kebebasan dan keberhasilan kebebasan yang materialis pula.
Ada yang dilupakan dari para pejuang hak-hak perempuan. Yaitu, makna kesejatian dari perempuan itu sendiri. Makna kepantasan, ketinggian moral dan budaya. Mengapa hal tersebut terjadi? Jawabannya jelas: karena mereka hanya menuntut hak dan menjadikan pemikiran-pemikiran bebas sebebas-bebasnya sebagai acuan berpikir. Alhasil, ada ketimpangan budaya dari hingar bingarnya perjuangan perempuan.
Ada kegelisahan tersembunyi yang tidak pernah terungkap dalam diskusi-diskusi tentang kesetaraan gender. Ada kelemahan yang tidak terungkap dan mungkin "enggan" diakui dan terabaikan oleh para pejuang perempuan kebanyakan.
Kegelisahan tersembunyi itulah, persoalan moral dan segala hal yang berkenaan dengannya, termasuk perilaku dan gaya hidup. Degradasi perempuan di masyarakat kita hampir menjadi sesuatu yang tidak layak jual di forum-forum perempuan. Suara-suara keprihatinan akan degradasi moralitas perempuan seolah tercibir oleh kaum perempuan sendiri sehingga banyak diantara mereka menganggapnya sebagai isu komunitas dan tidak trend.
Persoalan pelecehan dan pemerkosaan selalu ditanggapi setelah terjadi, bukan bagaimana mengupayakan semua kebiasaan, polah tingkah, dan tatanan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang lebih beradab, tertata dan penuh kesopanan. Protes-protes atau kritik terhadap hal-hal yang kurang sopan justru dicecar dengan alasan-alasan kebebasan.
Persoalan moral yang terjadi di dalam sebagian besar perempuan di Indonesia telah begitu kronis sehingga melahirkan mentalitas easy going dan permissive terhadap semua hal yang hingar bingar, pergaulan bebas diantara remaja misalnya dan semua alasan modernitas yang disodorkan sebagai alasan pemaaf dan pembenar perilaku yang jauh dari norma adat dan budaya serta agama.
Feminis Moral: dicari!
Jika kita mau lebih jujur mengamati, saat ini banyak perempuan dan LSM perempuan yang mencoba untuk menunjukkan minatnya kepada permasalahan perempuan. Mereka begitu getol memperjuangkan bagaimana seorang perempuan dapat menunjukkan eksistensi mereka di ranah publik. Dan semua telah hampir terpenuhi. Kesetaraan yang mereka perjuangkan atas nama emansipasi sudah tercapai (meskipun bagi sebagian perempuan belum).
Namun, sayang, ketika persoalan moralitas dan segala hal yang memerlukan kejujuran dan kepekaan rasa keperempuanan untuk menilainya disodorkan pada mereka, mereka seolah bisu dan tak terdengar gaungan perjuangan dan kepeduliannya.
Contoh kecil, betapa sulitnya bangsa ini memberikan ketegasan tentang pornografi sementara begitu banyak aktivis perempuan di negeri ini. Tak heran, sebab memang kebanyakan dari mereka mungkin tidak sempat memikirkan hal-hal "sepele" ini dibanding isu-isu publik, pro-kontra poligami, melejitkan karier, quota politik, isu-isu bisnis, talk show-talk show kepribadian dan kecantikan, yang tentunya lebih menggiurkan bagi para funding para perempuan "modern" di negeri ini.
