Sabtu, 22 Desember 2012

Mengembalikan Fitrah Keibuan : Pengasih, Pengasuh dan Pengasah

Kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa...
Hanya memberi, tak harap kembali

Bagai Sang Surya Menerangi Dunia....

Bagaimana jika  Anda mencoba menyanyikan lagu itu lamat-lamat? Bahkan saat mengetiknya untuk tulisan ini pun saya sudah mulai menangis. Lagu sederhana itu selalu membuat kita bersyukur bahwa ada perempuan hebat yang melahirkan dan mengasihi kita didunia ini. Perumpamaan ‘Sang Surya’ bagi sosok ibu menjadikan figur ibu memang begitu abadi sepanjang masa. Bagaimana tidak?Sang Surya menerangi dunia di siang hari dan dimalam hari  ia masih memberikan sinarnya kepada bulan untuk tetap menerani semesta yang gulita. Hampir tidak beristirahat bukan? Hanya mengalihkan sinarnya.

              Masa berganti dan kita pun bertumbuh menjadi calon-calon ibu dan kini menjadi seorang ibu. Melantunkan lagu masa kanak-kanak itu menjadikan kita kini berpikr ulang apakah anak-anak kita pun akan merasakan hal yang sama saat menyanyikannya untuk kita? Apakah benar kita telah menjadi Sang Sang surya dihati mereka?
                Ditengah gerusan hiruk pikuk kehidupan sarat materialisme, kebutuhan hidup yang merunyak hebat, waktu yang cepat berlalu berkejaran dengan kesibukan kita yang tak berjeda, peran-peran fitrah  keibuan terancam rusak dan tak lagi sempurnah. Tak ayal, fitrah –fitrah keibuan harus segera dikembalikan lagi pada nurani para ibu yang masih ingin merasa lagu mesra diatas dinyanyikan untuknya. Mungkin tiga fitrah keibuan dibawah ini membantu kita mendapatkan kembali energi sebagai pendidik utama.

1.       Ibu yang Pengasih
Perempuan memiliki  naluri dasar untuk mengasihi keluarganya, pasangan hidup dan anak-anaknya. Modal naluri keibuan berupa rasa kasih sayang inilah yang menjadikan perempuan (ibu) mampu terus menerus memberikan energi kasih sayang karena bagi seorang ibu pengasih, anak adalah anugrah yang telah dititipkan dalam rahimnya untuk dikasihi sejak ia belum dilahirkan. Kasus- kasus kekerasan pada anak-anak, kematian anak-anak  ditangan ibu atau orangtuanya memiriskan nurani kita bahwa mungkin ada yang  tergerus dalam jiwa para ibu yang kalap itu, sebab tak mungkin fitrah mengasihi ini hilang tanpa sebab. Ibu-ibu yang jenuh, frustasi dan merasa tidak mendapatkan timbal balik kasih sayang dari pasangannya akan terancam kehilangan fitrh ini.
                Pun demikian, seorang ibu pengasih pun harus mampu mengasihi anak-anaknya dengan kasih sayang yang adil dan benar.Kasih sayang yang adil adalah kasih sayang yang pada tempatnya. Seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya dengan adil dan benar tidak harus menuruti semua kehendak dirinya dan atau anaknya secara berlebihan hingga menjerumuskan anak-anaknya tanpa sadar atas nama cinta.

2.       Ibu yang Pengasuh
Fitrah berikutnya yang sejatinya tak boleh hilang dalam diri seorang ibu adalah fitrah mengasuh anak-anak mereka. Interaksi dan kuantitas pertemuan antara ibu (dan ayah) bersama anak-anaknya pada satu masa tertentu sebenarnya tidak dapat tergantikan. Tidak dipungkiri dengan banyaknya tuntutan pekerjaan, kesibukan banyak orangtua yang memilih menyerahkan atau lebih halusnya ‘mendelegasikan’peran-peran pengasuhan pada pihak ketiga. Tempat penitipan anak, kakek nenek dan pembantu memang menjadi fasilitas yang tampak membantu para orangtua mengasuh anak-anaknya.
Namun, yang tidak boleh hilang dan diserahkan pada pihak lain adalah POLA ASUH yang benar yang dimiliki seorang ibu atau ayah sebelum menyerahkan tugas pengasuhan pada pihak lain. Pola asuh yang benar yang tidak dimiliki oleh seorang ibu, akan memberi dampak sesal dan menyalahkan pihak lain.
Seorang ibu pengasuh akan menggali ilmu pengasuhan anak-anak sesuai dengan tahap perkembangan mereka, memiliki komitmen dan disiplin untuk mengenalkan aturan-aturan dasar (keimanan,ibadah,  etika/akhlak, budaya, dan bahasa) pada anak-anak mereka.
Ibu yang pengasuh menjadi pusat dan tempat kembali anak-anak mereka untuk tetap mempercayai mereka sebagai seorang ibu yang hangat dan bijak.Pihak ketiga dalam pola asuh anak-anak semestinya menjadi pendukung pola asuh yang benar itu sehingga para ibu tidak menyesal dikemudian hari.
3.       Ibu yang Pengasah
Fitrah ketiga dalam membersamai anak-anak bertumbuh adalah menjadi ibu yang pengasah. Anak-anak tak mungkin kita biarkan hanya dengan kasih sayang dan kita asuh selamanya. Ibu yang pengasah mengerti bahwa anak-anak mereka harus bersiap memikul tanggungjawab, harus tumbuh dengan kedewasaan yang sesuai dengan usianya, harus benar dalam pola pikir dan akidahnya.Pun ibu yang pengasah tau, bahwa anak-anak mereka pun akan menjadi calon orang tua.
Maka, seorang ibu yang pengasah akan sangat jeli menyeranta potensi anak-anaknya dan mengusahakan untuk mengasahnya secara optimal. Seorang ibu yang pengasah tidak menjadi pendikte masa depan dan kesuksesan anak-anaknya, akan tetapi menggali cita-cita dan harapan mereka dan mendampingi anak-anak mereka meraih sukses yang sesuai dengan potensinya dan membekali anak-anak mereka dengan ketrampilan hidup, bukan sekedar pendidikan tinggi dengan serentetan gelar. Tak lupa, seorang ibu pengasah mampu mengenalkan anak-anak mereka sejak dini pada tanggungjwab sosial dan menyemangati mereka untuk memberikan sesuatu untuk masyarakatnya. Ibu pengasah paham benar bahwa ia memiliki tanggungjawab untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah baik akidah, akhlak dan masa depan finansial anak-anaknya

Begitulah.Mungkin jika ketiga Fitrah keibuan itu kembali kita hayati dan kita lakukan sesegera mungkin, akan lebih banyak lagu indah tercipta untuk kita para ibu dan orangtua.Mungkin akan lebih banyak anak-anak yang semakin mencintai keluarganya. Dan yang terpenting, kita akan menghadap Allah sebagai para ibu yang telah optimal menunaikan amanah terbesar : menjadi madrasah utama generasi.Selamat Hari Ibu!


[i] Penulis adalah Pegiat Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) ‘BENIH’ Solo, merintis klub dan sekolah pengasuhan anak, mengisi training keperempuanan dan keluarga, tinggal di Solo Jawa Tengah.cp 081329460601,FB: Vida Robi'ah Al Adawiyah

Sabtu, 13 Oktober 2012

"Aku dan Ayahbunda" , Bundel Tua Ayahbunda : Warisan Cinta Mama

Nama majalah tumbuh kembang Ayahbunda sudah begitu familiar ditelingaku. Jika dihitung sejak aku intens  ‘mengenal’ buku, aku telah akrab dengan majalah tumbuh kembang itu sejak usia 6 tahun. Almarhumah mamaku telah berlangganan sejak tahun 1980, sedangkan aku lahir di tahun 1981. Tepatnya sejak edisi tahun 1984 beliau mulai mengumpulkan  dan menyuruh tukang jilid langganannya untuk membuat bundel  Ayahbunda.


