Minggu, 28 November 2010

Menjadi Perempuan Hebat dengan Ber- Internet Sehat



      Perkenalan saya dengan internet bermula saat masih kuliah. Masih lugu. Sekedar punya e-mail, chat, dan sedikit-sedikit mengirimkan tulisan ke website-website majalah online. Termasuk juga browsing untuk keperluan skripsi dan menulis buku pertamaku. Setelah menikah dan memiliki satu putri  intensitas saya ke warnet lebih sering. Maklum long distance love kami jalani saat itu. Suami yang menempuh kuliah di Sudan membuat  kami punya jadwal nge –date untuk chatting. Sederhananya, saya bersyukur teknologi internet bisa saya kenal. Setelah kami berkumpul kembali di akhir  tahun 2006 dan mulai mengontrak rumah kecil dipinggiran kota kami, internet mulai menjadi kebutuhan.

Pekerjaan saya  dan suami sebagai penulis serta hobby gadget suami menjadikan kami memutuskan mengakses internet dan hingga kini kami sudah memasang speedy dirumah. Jujur, saya sangat terbantu dengan fasilitas ini. Pilihan saya untuk tidak bekerja diluar rumah dan menunda kuliah lagi  sampai anak-anak kami berusia diatas lima tahun membuat saya berkomitmen untuk menjadikan rumah kami menjadi home office. Saya menulis, menjalankan aktivitas di rintisan LSM dan rumah baca kami, mengasuh anak-anak dan sesekali memenuhi undangan bedah buku serta mengisi training atau kajian. Tentu saja semua membutuhkan wawasan yang up to date.
Beruntung saya memiliki pasangan hidup yang berwawasan, tidak gaptek (hehee) dan sangat akomodatif terhadap semua  cita-cita saya. Dukungan beliau diwujudkan dengan memberikan fasilitas internet 24 jam dirumah kami. Berinternet sehat menjadi aktifitas kami sehai-hari. Kini dengan belajar dari suami saya bisa mengelola blog, memanfaatkan facebook dan twitter, mengakses informasi dari berbagai website.

      Tentu saja, saya menyadari bahwa teknologi bernama internet itu sangat mudah pula membuat penggunanya menilik hal-hal berbau porno atau tidak bermanfaat.Tapi itulah teknologi, itulah alat, itulah dunia. Selalu ada dua sisi yang memberikan kita pilihan. Baik buruk, manfaat – mudhorot. Dan kita punya hati dan pikiran untuk menyaringnya. Kampanye berinternet sehat menjadi salah satu cara kita berupaya mengajak para pengguna internet agar memanfaatkan teknologi ini dengan lebih bijak dan penuh manfaat. Sebagai perempuan khususnya, saya banyak mengambil manfaat dari interaksi dan ’persahabatan’ saya dengan internet sehat agar saya belajar jadi ’perempuan hebat’ hehe. Setidaknya ada empat hal yang ingin saya bagi, semoga menginspirasi:

Satu : Internet Sehat Meluaskan Wawasan Perempuan         


Suatu hari, saya dan suami menunggu pemberangkatan bus ke kota Kudus, saat itu seorang loper koran menjajakan dagangannya. Saat melewati kami berdua maka ia menyodorkan koran ’serius’ dan harian nasional pada suami saya, dan pada saya? Ia menyodorkan beberapa harian dan tabloid gosip.Saya sempat tersinggung tapi kemudian saya tersenyum kecil, mungkin memang itulah imej kita, kaum perempuan secara umum : suka berita gosip, fashion, gak suka berita yang ’berat-berat’. hehee.Mungkin.

         Begitupun dalam era internet saat ini. Mungkin masih jarang kaum perempuan memanfaatkan si mesin pencari ’mbah Google’ untuk meluaskan wawasan atau semoga saja internet bukan hanya dimanfaatkan untuk pengisi senggang. Perempuan hebat dalam cita-cita saya adalah perempuan yang mampu memanfaatkan teknologi untuk keluasan wawasannya. Bayangkan saat ini tidak ada satu informasi pun yang tidak terakses. Jika kita mampu meluaskan cakrawala wawasan kita, apalagi kita yang beruntung telah mengenal teknologi ini, maka setiap hari adalah waktu-waktu belajar yang menyenangkan. Kita-perempuan- dengan segala peran dan potensi kita akan memiliki wawasan yang selalu bertambah dan akan membuat kita mampu mengikuti segala kemajuan zaman.

 Dua : Internet Sehat Meluweskan Pergaulan dan Menambah Jaringan
Luas dalam wawasan harus didukung dengan luwes dalam pergaulan. Tidak lagi dinafikan bahwa jejaring sosial seperti facebook dan twitter membuat seseorang mampu melipatgandakan jaringan pertemanan.
            Saya sendiri sangat mensyukuri ini. Dengan facebook saya menemukan teman-teman lama saya, pembaca buku-buku saya, bergaul dan berkenalan denganteman-teman baru orang-orang yang secara jarak  mungkin saya belum tentu bisa bertemu. Sikap luwes dan ’apa adanya’ juga saya terapkan meskipun hanya didunia maya. Namun saya yakin saat kita mampu mengelola interaksi dengan para sahabat kita di jejaring sosial, bersikap jujur dan apa adanya, maka persahabatan itu dapat terjalin seolah-olah kita sudah lama mengenal. Jaringan itulah yang dapat kita menfaatkan untuk menawarkan usaha, menangkap peluang bisnis dan bahkan dapat saling memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para sahabat kita. Bergabung dengan grup-grup minat, bisnis, blog walking, dan sekedar berkomentar yang santun dan positif dapat menjadikan kita sahabat untuk teman-teman kita

Tiga : Internet Sehat Membuat kita Kreatif dan Sehat

Teman saya pernah berkomentar , ” Alamak, sekarang mau bikin sambal bajak acar pake nyari di internet” Haha sekilas selorohan teman saya itu bernada menyindir tapi saya menangkap sisi lain bahwa betapa mudah hidup ini.  Bagi saya sendiri, untuk menjadi istri, isbu dan kelak nenek harus memiliki wawasan yang luas dan inovasi kreatif.

Perempuan hebat mampu memanfaatkan teknologi dan memberdayakan potensi akalnya untuk kreatif. Berinternet sehat membantu untuk itu. Saya memanfaatkan sebaik-baiknya segala macam informasi mulai dari resep masakan,tips  mendekorasi ruangan, membuat makanan bayi sendiri, membuat berbagai kerajinan tangan, berolahraga praktis dirumah, sampai tips cara menjahit pakaian. Saya jadi lebih kreatif dan bersemangat menerapkan hal-hal baru. Bayangkan, sekali duduk saya mendapatkan beragam informasi yang bisa saya terapkan dan saya modifikasi tiap pekan.

Bagi fulltime mom seperti saya, berinternet sehat membantu saya belajar hidup lebih sehat. Anak-anak saya pun saya libatkan dalam mencari informasi. Sering putri sulung saya bercerita pada temannya ”Umiku kan belajar dari internet, kata umiku kita bisa tambah kreatif dan pintar” .Ya,ya,ya... sekali lagi, teknologi dan informasi adalah ’bahan makanan’ yang bisa kita olah menjadi masakan yang lezat dan bergizi.

Empat :. Menjadi Pribadi  Bermanfaat dengan Internet Sehat

Saya selalu salut dengan orang-orang yang sangat rajin dan profesional mengelola blog atau website-website yang bermanfaat. Blog-blog dan  website-website bermutu itu dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang tiap hari. Dengan logika akal , tentu dia memberi banyak manfaat dengan tulisan dan pemikirannya, dengan logika yang lebih agamis, jika si pembuat blog dan website atau catatan-catatan di facebook itu bermanfaat dan diamalkan banyak orang dan meniatkannya untuk itu, berapa banyak pahala amal jariyah yang mereka dapat?

Jujur, itulah yang menginspirasi saya untuk lebih giat menulis catatan-catatan, bertekad lebih sungguh-sungguh mengelola blog saya tentang dunia perempuan dan pengasuhan anak, dan menjadikannya sebagai lahan amal sholeh. Bukankan sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat untuk orang lain? Bukankah setiap amal kita dapat menjadi sedekah yang menjadi pemberat timbangan di hari akhir? Saya banyak belajar dari orang-orang inspiratif yang saya temui melalui facebook, blog dan pertemanan di dunia maya. Saya yakin mereka adalah orang-orang berdedikasi yang mau membagi ilmunya. Ya! Berinternet sehat memberi kita peluang untuk lebih bermanfaat dengan ilmu kita, dengan profesi kita, dengan ketrampilan kita. Perempuan hebat tentu akan mengambil peluang itu: menebar benih manfaat untuk semua orang, disemua tempat.

Akhirnya, mari kita manfaatkan segala kemudahan yang dianugerahkan Allah pada kita. Kita manfaatkan teknologi sebagai bentuk kemudahan itu untuk menjadi ’sahabat’ kita dalam mencapai kebaikan-kebaikan yang bermanfaat untuk diri kita, orang-orang disekitar kita dan untuk dunia akherat kita. Selamat berinternet sehat, sahabat!     

Kamis, 25 November 2010

Sebulan Tanpa ‘Budhe’: Rupa-rupa Hikmah


            Sudah sebulan  ini kami tidak lagi memakai asisten rumahtangga (prt, khadimat, etc). Kami biasa memanggilnya ‘budhe’. Keputusan yang lumayan perlu adaptasai setelah selama satu setengah tahun ini bersama beliau. Banyak kebaikan dan loyalitas beliau yang masih selalu saya ingat. Tapi memang, ada beberapa hal prinsip yang akhirnya membuat saya sedikit terpaksa memberhentikannya. Selain karena SWOT saya atas manfaat dan mudhorotnya ternyata tidak lagi imbang, saya juga merasa hubungannya dengan anak-anak sudah tidak lagi sehat, plus keluhan sakit yang sering ia lontarkan secara ‘halus’ dan sering pula ia seolah menolak jika harus berhenti secara sukarela padahal saya sering merasa beliau tak lagi nyaman ( mungkin dalam 6 tahun pernikahan saya ganti khadimah 5 kali, jadi udah hafal tanda-tanda mereka udah gak tune in) hehe. Jadi sedikit curhat nih critanya. Well, pun begitu saya benar-benar seolah terlahir kembali.

Ya,ya,aya memang capek karena pekerjaan istri dan ibu itu 24 jam. Tapi sepenggal inspirasi dari seorang sahabat saya yang juga penulis, Jazimah al-Muhyi membuat saya merasa mampu menjalani ini. Apakah saya sesabar Fatimah Az-zahra yang meminta Rasulullah memberinya khadimah? Belum. Saya masih sesekali bersuara tinggi saat anak-anak benar-benar tak lagi bisa ditegur  dengan nada do re mi fa sol ( sebutan saya untuk ‘tahapan’ nada suara menegur anak-anak, agar tidak segera marah). Bahkan saat ayahanda saya tau saya tak lagi punya khadimat, beliau berkata : “Allah ingin kamu jadi ibu yang sebenarnya”. Subhanallah . Begitupun komentar suami saya, “Umi akan lebih mantap menyampaikan kajian-kajian parenting dan kerumahtanggan, kemuslimahan. Umi akan lihat hasil didikan umi yang sebenarnya ya saat kita tidak ada pembantu. Tapi kalau umi mau tetap cari, silakan.Abi Cuma tidak ingin umi kecapekan dan akhirnya mempengaruhi emosi. hehe” Subhanallah, saya pun akhirnya memilih tidak pake dulu kecuali mungkin sesekali memanggil pocokan ( khadimat paru waktu yang tidak tiap hari) untuk membantu membersihan rumah total atau menyetrika. Dan beberapa hikmah itu ingin saya bagi disini, boleh ya?!

Satu : Saya menjadi satu-satunya ‘model’ untuk anak-anak saya
Ya, ya.. saya merasa 1,5 tahun ini anak-anak sering mengadopsi beberapa akhlak yang kurang pas dari si ‘budhe’. Memang, saya juga bukan manusia sempurna. Namun target-target pengasuhan anak yang saya harapkan sepertinya mulai jauh. Mereka mulai sering bicara keras, ogah minta maaf (krena kata pengasuhnya: udah, gak perlu minta maaf udah dimaafin, walah. Atau: ah kalian banyak omong , saat anak-anak bercerita atau mengemukakan pendapat )Hff.. dengan menghandle sendiri anak-anak, setidaknya saya tidak lagi bisa mencari kambing hitam atas prilaku buruk anak-anak. Saya pun berusaha dan terus belajar agar saya menjadi ‘model’ dan contoh yang baik. Anak- anak juga mulai bisa kembali pada aturan main. Memang masih harus terus dilatih, tapi setidaknya saya merasa lebih hati-hati dengan ucapan dan prilaku saya, Insya Allah, amin.

Dua : Saya Belajar memberdayakan anak-anak saya

Salah satu yang saya yakini dari sebuah proses mendidik adalah menjadikan anak-anak kita mampu memberdayakan dirinya dan terampil dalam lingkungan. Tanpa asisten rumahtangga saya menjadi belajar memaknai kehadiran mereka yang luar biasa. Saat kesadaran bahwa mereka adalah-anak yang luar biasa dan hebat itu kita tularkan pada mereka, kita ungkapkan, maka kita dapati mereka menjadi anak-anak yang siap membantu dan dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas sederhana. Pemberian tanggung jawab itu yang menjadikan mereka merasa seperti ‘orang dewasa’.

            Saya masih ingat sejenak setelah pengasuhnya berhenti dan saya katakan ” Kita sudah tidak punya pembantu, budhe istirahat. Jadi...umi akan kerjakan sendiri semua pekerjaan rumah...” Eee.si sulung tiba-tiba nyeletuk

” Umi... pembantunya Umi ya anak-anaknya ini.Aku bisa bantu umi gantiin celana adek kan kalo ngompol” saya langsung terharu! Saya tidak menyangka kalimat itu muncul dari anak yang hampir lima tahun. Spontan kami bertiga (Saya, Maura dan Salma) berpelukan. Dan kamipun mengucapkan password kesukaan kami : karena kita bersaaatuuuu. Indah. Lagi-lagi ini pun perlu pembiasaan. anak-anak hanya perlu dijaga moodnya, dipuji kelebihannya, dipercayai, maka kita akan dapatkan ketaatan mereka. Suami saya sering mengingatkan saya tentang hal itu saat saya mulai jenuh dan bahkan sudah mulai bernada tinggi.hehe

Tiga :Saya Belajar Memenej Waktu
Ini yang bener-benar membuat saya kadang terengah-engah. Hihihi. Jujur, saya bukan tipikal orang yang runtut dalam mengerjakan sesuatu. Tapi subhanallah... tanpa khadimat saya jadi punya radar bahwa saatnya ini, saatnya itu, jangan menunda, jangan menumpuk pekerjaan. Maka sayapun memanfaatkan segala teknologi untuk menimba ilmu memenej waktu. Dari tulisan-tulisan teman, dari web, dari tanya-tanya. Hasilnya lumayan meskipun kadang masih ada yang tertunda terutama setrikaan dan kadang memasak juga agak keteteran karena si Farwah udah mulai butuh pengawasan serius  kalau tidak mau dia merayap sampai kamar mandi! haha. Begitupun belanja yang sebelumnya bisa diantar suami ke pasar tiga hari sekali dengan meninggalkan anak dirumah, kini saya harus terbiasa belanja seadanya di warung terdekat dan membawa bayi saya sekalian jalan pagi .sesuatu yang sejak lama jarang saya lakukan,

 Saya pun harus rela bangun lebih pagi agar lebih bisa melakukan banyak hal. Atau tidur malam lebih awal dengan mengeloni dan membacakan cerita untuk  anak-anak kemudian bangun lagi dan mengerjakan beberapa pekerjaan (terutama beberes  dan ngepel agar esok pagi lantai rumah siap lagi jadi arena bermain ). Saya belum begitu berhasil tapi setidaknya saya mulai bisa menghargai waktu untuk lebih produktif.

 Empat :. Saya Belajar Kreatif Mengerjakan Banyak Hal

Saya sejak lama mengamati dan mensyukuri bahwa perempuan adalah makhluk hebat. Biar kata ’hanya’ diberi satu akal dan 9 perasaan hehe, tapi itu semua dapat dipergunakannya untuk melakukan banyak hal. Apalagi kalau akalnya pas ’jalan’ dan perasaannya pas sehat dan  penuh optimis, maka Perempuan dapat melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu!

Menghandle pekerjaan rumah sendiri membuat kita kreatif dan peka. Kita selalu ppunya cara untuk menyelesaikannya. Anak nangis bersamaan, saya pake cara shabat saya, Jazimah dengan meninggalkan mereka sendiri dan keluar dari arena konflik (kalo kasusnya bertengkar) lalu ngadem, ternyata mereka jadi bisa menyelesaikan maslah mereka. Saya juga jadi penuh inisiatif. Beberes ini di hari ini, bersihin dapur total dihari ini, dan semua hal kreatif ternyata dapat sedikit mengalihkan capek. Apaka saya selalu bisa? Hahaa tidak juga. Anak-anakpun jadikreatif. Ikut memotong sayur sementara saya menggoreng ikan, walaupun dengan potongan yang sebisanya, toh sangat membantu. Termasuk saya jadi kreatif membuat mainan-mainan dari barang-barang seadanya.

