Sabtu, 26 Februari 2011

Carang Pedopo: Kreasi Lain dari Pisang

       Ini makanan selingan tapi berkalori tinggi. Pertama kenal makanan ini di Kudus, lagi-lagi pas awal nikah. Ibu mertua bikinnya sepanci besar.Hayah. Saya sih awalnya mbatin ini sih di Solo namanya carang gesing, cuman dibungkusin dan lebih padet kalo disolo. Tapi suamiku gak setuju.Yo wesss. Yang jelas ini dibilang kolak ya...bisa wong berkuah, tapi kalo dipadatkan jadi carang gesing hehe.Karena Mr.Hatta suka sekali aneka makanan berbahan pisang, maka sore ini kuputuskan membuat makanan ini. Menyambutnya pulang dari Jogja sore ini. Okay pulang dari nganter outbond si Salma, mampir warung masih dapat pisang kepok kuning, kubuat bat bet bat bet setelah selesai masak garang asem untuk makan siangnya. Siap deh. Tinggal posting resep. Met nyoba!!

Bahan
Pisang kepok kuni satu sisir atau pisang tanduk. Aku menghindari pake pisang raja, kadang malah sepet
Santan 1 liter ato lebih sesuai selera (aku pake 2 Santan KARA dicampur 5 gelas air  hari ini karena males meres. Meskipun menurutku kurang sedap sebenarnya)
Air /Santan encer 200cc
Kayu manis 2x 10cm
Cengkeh 5butir
Telur 1butir, kocok
Garam secukupnya
Vanilli secukupnya (boleh gak pake)
Gula merah 150gr
Gula pasir sesuai selera, penguat rasa aja

Cara Buat:
1. Potong pisang kecil kecil jangan terlalu tipis
2. Rebus pisang dengan air/santan encer, kayu manis, cengkeh, gula jawa, sampai lunak dan gulanya lumer.Api sedang.
3.Tambahkan santan sambil diaduk agar tidak pecah, kecilkan api. Tambahkan vanili, garam dan gula pasir sampe rasanya pas.
4.Saat hampir mendidih, masukkan telur kocok sambil terus diaduk, hingga telur terlihat berserabut
Hidangkan dingin lebih segar.

tips masakan 'daur ulang' hehe: kalau kuah dari makanan ini atau makanan ini sisa , dapat diolah jadi lebih smoothi. Caranya, tambahkan santan sangat kental, tepung terigu/ maizena cair, panaskan, aduk dan cetak dimangkuk, diinginkan.Yummy.Selamat mencoba, semoga bisa jadi  jajanan akhir pekan

Kamis, 24 Februari 2011

Ya, Saya ‘Orang PKS’, So What? (Catatan Partisipasi MUKERNAS PKS JOGJA 2011)






Orang 1 : “ Oooo ternyata kamu anak  PK tho, Vid? Penampilanmu beda ya! Keseret juga ya ke partai” sindir teman saya itu, saat itu masih kuliah dan saya ‘masih hijau’ dalam barisan ini. lalu diapun tak lagi ‘hangat’ pada saya. Dahulu, masih PK.Ucapannya selalu sinis. Lha saya? biasa aja  toh orang-orang yang ‘menyeret’ saya juga dikenal orang-orang yan baik dan santun?! hehe


Orang 2: “Mbak  Vida  aktivis PKS juga tho ternyata? Saudara saya juga lho mbak, trus pas saya pindah ke Medan, ternyata guru ngaji saya juga PKS...” dia –juga teman saya- meskipun usianya lebih muda. Gadis muda itu,meskipun  menurutnya pemahaman Islmanya ‘biasa’ aja, tapi dia juga oke-oke saja saat tau saya –critanya- kader PKS


Orang 3: “Subhanallah Vida, kowe tuh caleg PKS juga tho kemaren. Sayang ya Vid, aku di Jakarta.  Waduh bapakku sih karena walikota dia milih Jokowi, nyontrengnya ya partainya Jokowi Vid, gak ngerti sih kalo  pemilihannya beda. tapi  seneng lho Vid sama anak2 PKS dari di kampus emang kliatan ya?” Dan sahabat saya yang selalu mengucap ‘subhanallah’ itupun selalu bersemangat setiap kali saya direct selling saat pemilu. Dan hingga kini,persahabatan kami sehangat mentari haha.


Orang 4: “Saya ini orang bodho, bu Vida. Sejak dahulu saya cuma tergerak kalau ada yang ngajak berbuat untuk masyarakat. Suami saya keluar dari satgas P***, lha sudah ndak gathuk (tidak matching) sama nuraninya. Sekarang, saya mungkin cuma punya semangat, PKS menyambut baik dan menghargai potensi saya. Monggo mbak, yang penting kita berbuat untuk masyarakat.” Dia perempuan lulusan SMP, itu ucapannya saat pertama kali saya ngontrak di kawasan Sangkrah, dan dengan percaya diri dia ‘babat alas’, keluar dari kebiasaan kampungnya yang ‘merah’, membantu kerja-kerja kami melalui PWK,hingga kini. Kini dia dan suaminya menjadi Pak dan Bu RW dan tidak ada jawaban selain kata : ya , bu! setiap kali saya ajak ‘bergerak’ hehe


Orang 5 : “Kamu jangan sampai nyebut atau ketauan kalo kader PKS lho, nanti pada ndak mau ikut pengajian, takut dijak milih PKS. “ hehehe.ini yang agak lucu menurut saya. Lha wong partai yang tidak ada bau-bau Islamnya aja bikin pengajian ndak pada ribut, kok PKS yang emang kerjaannya bikin pengajian dibikin ribut.Aneh juga.


Orang ke-6:” Ustadzah –hayah saya paling tidak sreg dipanggil ustadzah, yaaah mungkin karena saya dianggap istri ‘Ustadz’. Begini ust, gimana tentang tawaran kami untuk ikut Lokakarya Mubalighah se-Jawatengah? Tapi syaratnya memang harus setuju dengan khilafah syar’iyah ustadzah” hehee saya tersenyum. 
“Siapa yang ndak mendukung khilafah syar’iyah  Bu? jawab saya guyon, Tapi kami hanya memilih lewat jalur partai. Lha terserah panjenengan dan teman-teman, saya kan cuma diundang.Cuma mungkin kendala saya diwaktu Bu, apalagi kalo  harus di luar kota, saya ndak bisa ninggal tiga anak” dan ibu muda yang pernah bertetangga  dengan sayapun sampai hari ini tetap ‘istiqomah’ dan pantang menyerah memberi saya undangan-undangan acara harakahnya, atau mengisi pelatihan menulis untuk akhwat harakahnya. Sayapun menghadirinya jika tidak bebarengan dengan acara saya.


Begitulah. Pilihan berada dalam jalur dakwah siyasi bukan sebuah kebetulan. Komentar dan tanggapan orang terhadap Partai Dakwah ini beserta kader dan simpatisanya pun beragam. Tulisan ini sungguh bukan sebuah upaya menyombongkan diri. Apalah kita ini. Tulisan ini hanya sebagai bentuk partisipasi saya dalam rangka Mukernas PKS di Joga. Spirit ”Bekerja untuk Indonesia” sejak Munas yang lalu menginspirasi saya. Pun begitu, justru melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua yang ’terlanjur’, ’sengaja’, atau ’tidak sengaja’ dianggap sebagai ’orang PKS’ untuk memuhasabahi diri. Mengapa? Sebelum kita terlalu overestimate menganggap diri kita seorang ’kader’. Dan Sebelum orang lain overestimate pula terhadap kita, mungkin beberapa hal dibawah ini bisa menjadi bahan menakar kepantasan kita sebagai kader, pegiat partai dakwah ini


1. Memahami: Jalan Panjang Menguatkan Komitmen
Tarbiyah mengajarkan kita memaknai setiap proses perubahan dalam diri kita. Kita mungkin sama ingat bagaimana para murabbiyah, ustadz-ustadzah kita, orang-orang awal dalam dakwah ini meretas dakwah dalam setiap masa. Apa yang menjadikan mereka taft dalam dakwah ini dan tetap ada disini? Ya, PEMAHAMAN yang utuh terhadap manhaj dakwah Rasulullah dan jama’ah ini. Pemahaman itu yang menghindarkan kita dari jebakan-jebakan apatis dan sinisme tanpa ujung pangkal.
Pemahaman itu yang menjadikan kita bertumbuh dalam nuansa kritik membangun yang hangat , mencerdaskan, tegas dan sekaligus mesra dalam persaudaraan. Pemahaman yang akan membuat kita tegar menghadapi orang-orang tipikal pertama diatas. Saya juga masih belajar. Untuk tidak reaktif (apalagi dengan karakter saya yang meletup-letup hehe). Namun satu hal yang hingga kini saya syukuri, bahwa saya tidak ingin memberikan loyalitas saya tanpa pemahaman. Saya akan kejar pemahaman untuk hal-hal prinsip agar kita tidak menjadi barisan orang yang berkerumun, meskipun perjuangan dan gerakan perbaikan kadang tak menyisakan waktu bagi orang-orang yang hanya terus bertanya. Kita tidak boleh lagi menjawab ’tidak tahu’ pada orang-orang yang bertanya, sinis dan mendebat. Pemahaman menjadikan kita orang-orang yang siap menjadi humas untuk gerakan dakwah ini. Bagaimana?


2. Membuktikan Profesionalitas
Kita sama tau bahwa dakwah ini bergerak dinamis, menyentuh semua ranah profesi, kalangan dan semuanya. Pilihan politikpun sebenarnya tak lagi terlalu dikotomis. Kita yang mengaku atau diakui sebagai ’orang PKS’ ini harus mampu membuktikan bersikap profesional dibidangnya. Kita dapat mengerjakan secara sungguh-sungguh setiap amanah yang dibebankan dan melekat pada diri kita. Apapun peran kita. Bahkan saya yang iburumahtangga ini harus selalu profesional mengurus rumah, dakwah, bertetangga, dan semuanya. 
Profesionalisme adalah kunci menghadapi orang-orang bertyipikal 2, 3 dan 4 diatas. Orang-orang yang melihat PKS sebagai kumpulan orang-orang yang memang ‘berkarakter’ pekerja dan pegiat kebaikan. Belajar , mengerti strategi, mantap dan merencanakan dan melakukan evaluasi adalah niscaya. Kita tidak boleh lagi terjebak pada ’kerja-kerja dadakan’, tanpa alur dan latah. Masih banyak maksud dari poin ini namun apatah saya?Mungkin Anda bisa sangat panjang menambahkan


3. Membuktikan Tetap Bersih
Ujian yang sering kita hadapi dalam iklim politik negri ini adalah cibiran tanpa ampun terhadap korupsi dan segala manifestasinya. sebagai partai dengan jargon bersih, peduli dan profesional, Kader-kader PKS dituntunt untuk selalu teliti dan tidak terlalu ’lugu’. Mungkin banyak orang pandai disekitar kita namun terlalu ’lugu’. Jebakan-jebakan yang merusak upaya untuk menjaga kebersihan dakwah dan pelakunya dalam bentuk materi, money politics dan segala bentuknya harus terus dikawal
Saudara-saudara kita yang sangat terpilih dan –saya percaya- mampu menjaga amanah yang dibebankan dipundak mereka di tempat-tempat ’basah’ dan licin harus selalu kita jaga agar tidak tergelincir.Termasuk, berhati-hati dalam pengajuan dan pencairan dana-dana, proposal dan tender-tender yang tidak jelas. Bukan kemresik kata orang Jawa (sok bersih).Tapi marilah kita yakini bahwa berhati-hati dalam hal materi itu menentramkan.Mari kita terus belajar dan mencari hujjah yang jelas dalam perkara ini. Bagaiamana syar’inya? Bagaimana mashlahatnya. Mungkin begitu kira-kira.


4. Membuktikan Tetap Peduli
Tarbiyah benar-benar merangsang kita untuk peka terhadap persoalan. Ini yang harus kita buktikan. Hari ini, dengan berbagai pesrsoalan yang ada, masyarakat kita tetap haus kepedulian. Tetap peduli dan membuktikannya tanpa pamrih tetap menjadi keniscayaan. Kepedulian kita yang menggerakkan orang-orang berpotensi baik dimasyarakat untuk tergerak dan mendukung kita
Seperti orang ke-6 yang saya tulis diatas.Namanya bu Sukini. Banyak orang-orang baik dan memiliki potensi kepedulian yang bisa kitafasilitasi. Soal kemenangan, suara dan segala hal politis menurut saya itu bonus dari Allah. Jika kemenangan hanya diukur dengan angka-angka, mungkin hari ini kita tak mungkin tetap ada. Kepedulian adalah etos kita untuk mengasuh oarang-orang yang telah mendukung, ingin mendukung atau yang kurang mendukung. Kepedulian menjadikan kita pantas mendapatkan kerinduan dari masyarakat. Termasuk kita merawat kantung-kantung pendukung dakwah yang telah kita bina .Entah apalagi, semoga temans semua bisa menambahkan 
5. Membuktikan Kita Dapat Bersinergi dengan Luas, Luwes dan Diplomatis
Ini yang harus kita buktikan selanjutnya. Saya masih sangat ingat, saat pileg beberapa waktu yang lalu, PKS di daerah kontrakan saya tiba-tiba mendapat suara signifikan.Urutan ketiga setelah D******* dan P*** hawa ’panas’ sangat terasa. Spanduk Pos Wanita Keadilan ditembok rumah saya tiba-tiba tersobek dan raib, para ’pembesar’ partai lain di kampung yang kalah memberenguti saya dan kawan-kawan.Hehhe. Namun saat pemilihan walikota dan PKS berkoalisi dengan partainya Joko Widodo, walikota kami, hawa persahabatn itu menyeruak. Saya dan suami sampai dibuat salting karena mereka sangat hangat menyambut kader-kader PKS yang hendak memilih. Ya, ya, ya politik memang unpredictible.Tapi bukan itu yang saya  maksud di poin ini.


Kita harus buktikan bahwa ’orang PKS’ mampu berpikir global dan bertindak local. Kita mampu menjalin sinergi kebaikan dengan siapapun, harakah manapun (tipikal orang ke-6 diatas), jama’ah manapun, partai manapun. Kita bisa dan mampu menjadi orang dengan pemahaman Islam dan budaya yang luas, memberi kemudahan, tidak kaku dan sempit.Kita mampu menembus batas-batas SARA dan budaya. Kita mampu, ya kita mampu bersikap luwes dalam berkomunikasi, simpati dalam sikap, luas dalam cakrawala wawasan. 
Pun kita bisa juga berdiplomasi dalam menjawab kritikan, hujatan dan mampu cool and confident. Diplomasi dan kecerdasan bertindak dan berkomunikasi menjadikan kita mampu menjadi humas dakwah ini. Sinergi dengan banyak pihak dan banyak oarang akan melatih kita menjadi orang-orang yang opend mind, mau belajar dari oranglain, tidak gegabah, berpikir strategis, sabar, teguh dan ikhlas. Semoga.


6. Membuktikan Kita Selalu Optimis dan Kreatif
Saya sedang selalu belajar untuk optimis bersama dakwah ini. Belajar. Sebab semangat adalah sesuatu yang dapat turun naik, seperti juga iman. Pun dengan keegoisan saya yang mungkin masih menyeruak. Maafkan. Sebelum kita menyebarkan dakwah ini, bergiat dengan banyak rencana, mungkin kita harus mencitrakan diri kita-dan benar-benar membuktikannya- untuk menjadi barisan orang yang optimis terhadap dakwah siyasi ini. Optimis bahwa kita akan mampu membuktikan ketidakmungkinan. Optimis bahwa kita bisa membuka lahan-lahan dakwah baru, berkenalan dan menebar kebaikan pada orang-orang baru. Optimis bahwa kita dapat meng-up grade kemampuan maknawiyah dan fikriyah kita
Optimisme itu akan melahirkan hentakan-hentakan kreatifitas yang dahsyat. Optimisme akan melahirkan pikiran dan ide-ide ceremlang untuk terus membuat kreasi-kreasi dakwah yang manis dan mencerdaskan bahkan ide itu terus merunyak saat kita sudah akan beranjak tidur! Saya sedang sangat suka dengan kalimat  ”mewakafkan diri dan waktu untuk dakwah”. Entahlah, yang saya rasakan kalimat itu seolah membuat saya berhenti dari menasihani diri sendiri. Kalimat itu menjadikan saya istri yang siap melepas suaminya segera pergi untukkerja-kerja dakwah ini, siap menghandle anak-anak dan rumahtangganya. Inilah optimisme. Apa hubungannya? Optimisme kita dan kratifitas kita akan menjadikan kita mampu menjadi figur teladan untuk masyarakat kita. Kitapun akan malu bermalas-malasan karena kita harus membuktikan semangat itu terlebih dahulu.


7 . Membuktikan Bahwa Kita TETAP BEKERJA!
Seperti yang saya sebut diawal, saya suka dengan motto ”Bekerja untuk Indonesia” yang digulirkan PKS sejak munas. Kalimat afirmatif ini perlu. Kalimat yang mengisyaratkan bahwa kita tidak lagi bisa hanya meladeni omong kosong tentang cibiran dan sinisme serta apatisme yang sama sekali tidak produktif. Bekerja sepertihalnya Allah isyaratkan dalam ayat 
Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu (9:105) 
Amal menjadi penjawab paling mujarab. Mari bekerja. Dari manapun kita, mari bekerja untuk negri ini. Dimulai dengan kerja-kerja kecil yang riil. Maka, tak elok rasanya kita dianggap ’orang PKS’ sementara kita tak pernah menyapa tetangga, berkumpul dengan mereka. Tak elok sepertinya saat orang sudah antusias mengharap peran-peran keumatan dan kenegarawanan, kita masih sibuk meladeni kritikan, takut menampakkan identitas dan mengelak dari amanah-amanah dakwah ini. Jika begitu, ucapkan selamat tinggal kejayaan.


Begitulah. tulisan saya selesaikan tepat setelah rangkaian pembukaan Mukernas PKS di Jogja usai semalam (meskipun saya tidak sempat mengikutinya lewat televisi, maklum,  nyambi menghantarkan tidur anak-anak, ed). Bukan bermaksud berlebihan. Tapi tulisan ini pengingat diri sendiri. Selain itu menulis adalah sebuah hentakan luarbiasa dan bentuk kepedulian saya terhadap segala peristiwa. Mungkin bberapa poin diatas dapat menjadikan kita lebih optimis dan pede  mengatakan ”Ya, saya kader PKS, mari kita bekerja bersama untuk Indonesia!” Selamat Mengikuti Mukernas PKS  di Jogjakarta. Darimanapun kita, mari bekerja untuk Indonesia! Salam inspiratif! Wallahu a’lam bishawwab

Minggu, 20 Februari 2011

Bubur Rempah Beras Merah

    Alhamdulillah, ini kali ya yang namanya rezeki. Baru rencana beli beras merah, eeee si Tantenya suamiku dateng bawa dua bungkus beras merah organik hadiah cuma-cuma dari sebuah seminar kesehatan. Asyik nih. Tapi ya itu, sarat manfaat tapi kalau nggak dimasak dengan benar maka si beras merah hanya akan jadi keras (nglethis-jawa ed) atau juga baunya yang langu bikin kadang gak selera makan.

          Benarlah. Asistenku kurang tanak masaknya. Kurang air jadi enggak mengembang dan tidak pulen.  Nah, daripada dibuang sayang, ditanak lagi juga udah gak mood, mending dibikin makanan selingan .Pilihanku jatuh pada : bentuk bubur. Untuk menghilangkan rasa langu dan 'aneh'nya maka pilihan resep rempah jadi alternatif. Oya, selain bisa untuk sarapan, dengan membelendernya, resep ini pas banget untuk MP ASI bayi 6-8bulan. Buat yang udah tumbuh gigi, ya dibubur nasi begini ajah. Oke, ini resepnya

Bahan:
100 -125gr beras merah organik/biasa. rendam dengan air minimal 1 jam
air 500cc
susu segar 1liter / santan
margarin 2sdm

Bumbu rempah
kayu manis 10cm
kapulaga 4butir, ambil isinya
cengkeh 3 butir
gula jawa sesuai selera
garam sejimpit /sesuai selera
pandan

Cara membuat:
1.rebus semua bahan rempah dengan air sampai keluar sarinya, campurkan kedalam  beras merah, rebus lagi /dikaru dengan api sedang 
2. Jika sudah agak pecah dan agak lunak, masukkan susu segar atau santan, aduk terus sampai menjadi bubur dengan api kecil
3. Tambahkan margarin saat sudah masak, hidangkan hangat
 catatan: hidangan ini bisa ditambah kismis diatasnya. Jika ingin 'gurih' tidak usah ditambah gula tapi tambahkan garam dan santan lebih banyak..masakan ini bisa diblender lembut untuk bubur bayi usia 6-8 bulan

Menumbuhkan Karakter Kepemimpinan Rumahtangga



Saya tidak tau apakah judul diatas bisa ditangkap maksudnya. Tapi catatan ini saya buat dengan niat baik. Catatan yang saya buat berdasarkan pengamatan dan rasa gemas atas beberapa potensi kepemimpinan para ikhwan, pemuda atau apalah sebutannya  setelah menikah dan berumahtangga dan untuk para suami. Betapa banyak hal yang kadang menjadi hambatan dalam hubungan suami istri maupun dengan keluarga besar. Ditambah-kegemasan- bahwa sangat sedikit forum-forum pelatihan pranikah yang diikuti oleh para pemuda dan sebaliknya, lebih sering diminati dan diperuntukkan bagi para pemudi, akhwat. Yah..dasar saya, menulis bagi saya adalah senjata terampuh untukmeredakan kegemasan dan kegelisahan pikir  itu hehe.

Problem-problem yang sering dicurhatkan pasangan muda kesaya (hayah berasa tuwa padahal baru tujuhtahun menikah) diatranya: ”suami saya kurang komunikatif’, ’suami saya tidak bisa mengambil keputusan’, ”suami saya tidak tegas pada saya dan ibu mertua”, ”suami saya cuek”,”suami saya tidak care dengan keluarga besar saya”,”suami saya ternyata gak sehebat jaman dikampus”, ”suami saya selingkuh dengan teman SMUnya”, ”suami saya bla...bla..bla” 
 Memang tidak semua salah si suami, tapi untuk catatan ini mungkin pembahasan emang untuk para calon suami.Bahwa menjadi anak perempuan tidak mudah, bro! Setelah kalian menikah, maka sebenarnya hak penjenengan (anda) untuk membawa kemana istri dan rumahtanggamu. Masalahnya banyak para calon suami yang gagap dan enggan segera memulainya.Jadilah ada dua kutub ekstri: terlalu kaku pada istri dan keluarganya ATAU terlalu mengalah dan tertindas (hahah kasian banget) oleh istri dan keluarganya.So, catatan serius tapi santai ini semoga memberi masukan terutama bagi yang akan menikah tau yang sampai hari ini masih bermasalah dengan istri dan keluarganya. Oya, maafkan jika saya kadang menggunakan bahasa yang sedikit mbeling dan apa adanya.

1. Menjadi Decision Maker 
Jadilah pengambil keputusan yang jitu. Jangan pernah ragu dan bimbang. Kebimbangan anda akan sangat berpengaruh pada istri dan anak-anak. Saya amati, suami yang peragu hanya akan menjadikan rumahtangganya mengalir biasa saja. Mungkin benar, tanpa konflik tapi menurut saya tidak sehat. Para suami yang tidak dapat mengambil keputusan yang tepat akan lebih sering menjerumuskan rumahtangganya pada persoalan yang sama, berulang dan itu-itu saja. Menjenuhkan bukan? Awali dengan  JANGAN BERKATA TERSERAH pada istri anda saat ia meminta pendapat. Jika itu anda lakukan, bersiap-siaplah menjadi suami yang menjemukan. Parahnya, jika istri benar-benar melakukan terserah dia, dan salah langkah, berarti Anda pun harus siap dong? Beri pemantapan sebab kadang istri butuh jawaban tegas

2. Menjadi Pendengar Yang Baik
Ada seorang teman yang gak pernah bisa bicara dengan suaminya. Kenapa? karena suaminya selalu memotong pembicaraan saat teman saya sedang antusias bercerita. Hasilnya? teman saya mati rasa.Wegah crito sama suaminya. Hm...bapak-bapak, memang perempuan itu suka bercerita. Bagi mereka, dengan bercerita, maka 50 persen masalahnya teratasi.Jika istri adalah sahabat untuk Anda , mengapa tidak anda luangkan waktu menjadi teman bicaranya?

3. Pemimpin yang Tegas dan Diplomatis
Ini faktor penting. Hampir mirip dengan yang pertama tapi ini lebih pada pihak ketiga. Orangtua, mertua, ipar, adik kandung, keluarga besar, tetangga, dll. Banyak para suami yang takut istri, takut mertua, takut orangtua, akhirnya benar-benar ’menggantung’. Tidak bisa melobi untuk kepentingan kepemimpinanya dalam rumahtangganya. Akibatnya? dia tidak pernah bisa luwes dan tidak pernah pula bisa mempertahankan prinsip. Mengekor istri, terlalu manut mertua/orangtua, tidak punya keputusannya sendiri  dan mengorbankan rencana-rencana dan visi rumahtangganya (baca catatan saya: blueprint keluarga itu penting)

4. Pemimpin Yang Giat, Pemurah dan Optimis dalam hal Nafkah
Saya sangat beruntung menikah disaat ’belum mapan’. Masih kuliah, suami juga kuliah diluarnegri, dan saya jug a’gengsi’ minta ortu pasca menikah. Saya tunjukkan bahwa suami saya dan saya mampu qona’ah dan selalu merasa cukup. Memang siapa yang tidak punya hutang piutang? Hehe.Tapi seorang suami harus mampu menanamkan rasa optimis dan percaya diri pada istrinya. Mendidik istri disaat lapang dan sempit. Tidak pelit tapi juga mampu menanamkan sifat qona’ah pada istrinya. Apalagi saya memilih tidak bekerja diluar rumah tapi mencoba tetap berpenghasilan dengan menulis hehe. Suami yang optimis dan giat memberikan aura tersendiri pada keluarganya. Ini pelajaran yang saya ambil dari dua lelaki optimis dalam hidup saya: abah saya dan suami saya.
6. Pemimpin yang Hangat dan Ekspresif
Saya pernah katakan pada suami bahwa ekspresi itu penting. Mungkin tidak sellau kata. Tapi careness dan sikap gentle juga perlu. Pada anak, istri keluarga saya kadang katakan pada suamai” mungkin aku bisa memahamimu, tapi kadang oranglain membutuhkan ekspresi kita”. Ungkapkan penghargaan pada istri dan anak-anak agar mereka merasa berharga untuk Anda. Kepemimpinan yang sarat dengan penghargaan akan menjadikan keluarga kecil kita solid. Maka luangkan waktu untuk anak-anak sesibuk apapun. Sebab masa itu tak kan terulang. 

7. Pemimpin Yang Charming, Smart dan Good Looking
Hehehe. Maaf jika ini agak vulgar.Tapi jujur saya kadang merasa bahwa penampilan suami itu penting. Kalau saya yang tujuh tahun menikah ini kadang masih merasa ‘jatuh cinta’ pada suami saya. Mungkin beliau memang berbobot (hehe) tapi saya selalu menyarankan beliau memangkas pendek rambutnya agar lebih charming dan terlihat fresh. Pemimpin yang keren itu akan diidolakan istri dan anak-anaknya . Putri saya yang kedua, yang lebih ekspresif sangat biasa memuji abinya saat habis potong rambut atau pakai baju yang serasi “ Abi keren, nih” atau kadang si Abi minta pendapat kami tentang penampilannya hehhehe. Itu menyenangkan dan romantis! 
Ayah dan suami yang smart juga membanggakan. Saya belajar dari ayah saya yang selalu optimis, menguasai banyak ayat yang menguugah, kata-katanya selalu bersemangat dan penuh himmah dan hikmah. Begitupula dari suami saya. Saya belajar darinya ketelitian (saya agak slebor), saya belajar darinya tentang teknologi, memenej keuangan ( lumayan meskipun colut dari STAN), suami saya sering membuat saya salting karena saat saya gegap gepita bercerita tentang sesuatu ternayat beliau sudah tau lebih dahulu. Dan yang paling penting dari ke –smartannya, ayah dan suami saya mengerti betul tentang bagaimana Islam mengatur segala persoalan menjadi begitu mudah, jelas dan menenangkan. Pemimpin yang smart akan membuat kita mentaatinya dengan mantap dan berdasarkan pemahaman, bukan hanya taklid apalagi hanya taat karena ‘takut’.
Mungkin itu saja .Tujuh saja, karena saya sedang suka dengan angka tujuh. Sesuai dengan tujuh tahun pernikahan kami. Semoga catatan kecil ini menginspirasi untuk para suami dan calon suami.Wallahu a’lam bishawwab

Kamis, 03 Februari 2011

Belajar Menjadi Orangtua Pengasih, Pengasuh dan Pengasah -Oleh- oleh Seminar dan Kajian Pengasuhan Anak di Kampung


Ini catatan penutup bulan Januari. Maaf baru di posting. Dua pekan terakhir KPPA Benih diminta mengisi ’Seminar Kampung’ di dua kampung . Pertama di Kampung Dhewutan Semanggi, Pasarkliwon  bekerjasama dengan Pos Wanita Keadilan ’Seruni’ dan di Kampung Jayengan, Serengan yang bekerja sama dengan PKBM Cahaya Hikmah. Lalu pekan terakhir kemarin, mengisi kajian wali murid di TKIT Permata Hati Jebres.  Tema yang menjadi judul diatas sengaja kami pakai untuk ’mengawali’ perkenalan dengan KPPA Benih yang memang pada tahun ini memfokuskan pada perintisan BENIH Parenting Center dengan kegiatan ’Seminar Kampung’ dan Sekolah Ibu Mengasuh Anak di Kampung (SIMAK) dan parenting course.

Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai upaya ’jemput bola’ untuk memberikan ilmu pada orangtua dan semua elemen pengasuhan anak dengan kualitas baik namun tidak mahal dan agar mereka tak harus ikut seminar mahal, hehe. Sebagai follow up, biasanya setelah seminar dengan tajuk diatas, kami akan membuat klub-klub parenting untuk ibu-ibu kampung, wali murid, guru-guru TK-SD dengan tema-tema seputar pengasuhan anak, kesadaran nutrisi, tumbuh kembang, bahkan tema ’romantis’ untuk suami istri. Baik ini ringkasan materinya, dari power poin kami tuliskan kembali ke bentuk makalah, semoga bermanfaat!
******
SESI Prolog: Anak Kita Nakal?

Anak-anak adalah sumber belajar yang sebenarnya menakjubkan. Dari kepolosan mereka sebenarnya kita belajar satu demi satu cara mendidik mereka. Sayangnya, kekurangan amunisi sabar dan seringnya kita memiliki sifat ’sumbu pendek’ menjadikan kita dan orang-orang disekitar kita mudah memberi label ’nakal’ pada semua ketidaktaatan, ketidaktepatan anak-anak kita dalam mengikuti apa yang kita mau atau aturan-aturan. 

Parahnya, kita sering menggunakan cara-cara yang justru membuat potensi membangkang anak semakin besar. Dari beberapa peserta seminar sempat tersenyum-senyum saat cara-cara yang diduga dapat ’menghentikan kenakaln’ itu kami sebutkan bersama-sama. Jawabannya  :njiwit, nyiwel, mukul, menjambak, mencaci adalah jamak. Meluapkan kekesalan dengan cara ’umum’ itu kata sebagian orangtua menjadikan mereka lega. Olala...

Ternyata kita tidak akan mendapatkan ketaatan permanen dengan cara itu. Alih-alaih anak jadi baik, mereka justru semakin mengulang dan lebih pede dengan segala pembangkanganmereka. Tentu saja, karena rasa marah dan perilaku kekerasan kita mengaktifkan ’otak reptil’ mereka yang bersifat agresif dan melawan saat menerima perilaku ’kasar’ dan keras. Jadi Bagaimana sebaiknya? Ternyata mendidik anak-anak dimulai dari merubah perilaku kita, orangtuanya. Menggabungkan ketiga potensi sih, Asuh dan Asah agar efektif dan siap hidup dizaman mereka. Ya, sebab anak kita harus hidup menjadi pribadi yang imun, bukan steril dari segalanya. Kita yang harus menyiapkannya. Ya, kitalah: orangtuanya