Aku masih ingat masa kecil sepulang sekolah atau sambil main di restoran mamaku aku menantikan Ayahbunda edisi terbaru datang , aku langsung membaca bonus anak BUNCIL. Ada cerita si Tongki bebek, Keluarga Sayur, Koko dan Moni yang suka usil dan Moko yang baik hati, juga ceita bergambar serta pelajaran-pelajaran sambil bermain yang kini banyak didapat di PAUD.  
Meskipun kala itu tampilan Ayahbunda masih sederhana, namun jika kubaca lagi saat ini aku salut bahwa  di tahun 80’an, Ayahbunda sudah memperkenalkan banyak ilmu pengasuhan anak yang bermanfaat.

 Begitulah, Ayahbunda menjadi bacaan kami. Mungkin saat kecil kami ( saya dan dua adikku) hanya menikmati bonus anak  Buncil. Tapi seiring waktu  aku mulai membaca banyak pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, psikologi, bahkan cerita bersambung  novel  Totto Chan pun kutemukan di Ayahbunda edisi ‘jadul ‘ itu. Uniknya, booklet kecil berisi panduan untuk orangtua yang berisi apa yang harus dilakukan orangtua saat mendampingi anak-anak membaca Buncil. Keren khan?

Lomba dan Kompetisi Kreatif Sudah diperkenalkan Ayahbunda sejak dulu lhoo.Seperti yang ini nih Lomba Resep Makanan Bayi tahun1986! Keren khan??


Kenanganku bersama mama dan Ayahbunda  tak pernah terlupa. Aku ingat sekali, saat usiaku enam tahun.Tepatnya di tahun 1986.Aku berjingkrak melihat foto mama terpampang disalah satu  edisi Ayahbunda. Foto 10 Finalis Lomba Resep Makanan Bayi. Menemani mama ke Jakarta dimasa kecil saat itu begitu berkesan. Aku lupa di gedung mana event itu tapi aku masih sangat ingat mama naik kepanggung, bersama para finalis yang lain. Meskipun tak menjadi juaranya namun mama begitu bahagia. Dikemudian hari, resep makanan ciptaan beliau dari aneka kacang-kacangan ini beliau kembangkan dan beliau ujicobakan pada beberapa bayi prematur disekitar kami  yang mengalami kelambatan tumbuh kembang
Tiga dari 4 anakku masih bisa "menikmati" Bundel tua Ayahbunda
yang  dijilid mulai edisi tahun 1984!
 Majalah Ayahbunda ‘warisan’mama selalu menjadi bacaan yang menyenangkan. Saat aku menginjak SMP aku suka sekali kolom ‘Opini Anak’.Kolom ini kreatif dan unik. Berisi tentang pendapat anak-anak tentang tema-tema tertentu. Kolom ini menurutku sangat mencerdaskan karena melatih anak-anak usia SD kelas empat  sampai enam mengemukakan pendapat. Tema-temanya pun unik. Misal tentang apakah mereka senang dengan nama pemberian orangtua, atau apa alasan mereka menyukai pelajaran favoritnya. Sekali lagi, di tahun 1980-an pun Ayahbunda telah memiliki ide cerdas dan lengkap mengemas kebutuhan wawasan keluarga. 


  Waktu terus berjalan, Ayahbunda ‘warisan’ mama itu setia menemaniku sejak awal menikah. Bundel majalah Ayahbunda tua itu memberiku bekal  bahkan sebelum aku melahirkan anak-anakku. Secara isi bahkan tak jauh berbeda dengan majalah tumbuh kembang saat ini. Tapi aku begitu bangga setiap kali membaca bundel Ayahbunda ‘tua’ itu. Ada kenangan tentang  mamah,seorang ibu yang bersemangat belajar,dan betapa mama begitu telaten mengumpulkan majalah yang tergolong ‘mewah’ di masa kecilku. Bundel tua ayahbunda itu memberiku pelajaran bahwa mengasuh dan mendidik anak tidak bisa semaunya. Bundel tua ayahbunda itu mengingatkanku pada semangat almarhumah mamaku mengasuh kami.
         