Feminis moral mau tidak mau harus lahir dari negeri "berbudaya" dan "bermoral" bernama Indonesia ini. Negeri yang sebagian perempuannya telah lebih bule daripada para bule. Negeri yang para perempuannya menjadi pangsa pasar terbesar serbuan penjajahan gaya baru melalui trend, mode, gaya hidup dan pola pikir. Negeri yang para perempuan (ibu-ibu dan remaja putri) begitu fasih bicara tentang tempat-tempat shopping dan cafe-cafe ternyaman. Negeri yang para prianya semakin hari semakin buas karena tersuguhi tontonan dan gadis-gadis siap saji. Kasar memang tapi inilah wajah perempuan dan masyarakat kita hari ini. Dimana menegur mereka tidak lagi bisa dengan bahasa-bahasa halus sebab mereka telah kehilangan apa itu rasa malu. Jadi untuk apa basa basi?
Feminis moral itu harus muncul dengan kemunculan yang benar-benar lahir dari sebuah pemahaman dan keprihatinan akan kondisi kaummnya. Bukan "tertokohkan" hanya karena dia sekali dua tampil sebagai pembicara di sebuah seminar lalu tiba-tiba "dinobatkan" sebagai aktivis perempuan.
Dia harus lahir dari sebuah pemahaman yang integral tentang permasalahan perempuan dan semua hal yang melingkupinya. Dia tertokohkan karena melakukan perubahan, bukan untuk mendongkrak popularitasnya. Meskipun sebenarnya untuk menjadi seorang feminis moral dia justru harus siap untuk tidak terkenal dan bahkan harus bekerja keras.
Feminis moral itu hendaknya memiliki kecintaan terhadap budaya positif bangsa ini, meskipun ia bukanlah orang yang gagap terhadap pola pikir progresif. Ialah feminis yang tidak hanya menyuarakan hak namun juga sadar bahwa kewajiban adalah sejoli dari hak itu sendiri.
Feminis moral itu hendaknya konsisten terhadap apa yang diyakininya, sebab yang akan dirubahnya adalah pola pikir, kultur, maka ia semestinya mampu menjadikan dirinya lebih bermoral dari orang lain. Standar berpikir Sang feminis moral ini adalah keteguhan prinsip dan kepekaan yang dalam terhadap kepantasan. Ia harus siap berpredikat "kuno" diantara para aktivis perempuan yang mendapik diri mereka "modern".
Ia dapat bersikap toleran terhadap perbedaan pemahaman namun tidak untuk meluruhkan prinsipnya. Ia berpola pikir progresif namun tertuntun oleh pemahaman religius yang matang.
Entahlah, kapan Sang Feminis Moral itu muncul di negeri ini dan membawa semangat perubahan dan perbaikan moral perempuan dan laki-laki. Semestinya ia lahir atau muncul secepatnya, agar kelak anak-anak di negeri ini masih sempat dilahirkan dan diasuh oleh ibu-ibu yang bermoral ,cerdas dan berbudi-pekerti luhur. Agar kedepan negeri ini masih sempat di sebut negeri yang adiluhung, bersahaja.
Jika mungkin diantara anda ada yang memenuhi kriteria itu atau sedang menempa diri seperti itu, atau jika anda seorang pemerhati perempuan yang tengah gelisah dan bingung menentukan aliran perjuangan anda, mungkin tulisan ini bisa menjadi referensi perenungan yang akan menghantarkan anda menjadi para pejuang moral yang tulus dan mampu meretas ruh (semangat) baru perbaikan moral negeri bernama INDONESIA ini.