SESI MATERI INTI

1. Orang tua Pengasih
Kasih sayang adalah basic dari pengasuhan. Modal naluri keibuan , keayahan, cukuplah menjadikan kita tidak semena-eman pada anak. Seperti yang kami kutip dari buku Anaka Saya Tidak Nakal, Kok! ditulis oleh dr. Zulaehah Hidayati, menyadari bahwa anak adalah anugrah menjadikan kita mampu memiliki energi kasih sayang yang akan membantu kita untuk melakukan yang terbaik dan benar untuk anak-anak kita

Pun  demikian, kasih saya yang bagaimana yang harus kita berikan? Kasih saya yang seimbang dan adil. Kasih sayang yang tidak buta, tentunya. Menjadi orangtua pengasih adalah menjadi orangtua yang mampu menyelami dunia anak-anak yang lembut dan murni. Menjadi orangtua pengasih yang adil adalah orangtua yang menegerti tahapan kasih sayang dan ’porsinya’. Saya contohkan, kasih sayang yang adil adalah kasih sayang yang tetap mengenalkan pada anak apa yang harus diketahuinya, benar dan salah. Saat mereka masih bergantung pada kita (periode hamil-menyusi-sampai usia 2 tahun) mungkin kita masih  ’mengasih’ mereka dengan membantu segalanya, tapi orangtua pengasih yang ’adil’ dia tetap membiarkan anaknya mengalami tahapan usianya dengan terkadang ’membiarkan’ anaknya memiliki pengalaman untuk bertumbuh

2. Orangtua Pengasuh
Kasih sayang yang adil itu harus disertai dengan pengasuhan yang benar. pola asuh yang penuh dengan hal-hal traumastis ( menjewer, memukul, membentak, merendahkan harga diri, melecehkan pilihan ) bukan lagi menjadi pilihan cara yang benar. Kasih sayang tanpa disertai dengan pola asuh yang benar dan disertaii ilmu pengasuhan hanya kaan menggiring pada salah asuhan. Pada poin ini selain poin merubah pola pengasuhan yang salah, ada dua hal yang ingin kami sampaikan pada peserta sebagai upaya kami mengkampanyekan pengasuhan berbasis ilmu dan spiritual

Mengembalikan Peran-peran  Pengasuhan pada ORANG TUA
Modernitas dan tuntutan kebutuhan menjadikan para ibu terpaksa harus keluar rumah.Mnecari tambahan penghasilan. Saya tidak mau gegabah menyalahkan dan menghakimi. Kenyataannya banyak para orangtua baik sengaja maupun terpakasa harus menyerahkan peran-peran pengasuhan anak-anak mereka pada keluraga besar (kakek, nenek), pembantu/baby sitter, dan penitipan anak. 

Namun, taukah Anda bahwa dampaknya begitu besar bagi kedisiplinan dan pola anak ke depan? Apalagi jika kita menyerahkan bulat-bulat tanpa pola, tanpa evaluasi dan cek ricek. Beberapa masalah yang kami temui saat mengisi sharing PMOG atau wali murid, biasanya-maaf- anak bermasalah lahir dari orangtua yang terlalu sibuk, tanpa kontrol, dan orangtua cuek yang selalu tidak punya waktu untuk sekedar duduk benrsaa bertemu untuk membahas maslaah anak2 mereka disekolah. 

Saya justru merasa kasihan terhadap para nenek yang –meskipun senang mengasuh cucu- namun menjadi bumerang karena seorang nenek/kakek biasanya sangat protektif dan memenuhi segala ingin sang anak. Seorang bapak mengeluh bahwa setelah seharian anaknya dititipkan ke embah , maka  dimalam hari sang anak selalu ingin tidur larut demi bersama orangtuanya.Akibat selanjutnya? anaknya tidak mau bangun pagi, malas sekolah dan orangtua kalangkabut karena harus cepat masuk kerja. Olalal... bukankah itu karena berawal dari sedikitnya waktu bertemu? Anak-anak yang rindu, orangtua yang sealu berdalih :cari uang untuk kebutuhan
Mengkondisikan Komponen Pengasuhan (Keluarga besar, sekolah, lingkungan sekitar) untuk mengetahui pola pengasuhan yang benar
memang, kita tak bisa lagi menghindai kondisi bergaul dan berbauratau tak lagi bisa menghjindari menitipkan anak-anak kita pada orangtua /embah, atau tempat penitipan. Namun, kami menghimbau bahwa orangtua dan semua elemen pengasuhan harus memiliki standar untuk mengasuh anaknya. Misal,  jika memang dirumah aturan makan snack hanya setelah makan besar, ya tepatilah itu dimanapun

Keluarga besar, sekolah dan lingkungan harus memiliki ilmu tentang pengasuhan anak. Pengalaman saya memulai kampanye pengasuhan anak yang benar bermula karena saya merasa menjadi ’korban’ dari pola asuh yang salah dari orangtua teman anak saya (bingung kan? hehe). Anak saya tiba-tiba sangta mahir memukul dan berlaku kasar. Usut punya usut ternyata dia meniru temannya yang selalu jadi ’bos’ disekolah. Ternyat, lagi, si anak ditinggalkan ibunya hanya diasuh oleh nenek dan ayanya yang gemar sekali emmukul dan berlaku kasar. sang anak yang tak kuasa melawan, memuntahkan segala amarahnya pada teman-teman disekolah. Begitu selanjutnya sampailah anak saya yang tak bisa membalas, melampiaskannya pada adik, pembantu, dan saya.

