Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai Sang Surya Menerangi Dunia....
Bagaimana
jika Anda mencoba menyanyikan lagu itu
lamat-lamat? Bahkan saat mengetiknya untuk tulisan ini pun saya sudah mulai
menangis. Lagu sederhana itu selalu membuat kita bersyukur bahwa ada perempuan
hebat yang melahirkan dan mengasihi kita didunia ini. Perumpamaan ‘Sang Surya’
bagi sosok ibu menjadikan figur ibu memang begitu abadi sepanjang masa.
Bagaimana tidak?Sang Surya menerangi dunia di siang hari dan dimalam hari ia masih memberikan sinarnya kepada bulan
untuk tetap menerani semesta yang gulita. Hampir tidak beristirahat bukan?
Hanya mengalihkan sinarnya.
Masa
berganti dan kita pun bertumbuh menjadi calon-calon ibu dan kini menjadi
seorang ibu. Melantunkan lagu masa kanak-kanak itu menjadikan kita kini berpikr
ulang apakah anak-anak kita pun akan merasakan hal yang sama saat
menyanyikannya untuk kita? Apakah benar kita telah menjadi Sang Sang surya
dihati mereka?
Ditengah
gerusan hiruk pikuk kehidupan sarat materialisme, kebutuhan hidup yang merunyak
hebat, waktu yang cepat berlalu berkejaran dengan kesibukan kita yang tak
berjeda, peran-peran fitrah keibuan
terancam rusak dan tak lagi sempurnah. Tak ayal, fitrah –fitrah keibuan harus
segera dikembalikan lagi pada nurani para ibu yang masih ingin merasa lagu
mesra diatas dinyanyikan untuknya. Mungkin tiga fitrah keibuan dibawah ini
membantu kita mendapatkan kembali energi sebagai pendidik utama.
1. Ibu
yang Pengasih
Perempuan
memiliki naluri dasar untuk mengasihi
keluarganya, pasangan hidup dan anak-anaknya. Modal naluri keibuan berupa rasa
kasih sayang inilah yang menjadikan perempuan (ibu) mampu terus menerus
memberikan energi kasih sayang karena bagi seorang ibu pengasih, anak adalah
anugrah yang telah dititipkan dalam rahimnya untuk dikasihi sejak ia belum
dilahirkan. Kasus- kasus kekerasan pada anak-anak, kematian anak-anak ditangan ibu atau orangtuanya memiriskan
nurani kita bahwa mungkin ada yang
tergerus dalam jiwa para ibu yang kalap itu, sebab tak mungkin fitrah
mengasihi ini hilang tanpa sebab. Ibu-ibu yang jenuh, frustasi dan merasa tidak
mendapatkan timbal balik kasih sayang dari pasangannya akan terancam kehilangan
fitrh ini.
Pun demikian, seorang ibu
pengasih pun harus mampu mengasihi anak-anaknya dengan kasih sayang yang adil
dan benar.Kasih sayang yang adil adalah kasih sayang yang pada tempatnya. Seorang
ibu yang mengasihi anak-anaknya dengan adil dan benar tidak harus menuruti
semua kehendak dirinya dan atau anaknya secara berlebihan hingga menjerumuskan
anak-anaknya tanpa sadar atas nama cinta.
2. Ibu
yang Pengasuh
Fitrah berikutnya yang sejatinya
tak boleh hilang dalam diri seorang ibu adalah fitrah mengasuh anak-anak
mereka. Interaksi dan kuantitas pertemuan antara ibu (dan ayah) bersama
anak-anaknya pada satu masa tertentu sebenarnya tidak dapat tergantikan. Tidak
dipungkiri dengan banyaknya tuntutan pekerjaan, kesibukan banyak orangtua yang
memilih menyerahkan atau lebih halusnya ‘mendelegasikan’peran-peran pengasuhan
pada pihak ketiga. Tempat penitipan anak, kakek nenek dan pembantu memang
menjadi fasilitas yang tampak membantu para orangtua mengasuh anak-anaknya.
Namun, yang tidak boleh hilang dan
diserahkan pada pihak lain adalah POLA ASUH yang benar yang dimiliki seorang
ibu atau ayah sebelum menyerahkan tugas pengasuhan pada pihak lain. Pola asuh
yang benar yang tidak dimiliki oleh seorang ibu, akan memberi dampak sesal dan
menyalahkan pihak lain.
Seorang ibu pengasuh akan menggali
ilmu pengasuhan anak-anak sesuai dengan tahap perkembangan mereka, memiliki
komitmen dan disiplin untuk mengenalkan aturan-aturan dasar
(keimanan,ibadah, etika/akhlak, budaya,
dan bahasa) pada anak-anak mereka.
Ibu yang pengasuh menjadi pusat
dan tempat kembali anak-anak mereka untuk tetap mempercayai mereka sebagai
seorang ibu yang hangat dan bijak.Pihak ketiga dalam pola asuh anak-anak
semestinya menjadi pendukung pola asuh yang benar itu sehingga para ibu tidak
menyesal dikemudian hari.
3. Ibu
yang Pengasah
Fitrah ketiga dalam membersamai
anak-anak bertumbuh adalah menjadi ibu yang pengasah. Anak-anak tak mungkin
kita biarkan hanya dengan kasih sayang dan kita asuh selamanya. Ibu yang
pengasah mengerti bahwa anak-anak mereka harus bersiap memikul tanggungjawab,
harus tumbuh dengan kedewasaan yang sesuai dengan usianya, harus benar dalam
pola pikir dan akidahnya.Pun ibu yang pengasah tau, bahwa anak-anak mereka pun akan
menjadi calon orang tua.
Maka, seorang ibu yang pengasah
akan sangat jeli menyeranta potensi anak-anaknya dan mengusahakan untuk
mengasahnya secara optimal. Seorang ibu yang pengasah tidak menjadi pendikte
masa depan dan kesuksesan anak-anaknya, akan tetapi menggali cita-cita dan
harapan mereka dan mendampingi anak-anak mereka meraih sukses yang sesuai
dengan potensinya dan membekali anak-anak mereka dengan ketrampilan hidup,
bukan sekedar pendidikan tinggi dengan serentetan gelar. Tak lupa, seorang ibu pengasah
mampu mengenalkan anak-anak mereka sejak dini pada tanggungjwab sosial dan
menyemangati mereka untuk memberikan sesuatu untuk masyarakatnya. Ibu pengasah
paham benar bahwa ia memiliki tanggungjawab untuk tidak meninggalkan generasi
yang lemah baik akidah, akhlak dan masa depan finansial anak-anaknya
Begitulah.Mungkin jika ketiga
Fitrah keibuan itu kembali kita hayati dan kita lakukan sesegera mungkin, akan
lebih banyak lagu indah tercipta untuk kita para ibu dan orangtua.Mungkin akan
lebih banyak anak-anak yang semakin mencintai keluarganya. Dan yang terpenting,
kita akan menghadap Allah sebagai para ibu yang telah optimal menunaikan amanah
terbesar : menjadi madrasah utama generasi.Selamat Hari Ibu!
[i] Penulis
adalah Pegiat Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) ‘BENIH’ Solo, merintis
klub dan sekolah pengasuhan anak, mengisi training keperempuanan dan keluarga,
tinggal di Solo Jawa Tengah.cp 081329460601,FB: Vida Robi'ah Al Adawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar