Sabtu, 21 Maret 2009

Mengukur Kapabilitas Aleg Perempuan : Sebuah Kaca Diri

Pemilu tinggal menghitung hari. Gegap gepita atribut partai mulai seruak menyeruak satu sama lain. Semua caleg menawrkan diri dengan berbagai manuver pemikat simpati yang tak pelak membutuhkan banyak modal.
Adalah para caleg perempuan yang dalam perjalanan pemilu tahun ini banyak mengalami pembahasan. Kita mungkin ingat bagaimana diawal peraturan pemilu caleg perempuan diberi peluang untuk ada di tiap tiga nomor urut. Sampai dengan putusan MK yang akhirnya menetapkan suara terbanyak bagi caleg untuk memenangi pemilu. Lalu, putusan itupun menjadi sebuah kekhawatiran dikalangan aktivis perempuan yang menganggap akan sangat sulit bagi caleg perempuan untuk dapat menembus angka 'menang' karena beberapa keterbatasan perempuan untuk mengkampanyekan diri. Selain itu, wacana afirmatif yang telah rapi diusung dan sejatinya hampir berhasil dengan penetapan 30 persen seolah termentahkan.
Terlepas dari bagaimana strategi memenangkan diri para caleg, sesungguhnya ada yang lebih perlu diperhatikan terkait dengan kualitas para caleg dan aleg nantinya dalam menjalankan tugas-tugas baru mereka. Utamanya caleg perempuan yang kini banyak diusung oleh parpol, semestinya memiliki kapabilitas internal dan eksternal dalam dirinya. Sebab, setelah duduk dikursi empuk legeslator, kita tak lagi bisa bicara atas nama partai. Para caleg harus terus menempa dirinya dengan berbagai kemahiran sebagai anggota dewan yang terhormat


Kapabilitas Internal
Para caleg dan Aleg perempuan memiliki tugas berat. Saat duduk menjadi anggota dewan, tidak menutup kemungkinan ada kemandegan, stagnasi dan dominasi jender dalam mengambil kebijakan dan memperjuangkan aspirasi. Seorang anggota legeslatif pada umumnya dan aleg perempuan khususnya hendaknya memiliki kapabilitas internal diantaranya
Wawasan Politik Dasar
Maksudnya bahwa para caleg dan aleg (jika nantinya terpilih) wajib memiliki wawasan politik yang prima utamanya menyangkut tugas-tugas legeslator yang mereka emban. Bagaimana mengembangkan gagasan politik, menguasai isue-isue politik lokal, nasional bahkan internasional. Bagaimana ia mengembangkan pengetahuannya terkait tugas-tugasnya dibawah komisi dimana ia bernaung. Sangat disayangkan jika seorang aleg kurang atau bahkan tidak mengusai bidang garapnya. Hal ini akan menjadikannya hanya duduk dan tidak memiliki apa-apa yang dapat disuarakan. Ya, sebab kita tidak mungkin memberi jika tak memiliki.
Daya dukung Internal
Para anggota dewan perempuan utamanya yang telah berkeluarga tidak bisa menafikan peran-peran domestiknya. Tim sukses dalam rumahtangga merupakan daya dukung dasar dimana ia dapat menjalankan tugas-tugas ranah publiknya dengan optimal. Suami, anak, pembantu dan keluarga besar yang siap memberikan dukungan langsung maupun tidak langsung tentu akan mengurangi 'beban ganda' caleg perempuan. Hal tersebut mestinya telah disiapkan sejak ia memilih untuk berperan diranah publik. Jika tidak dipungkiri, pasti ada bersitan 'rasa bersalah' manakala seorang perempuan sukses di ranah publik namun meninggalkan rumahtagganya dalam keadaan kacau.Bukan begitu?
Kemampuan Berempati dan Kapabilitas Moral yang baik
Seorang caleg perempuan sejatinya memiliki modal besar untuk dapat merasakan beban-beban konstituennya. Saya yakin kemampuan berempati dapat menjadi salah satu spirit dalam melakukan kerja-kerja pelayanan pada masyarakat. Jika kemampuan berempati ini miskin dimiliki para anggota legeslatif maka kekahawatiran sebagian besar masyarakat akan terjadi : setelah jadi para anggota dewan lupa pada rakyat yang memilihnya. Kemampuan berempati pula yang akan menjadikan para aleg dapat konsisten memperjuangkan aspirasi masyarakat di gedung dewan yang ber ac dan penuh fasilitas.
Persoalan-persoalan perempuan yang begitu banyak dan kompleks menjadi PR bagi para anggota dewan perempuan (dari partai manapun ia berasal). Hal tersebut akan mandeg jika ternyata para aleg perempuan tidak peka dan akhirnya memilih diam dan 'pasrah' dalam percaturan wacana di gedung alegeslatif yang terhormat. Demikian halnya Kapabilitas moral juga akan menjadi parameter seorang anggota legeslatif untuk terus konsisten pada nilai dan prinsip yang ia pegang teguh. Keduanya menjadi daya dukung yang harmonis dalam memperjuangkan aspirasi perempuan
Kapabilitas Eksternal
Selain kapabilitas internal, seorang aleg perempuan semestinya memiliki kapabilitas eksternal sebagai berikut
Ketrampilan komunikasi massa yang baik
Anggota dewan adalah 'komunikator' dan mediator bagi konstituennya. Ia harus dapat mengkomunikasikan kebutuhan, aspirasi, gagasan politik baik kepada lawan politik, kepada masyarakat dan kepada semua pihak dengan cara yang cerdas, elegan sekaligus bermutu.
Kemampuan berkomunikasi baik secara lesan dan tulisan menurut saya menjadi keahlian yang harus terus diasah. Seorang anggota dewan harus mampu memanfaatkan media menjadi partner dalam menyampaikan gagasan, menangkap persoalan masyarakat.

