Kamis, 09 Februari 2017

Berani Menikahkan Anak-anak Muda

Masih tentang muhasabah 13 tahun pernikahan. Setiap saya mengingat pernikahan kami, saya selalu trenyuh dengan para orangtua kami. Abah dan almh. Mamah saya, dan Bapak Ibu mertua yang sudah lebih dahulu menikahkan 2 kakak tertua suami, juga di usia dini. Para orangtua kami yang benar-benar mengikuti perintah Allah
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui..[An-Nur/24:32 ]. 
Dan, para orangtua kami yakin benar dengan hadits Rasulullah,
ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ تَعَالَى عَوْنُهُمْ : الْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَ الْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْعَفَافَ

"Ada tiga golongan, Allah mewajibkan atas Dzatnya untuk membantunya: (yaitu) Orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah untuk menjaga kehormatan diri dan budak yang berusaha membeli dirinya sendiri hingga menjadi orang merdeka ". [HR. Ahmad, at-Tirmidzi dll. Lihat Shahihul Jami' no. 3050]

Menikahkan para muda saat ini, bukanlah hal mudah. Tuntutan para orangtua terhadap kemapanan calon mantu atau anak mereka sendiri menjadi salah satu alasan para pemuda sholih dan sholihah belum mensosialisasikan rencana menikah mereka, atau menunda-nunda karena khawatir ketemu calon mertua namun terlanjur memberi PHP pada calon belahan jiwa , akibatnya? Pacaran bertajuk pacaran Islami, pacaran meski tak berinteraksi fisik, atau ‘cinta dalam diam’ pun terjadi. Duh..

Untuk itulah, setiap kami mengingat jasa orangtua kami diawal-awal menikah hingga saat ini, rasanya salah satu yang menjadi sebab keberkahan pernikahan kami adalah keikhlasan mereka menikahkan kami dengan penuh kepercayaan dan ketawakkalan akan jaminan rezeki dari Allah untuk kleuarga anak-anaknya.

Keberanian para orangtua kami bukan hanya karena mereka paham bahwa tidak ada ‘pacaran’ dalam tuntunan agama ini. Juga, bukti bahwa  pengaruh dakwah keluarga begitu memegang peranan penting dalam keluarga besar kami. Saya mencoba membuat poin-poin pelajaran dari ‘keberanian’ orangtua kami dalam menghantarkan putra putrinya menikah di usia muda,

1Keikhlasan

Banyak pasangan muda seusia saya saat itu (13 tahun lalu) yang terpaksa meniti ‘karier’ pacaran begitu lama karena orangtua mereka menuntut anak-anak mereka sukses berkarier, menunda pernikahan, bahkan mensyaratkan beberapa ‘balas budi’ terhadap para orangtua jika memang ingin menikah muda. Saya heran saat mendengar curhatan-curhatan mereka. Apakah orangtua saya tidak ingin saya berkarier tinggi , nikah setelah lulus kuliah dulu dan bekerja? Sempat, tapi tidak lama. Abah saya bahkan pernah menjodohkan saya saat saya usia 20 th. Hihi. Tapi saat itu saya yang menolak, karena si calon meminta saya untuk berhenti kuliah dan mengikuti beliau. OOOh noo. Bagi saya menikah muda, tidak boleh meninggalkan hak orangtua atas saya : menyelesaikan kuliah.
Maka, pelajaran yang saya ambil, orangtua kami berdua sangat ikhlas mendidik kami, membiayai kuliah kami, tanpa meminta ‘balas jasa’ dan syarat saat jodoh kami sudah datang. Satu hal yang ditanyakan Abah saya sekali saja saat ‘berproses’ akan menikah ; “Terus gimana nulis bukunya? “ Jawab saya “ Insya Allah aku tetep nulis buku Bah, bahkan mungkin bisa lebih produktif nulis” hehe

2Kepercayaan

Hal lain yang saya syukuri saat kami berdua mengutarakan niat menikah adalah kepercayaan orangtua pada keputusan kami. Orangtua menghargai proses ‘pencarian dan perjodohan’ kami yang tidak mengenal pacaran. Mereka sangat percaya dengan kesungguhan kami untuk meniti biduk rumahtangga yang mandiri di usia muda. Kepercayaan itu dibuktikan dengan tidak menuntut  dan mempersulit kriteria pasangan hidup kami. Asal nasabnya baik, paham agama dan bertanggungjawab. Bahkan, ayah saya nggak nanya detil lho calon saya ‘kerja’ apa buat menafkahi anak gadisnya ini

Disinilah kami justru sangat menjaga amanah itu hingga saat ini. Kami tidak ingin menampakkan apa-apa yang sekiranya menggelisahkan orangtua. Bahkan, biaya kuliah semester akhir pun saya nggak mau lagi dibayarin ayahanda karena sudah menjadi tanggungjawab suami doong.

3Support Finansial

Ini poin yang sering menjadi masalah bagi para pemuda untuk menikah. Kami pun mengalaminya. Menikah disaat masih sama-sama kuliah, apalagi suami kuliah di negri orang, bukan perkara mudah. Disinilah saya melihat pelajaran besar dari bapak ibu mertua dan kakak-kakak ipar saya dalam menjaga izzah anak lelakinya hehe. Diawal menikah, biasanya bapak ibu mertua kami mensupport beberapa kebutuhan menadasr misal mengontrak rumah dan sebagainya. Itupun kami kembalikan dari gaji kami setelah kami ‘cukup ‘ hehe. Keren. 

       Orangtua sebenarnya memiliki kewajiban untuk mensuppot anak-anaknya sampai mereka cukup untuk mandiri, tentu dengan beberapa unsur mendidik dan menumbuhkan tanggungjawab.

4Menghargai Rumahtangga Anak-anak

    Pelajaran lain yang berkesan dari orangtua kami adalah sikap orangtua kami terhadap rumahtangga anak-anaknya. Penghargaan atas pola asuh, keputusan keluarga kami, rencana-rencana dalam rumahtangga kami tidak pernah direcoki J
Orangtua kami sangat menghargai izzah kami, meskipun selalu siap pula untuk membantu dan memberikan masukan. Justru dengan sikap itulah saya dan suami selalu ingin membuat mereka ridho dan bahagia. Sekecil apapun, kami mengabarkan kabar gembira, meminta pertimbangan mereka.


Begitulah, orangtua-orangtua pemberani yang telah menunaikan kewajiban- kewajiban mereka dengan tulus, ikhlas untuk kami. Semoga Allah memuliakan mereka di Jannah-Nya kelak,aamiin

1 komentar:

  1. memang orang tua harus tetap bisa men-support anaknya ya saat awal-awal menikah
    dengan begitu mereka bisa berkembang menjadi lebih cepat

    BalasHapus