Itulah mengapa saya merasa penting bahwa pengasuhan itu perlu ilmu. Kuncinya pada ATURAN yang jelas, Konsisten, adil, istiqomah, mengenalkan anak sedini  mungkin pada akbat dan konsekuensi dari perbuatannya. dan satu lagi bahwa ilmu parenting BUKAN menjadikan anak kita seperti malaikat kecil yang sellau manis. Ilmu parenting adalah bekal untuk kita, orangtua agar lebih benar mengasuh anak dan lebih pengasih.

3. Orangtua Pengasah
Poin ketiga tentang orangtua efektif  masa depan adalah orangtua peng ASAH. Rasa kasih dan pola asuh yang benar makin lengkap dengan kemampuan orangtua mengasah potensi dan tabiat baik. Modalnya : titen, telaten, hati-hati. Mengamati potensi anak-anak menjadikan kita dapat mengasah mereka menjadi anak-anak yang terampil

Tujuan jangka panjang dari mendidik adalah: menjadikan anak-anak kita terampil, mandiri dan mampu hidup di zamannya, mampu menghargai dirinya dan potensinya. Orangtua pengasah tidak pernah jeleh atau bosan mengamati dan menjadi teman belajar. Tidak mencela dan selalu ingin tau apa dibalik kebiasaan anak-anaknya. Kecenderungan negatif mampu diatasinya sedini mungkin dan kecenderungan positif anak mampu diolahnya menjadi sebuah potensi hebat dan bekal untuk tetap eksis. Bekal spiritual menjadi landasan utama sebab orang beriman akan menjadi pribadi yang optimis
Mengasah juga berarti melihat dengan adil dan bijak. Mendampingi dan tidak enggan berkomunikasi. Orangtua pengasah mampu menjadikan anak-anaknya sahabat dan menjadikan anak-anaknya kembali padanya untuk meminta suluh dan tempat bertanya yang memajukan. 

SESI PENUTUP
Investasi kenangan Manis
Apa yang kita kenang dari  orangtua kita? Kebaikan dan masa kecil manis apa yang kita ingat dari mereka? Sejauh mana kenangan itu mempengaruhi kita? kalau saya, ingat benar disuatu hari mama saya membuatkan saya dan adik saya (kami saat itu masih SD) manisan susu dari susu murni dan tepung serta kacang kismis dan kenari. Manisan susu itu dibuat bulat-bulat dan diantar sendiri oleh mama ke sekolah. Saat itu mama berkata ”mama kangen kalian”. Ternyata itu menjadi ingatan luara biasa.

Pun saat saya beranjak dewasa, mamah membelai ujung rambut saya sampai kaki dan mengatakan pada saya “Semua tubuhmu ini berharga untukmu dan untuk mamah.jangan sampai kau rusak dengan sia-sia. Tutupilah karena ini berharga. Lihatlah makanan itu, ia tidak tertutup makanya banyak lalat yang menclok (hinggap). Lihatlah perhiasan itu yang berharga dan selalu ada di tempat yang aman” Dari sanalah saya belajar menutup aurat. Saya belajar  mempertahankan prinsipi, saya belajar percaya diri sebab ibu saya, ayah saya sangat mempercayai anak-anaknya. 

Ayah, ibu mari kita perbanyak kenangan manis dengan anak-anak kita. sesederhana apapun itu. Maafkan jika saya termasuk yang kurang setuju bahwa kualitas pertemuan bisa menggantikan pertemuan (kuantitas). Mungkin , tapi tidak selalu. Sebab bahasa rindu anak-anak begitu kuat. Kita tidak bisa menjelaskannya dengan angka-angka dan pembelaan bahwa kita bekerja atau apapun untuk masa depan. mereka sudah rindu, yang perlu kita lakukan adalah membalas kerinduan mereka. Saya sangat salut dengan seorang teman yang meskipun sibuk, karena profesi dokternya tapi saya tau car mendidik anaknya sangat baik. Setiap kali ada ‘pertengakarn’ kecil dirumah, atau apapun anaknya selalu menelpon beliau dan ditanggapi dengan baik, sabar dan memberi solusi. Ya, saya tau membersamai di waktu-waktu sibuk kita benar-benar memerlukan kesabaran. Tapi, mari kita yakini itu semua sebagai investasi kenangan

Yakini bahwa kenangan-kenangan manis itu akan membuat anak-anak kita mencintai, menghargai, menghormati, mentaati dan mendoakan kita hingga akhir hayat. 

Menjadi Orangtua optimis
Allah menuntun kita untuk berbakti pada orangtua. (QS.Al-Israa’:23 -24). Sikap mulia itu pasti ingin pula kita dapatkan dari anak-anak kita. Ya, tetap optimis meskipun memang sulit dan penuh ujian disetiap fase mendidik anak-anak kita. tapi mari kita optimis dan terus belajar. Dengan siapapun bahkan dari segala polah anak kita kita mendaptkan satu eprsatu mata ajar baru. Mari tetap optimis, mari tetap belajar. Sebab, anak-anak ‘nakal’ tercipta dari kita, sebab anak-anak hebat pun tercipta dari kita. Jadi mari memilih dan bertanggungjawab dengan pilihan itu. Mari kita perbaikai hubungan dengan Allah yang menggenggam hati anak-anak kita. Mari kita perbaiki hubungan dengan suami, istri, keluarga besar , tetangga, guru-guru anak kita, sahabat-sahabat anak kita, sebagai orang-orang yang akn turut mendidik dan menjaga anak kita.Mari belajar lebih benar untuk mengasih, mengasuh dan mengasah diri kita dan anak-anak kita! Salam Inspiratif