Episode Bunga Mawar

Saudariku, meskipun aku tak begitu suka dengan bunga. Tapi aku suka mengamati dan membuat pemaknaan-pemaknaan tentangnya. Sebab, bukankah kita dituntunkan untuk bertafakkur terhadap penciptaan Allah?
Aku sudah menceritakan tentang bunga matahari beberapa waktu yang lalu (jika kalian sempat membaca tulisanku sebelumnya) . Gambaran seseorang taat, seseorang yang berpegang teguh terhadap apa yang dianggapnya benar, apa yang menjadi prinsipnya. (setidaknya menurut pemaknaanku)
Saudariku, pasti kau tahu bunga mawar. Bunga yang sering menjadi lambang dari cinta, romantisme, bunga yang warnanya tegas, jika ia berwarna merah, maka ia akan berwarna merah darah, pekat! Jika ia putih, ia pun berwarna putih yang teguh, suci. Jarang mawar berwarna merah muda, meskipun mungkin ada.
Bunga mawar beraroma harum, kelopak-kelopaknya begitu tertata, banyak, dan melindungi benang sarinya dengan seksama. Mawar juga tidak mudah menggugurkan mahkota-mahkota bunganya, aku membuktikannya, betapa mawar tetap bermahkota dan berkelopak meskipun mungkin bila ia dipetik dengan tangkainya dan ia diletakkan tanpa air, ia mungkin layu, tapi mahkotanya tidak gugur!
Bunga itu masih lagi dilindungi kelopaknya yang tak kalah teguh. Bukan itu saja! Kau tahu, saudariku ? Mawar begitu sulit terjangkau! Ya! Kita harus berhati-hati memetiknya sebab tangkainya yang meskipun kecil namun kokoh itu berduri.
Begitulah. Setiap bagian dari mawar sempat kuamati. Setiap bagian bunganya begitu mantap dan teguh, selain bentuknya yang indah dan baunya yang harum. Mawar begitu mempesona.
Mawar begitu misterius, elegan . Bentuk dan aromanya yang mempesona, semua membuat orang ingin menikmatinya, memetiknya, memilikinya. Tapi, ternyata tidak mudah mendapatkannya. Untuk memetiknya kita harus berhati-hati agar durinya tidak melukai. Tidak sembarangan kita bisa sambil lalu memetiknya, bila kita tidak ingin’diserang’ oleh durinya. Tangkainya juga tidak mudah dipatahkan. Bila kalian pernah mengalami, kita harus menggunakan alat (gunting, pisau) untuk memotongnya. Iya kan ?
Hmmmmmm……….Begitulah. Mawar. Kau tau saudariku, bahwa ada wanita-wanita seperti mawar. Tapi, mungkin tidak banyak. Dan seorang muslimah yang seperti mawar??? Wah tentu lebih sedikit lagi.
Aku tidak sedang membicarakan kecantikan fisik, meskipun jika itu ada dalam diri seseorang, kita tak bisa menyangkal untuk memujinya.
Wanita atau muslimah yang seperti mawar, begitu enak dipandang. Kecantikannya terpancar dari sebuah keteguhan yang dalam. Kalaupun dia memang dianugerahi kecantikan fisik oleh Allah, dia akan semakin cantik. Kalaupun secara fisik dia tidak tergolong ‘begitu cantik’ namun dia memancarkan kecantikan yang lain. Kecantikan yang membawanya pada sebuah derajat yang begitu tinggi. Elegan.
Wanita yang seperti bunga mawar memiliki keteguhan prinsip, dia mengerti setiap detil dari dirinya begitu berharga, untuk itulah dia menjaganya, melindunginya dengan seksama. Lihat betapa banyak ‘senjata’ yang dimiliki mawar untuk melindungi putik dan benang sarinya. Itulah , perempuan apalagi perempuan Islam, dituntunkan untuk selalu menjaga dirinya, karena setiap bagian jasad, ruh dan akalnya memiliki potensi keindahan.
Wanita atau perempuan yang berkarakter mawar juga sangat teguh pendiriannya. Dia tidak mudah meluruhkan harga dirinya untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan jalan perinsipnya. Lihat, betapa mawar tidak mudah menggugurkan mahkota bunganya meskipun ia layu. Perempuan-perempuan seteguh mawar tidak akan meluruhkan kehormatannya . Dia akan menjaganya meskipun ia harus berjuang untuk itu. Keadaan tidak membuatnya cengeng.
Satu lagi, saudariku. Mawar tidak mudah dipetik. Perempuan-perempuan yang teguh dan meneguhkan, cerdas dan mencerdaskan, baik dan memperbaiki akan memancarkan banyak energi. Semua orang tahu bahwa dia memiliki banayak pesona. Namun pesona itu tidak membuatnya pongah. Pun begitu, perempuan-perempuan berkarakter mawar selalu memancarkan keramahan, kebaikan. Tapi untuk mendapatkannya? Nanti dulu! Bukan jual mahal, tapi ia memiliki izzah (harga diri, kehormatan, rasa PD, bangga bukan karena dirinya tapi ‘bangga’ karena ia memegang teguh Islam dan segala peraturannya).
Pesona mawar membuat orang tidak berani mempermainkannya. Pesona karakter ‘mawar’ akan menyeleksi siapa yang beruntung mendapatkannya dengan cara yang baik, bukan menyerobot apalagi memetiknya dengan paksa! Sebab jika itu dilakukan, Sang Mawar akan melukai tangan pemetiknya yang kasar dan tidak beradab, iya kan?
Maka, siapapun yang ingin memetik mawar-mawar muslimah itu, ia haruslah seorang yang memiliki keteguhan dan daya juang! Ia harus meminta mawar-mawar muslimah itu dari pemiliknya. Siapa pemiliknya? Sang pencinta mawar itu dan pemilik kebun mawar yang sejak kecil merawat dan menjaga Sang mawar agar tumbuh menjadi muslimah yang teguh.
Bagaimana? Jika kalian baca tulisanku ini dan kalian seorang perempuan, muslimah, semoga kalian bergegas untuk menjadi kuntum mawar terindah di kebun rumah orang tua kalian. Jika kalian seorang laki-laki, seorang muslim, dan sedang ‘mengagumi’ salah satu kuntum mawar itu, bersiaplah untuk menjadi pemetiknya yang ‘sekufu’, bukan karena hal-hal yang tampak, tapi dari cara kalian memetiknya!
Ketuklah pintu pagar dimana mawar itu tumbuh, datangi keluarga dimana mawar itu tumbuh dan terjaga (jangan asal slonong apalagi merusak dan memaksanya!) kemudian mohonlah pada Sang Pencipta mawar itu karena Dialah pemilik dan pemeliharanya yang hakiki. Mohonlah agar Ia berkenan menjadikan kalian sepasang insan yang menebarkan kebaikan di taman bumi dan mengetuk surga dengan keagungan yang terjaga!