 Kini aku telah memiliki empat orang anak yang lucu, sehat dan cerdas. Memang aku tak lagi berlangganan edisi cetak Ayahbunda karena zaman ‘online’ telah memudahkan segalanya. Sambil  mengasuh anak-anak, aktif di LSM Perempuan dan Anak, membuat artikel dan buku serta mengelola usaha rumahan , aku tetap setia dengan website Ayahbunda yang memberiku banyak informasi tentangpengasuhan anak dan kesehatan keluarga. Pun begitu, bundel majalah  tua warisan mama  masih setia kubaca, bahkan anak-anakku masih bisa menikmati cerita Buncil didalamnya, mewarnai dan belajar dari majalah tua itu. Kepada mereka aku berkata “ Kita rawat majalah ini ya, karena ini hadiah dari Nani (nenek) agar Umi pintar mengasuh kalian”. Terimakasih Ayahbunda, telah menjadi jembatan rindu dan cinta keluarga kami.Semoga selalu menginspirasi  keluarga Indonesia.

tulisan ini disertakan dalam kompetisi blog Ayahbunda.



Jumat, 12 Oktober 2012

Sekolah Ibu Mengasuh Anak : Meretas Cita-Cita Sekolah Orangtua

SIMAK : Sekolah Ibu Mengasuh Anak, Program LSM Kami
 Saat masih menjadi lajang atau masih memiliki anak satu saya pikir mengasuh anak-anak sepertinya tinggal mengambil saja apa yang baik dari orangtua kita. Ternyata saat anak-anak mulai bertumbuh dan bersosialisasi, bergaul dan mengenal tempat lain selain rumahnya, persoalan mulai bermunculan. Anak-anak mulai heran dengan apa yang tak pernah ia terima dan dengar dirumahnya. Selanjutnya anak-anak cerdas kita mulai mempraktekkan apa yang ia lihat dan menarik hatinya dirumah.Tak perlu benar, karena bahasa anak-anak Balita dan Batita adalah :suka dan tidak suka, menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Mulailah pola asuh yang berbeda-beda bertemu dalam sebuah tempat tak steril bernama : sekolah, rumah tetangga atau ruamh nenek.Hahaha... Dari mulai malas mengucap maaf lagi, sampai belajar menangis yang gayanya tak biasa, sampai belajar memukul dirumah sebagai pembalasan yang tak bisa dilakukan anak-anak disekolahnya. Sungguh, saya tidak sedang menghakimi institusi bernama sekolah.

Setelah persoalan-persoalan pengasuhan itu saya alami sendiri. Dan betapa seringnya keluhan mengasuh anak begitu memeningkan kepala. Maka LSM kami KPPA Benih sejak tahun 2011 mantap memilih jalur pembinaan keluarga dan mengajak para ibu (dan elemen pengasuhan lain) untuk belajar ilmu parenting. Maka kamipun memulai dengan mengajak sekolah anak-anak kami membuat klub ataupengajian khusus pengasuhan anak-anak. Dan kamipun secara rutin membuat Sekolah Ibu Mengasuh Anak setiap pekan. Tak muluk-muluk, kami hanya berharap dengan lebih banyak orang tua dalama sebuah komunitas yang sama memiliki pemahaman pola asuh dan cara mendidik anak yang benar maka akan lebih mudah meminimalisir perilaku-perilaku negatif mereka secara kompak.

Kurikulum
Sekolah mengasuh anak sederhana ini memiliki kurikulum wajib dan tambahan. Kami menyebutnya 'Tema Belajar". Misalnya di pekan pertama kami belajar tentang Parenting Skill, pekan kedua kesehatan keluarga dan nutrisi, pekan ketiga Character Building For Kids, pekan keempat Mother's Corner berisi tentang kebutuhan-kebutuhan wawasan untuk para ibunya.
Tema belajar akan dipandu seorang fasilitator (pembicara, ed) yang sesuai dengan bidangnya. Sedang tema belajar yang bersifat tambahan misalnya gathering, membuat event yang bermanfaat, ketrampilan dan memasak

Mimpi kami dengan menggandeng semua elemen dan komunitas sosial, sekolah-sekolah pengasuhan anak yang sederhana namun istiqomah akan membantu para orangtua mempunyai perasaan tulus, penuh semanagt dan juga mempunyai ilmu dalam mengasuh anak-anak mereka.Maka kami membuka diri untuk sama belajar dan merintis klub parenting dan kajian-kajian peolo dan pengasuhan anak di Solo dan sekitarnya.