Kemampuan Merawat Basis Dukungan
Inilah hal penting yang kadang terlupakan. Apatisme masyarakat menjadi sesuatu yang lumrah manakala pada kenyataan terdahulu setelah pemilu banyak para caleg yang terpilih dan menjadi anggota dewan melupakan basis massa dukungannya. Alasan sibuk dan sebagainya tentu tidak dapat menjadi pemaaf. Rakyat dan pemilih adalah basis massa yang nyata. Bukan dengan memenuhi fasilitas mereka saja dan membayar 'hutang' janji pada massa kampanye, namun yang lebih penting para caleg maupun aleg harus tetap membina dan memberikan pendidikan politik berkelanjutan pada basis masa pendukungnya. Bukan hanya menjadikan mereka menjadi pemilih pragmatis dan 'memoroti' para celeg,namun menjadikan basis massa mereka menjadi pemilih rasional, pendukung langkah yang setia dan akhirnya menjadi bagian dari masyarakat yang mandiri dan memiliki kesadaran berpolitik.
Melayani tiada henti
Sejatinya para anggota dewan adalah pelayan yang terus menerus bahkan semestinya memberi pelayanan yang semakin baik setelah ia duduk di kursi legeslatif.Pemilu hanyalah cara menjaring suara. Setelah pemilu para caleg akan mengalami tantangan riil dimasyarakat. Bagi yang kurang beruntung duduk sebagai anggota dewan, ketulusan melayani akan teruji. Apakah ia tetap menjadi seseorang yang proaktifdalam perbaikan masyarakat dan terus berusaha melayani masyarakat dengan potensinya atau berhenti karena 'mutung' ?
Bagi yang beruntung duduk dikursi dewan, ini adalah pembuktian melayani dengan menghasilkan aturan-aturan, pengawasan anggaran yang berpihak pada masyarakat.

Nah, jika kapabilitas internal dan eksternal telah dimiliki oleh para caleg, maka tak mungkin masyarakat tertipu dan apatis dengan pemilu yang tinggal beberapa hari ini. Jika Anda para caleg membaca artikel ini, mungkin bisa menjadi penstabil semangat Anda dalam meraih suara dan mengukur kelayakan Anda untuk menjadi wakil rakyat yang membawa perubahan dan keberkahan.Wallahu a'lam