Episode Bunga Matahari

Karena cinta aku menuliskannya untuk mu, mungkin juga untukku sendiri. Sebagai pengingat atau teman merenung.

Hari ini aku melihat bunga matahari dihalaman rumah tetanggaku. Anak-anak sekolah menyempatkan menyentuhnya, adikku bahkan meminta bijinya untuk ditanam di kebun belakang rumah kami.

Dan aku? Aku menikmatinya dari dalam rumahku. Adikku berteriak penuh kekaguman ,”lihat! Dia selalu mengikuti arah matahari!” Ya! Tentu saja, batinku. Namanya juga bunga matahari. Tapi mungkin juga sebagian menamainya begitu karena warnanya yang kuning cerah, bulat menyerupai benda langit, sentral planet raya : MATAHARI

Bunga itu menjadi inspirasiku, menuliskannya untuk kalian. Bunga matahri itu selalu mengikuti arah matahari. Dia begitu ikhlas berputar dan menghadapkan wajahnya kesana.

Saat matahari mulai tenggelam, senja datang dan bunga mataharipun merunduk, seolah dia berkata; “kemana matahariku? Aku hilang arah” . Saudariku, muslimah yang tercinta, pernahkah kau merasakan suasana senja hari? Saat matahari mulai tenggelam dan langit kemerahan?

Kalau aku, kadang dikala senja datang, ada sebuah kesedihan yang tiba-tiba menyergap, ada suasana sedih, takut (apalagi bila aku masih di perjalanan, menunggu bus, atau berjalan saat maghrib, belum sampai dirumah ada perasaan yang tidak mengenakkan). Ah, mungkin itulah mengapa kita diajarkan oleh Rasulullah untuk berdo’a dan banyak berdzikir di sore hari.

Kembali pada bunga matahari. Mungkin dia juga merasakan seperti yang kurasakan saat matahari tenggelam, ya? Saudariku, tidakkah kau tau dan merasakan bahwa bunga matahari itu seperti manusia? Manusia diciptakan untuk mengikuti apa yang diyakininya. Semestinya kita menjadikan Qur’an seperti matahari, dimana disana terkumpul tuntunan, pedoman, dan pancaran kasih sayang Allah. Betapa Allah menurunkan Qur’an seperti matahari yang menerangi bumi. Menjadi petunjuk manusia dalam kehidupannya.

Kita semestinya mengikuti Qur’an kemanapun ia membawa kita, menuruti apa yang Allah tunjukkan. Mengatakan ‘tidak’ terhadap apa yang Allah, Rasul ,Qur’an tuntunkan dan menjadikannya petunjuk bagi hati nurani kita. Mengatakan ‘ya’ dan tanpa malau, ragu atau menawar-nawar perintah Qur’an. Ah…………saudariku, bilakah kita menjadikan Qur’an satu-satunya matahari dalam kehidupan kita?

Bila tidak demikian, Saat kita tak lagi menjadikan Qur’an sebagai matahari, mengingkarinya, menjauhkan diri kita darinya, mengalihkan wajah kita darinya, mengingkari bisikan nurani untuk mengikutnya……Maka kita seperti bunga matahari yang kehilangan mataharinya (maka, apa dia bisa dinamai ‘bunga matahari’ lagi? Sedang ia tak lagi mengikuti matahari, atau kehilangan mataharinya).

Saudariku, kitalah bunga-bunga matahari itu yang beredar dan menundukkan diri dibawah Qur’an, yang menjadikan kita terang, hidup, menjadi penuntun agar kita tetap menjadi makhluk terbaik dan pantas mendapat predikat umat terbaik.

Saudariku, aku ingin kita mengihiasi dunia, dan saat kita menjadi orang-orang yang mengikuti Qur’an, niscaya kita akan menjadi orang-orang yang mengagumkan! Tanpa harus mengagumi diri sendiri. Kita akan mulia tanpa harus mendapik diri sebagai orang yang mulia. Seperti manusia yang mengagumi bunga matahari, satu bunga dari taman bumi.

Tulisan ini pernah dimuat di eramuslim pada tahun 2003