Lima : Saya Jadi Lebih Sering Bermain dan Berkreasi Bareng anak-anak

Saat ada pembantu, saya menetapkan pukul 9 pagi sebagai ’jam kerja  saya’ saya menulis, atau melakukan kegiatan diluar rumah. Komputer menyala dari jam 9 pagi dan kadang saya biarkan menyala karena anak-anak pulang sekolah. Bahkan saya kadang hanya bersay hello dengan bayi saya sebentar saja. Meskipun tugas memandikan dan menyuapi tetap saya. Akibatnya? Anak-anak sering bermain dengan pengasuhnya. Dan semakain lama ternyat ada efek  yang membuat hati saya tak berkenan.

Kini saya merubah jam-jam aktifitas saya. Saya turuti permintaan kak maura untuk tidak menyalakan komputer dan internet jika mereka tidak tidur atau mereka sedang sekolah. termasuk, karena Haniyya hanya sekolah 2hari sekali maka saya pun off dari komputer saat dia dirumah.

Selama sebulan ini saya banyak membari kesempatan bermain dengan anak2. Meskipun-jujur- saya pun masih sering bercuap-cuap agar mereka juga nurut aturan, membereskan mainan, dan merapikan mainan yang terdahulu sebelum pindah mainan lain.Walhasil saya jadi ‘bermain lagi’. Saya mengajari anak2 ‘engklek’, ‘ meronce’, mengajak masak, membiarkan mereka bermain semprot air, dan mengajak mereka menciptakan puisi dan mengubah lagu. Saya menemukan lagi rasa yang dulu ibu saya pernah menceritakan pada saya : “kamu akan menjadi perempuan bahagia saat melihat anak-anakmu tumbuh dalam dekapanmu. Sabarlah karena saat itu hanya sebentar”
 
Enam : Saya Sedang Belajar Untuk Ikhlas
Saya bukan orang yang bisa berbasa-basi. Siapa yang tidak merasakan capek menjadi ibu rumahtangga? saya tidak membayangkan yang masih ditambah bekerja diluar rumah. Saya bukan tipe istri dan umi yang cukup ’sabar’ dalam artian mampu menahana emosi negatif. Meskipun aku sudah dikit-dikit praktek melepaskan emosi negatif dengan lebih ’cool’ toh aku masih kadang ’iri’ mengapa suamiku dapat sejenak  terlelap sepulang kerja? huuuh. tapi sebuah ucapan suamiku yang singkat, padatm jelas dan membuatku tersipu adalah : ”umi, tidak ada yang menafikan semua pekerjaan umi. Kita sama-sama bekerja berat tiap hari.Di jalan itu punya kelelahan sendiri. Bedanya, abi tidak pernah mengeluh dengan segala tugas dan kewajiban abi sebagai suami. hehhe” Glek!

Ya,ya,ya. Saya belajar untuk memaknai keikhlasan lebih sering. Meskipun sekali lagi, saya MASIH BELAJAR. Saya hanya perlu terus menancapkan tekad bahwa Allah akan melihat segala amal kita dan kita diberi banyak

Tujuh : Saya Tidak Lagi Tertekan
Saya merasa menjadi ’new mom’ . Saat saya berinteraksi dengan khadimah saya yang terakhir ini, begitu banyak tekanan pikiran dan perasaan. Saya bebasa menentukan semua target dirumah. Seacra fisik memang capek. Tapi hati dan pikiran saya lumayan bebas. Saya bebas membuat ’acara’ dan bagaimana cara membereskan rumah. Saya tidak harus berulangkali menegur dan menahan napas (karena udah nyerah, negur berulangkali). Saya menurunkan standar saya tentang hal-hal idealis yang belum saya capai. Saya tidak lagi tertekan karena volume keras budhe yang kadang membuat anak-anak saya meniru. Pfff..intinya saya kembali menjadi ’kepala urusan rumahtangga’ di negara kedaulatan saya dan suami hihihi

Delapan : Saya Belajar Tetap Menjadi Ibu ’Aktif dan Produktif’
Saya pernah ’sesumbar’ –semoga diampuni Allah- bahwa saya tidak akan ’turun mesin’ setelah menikah dan punya anak. Artinya, meskipun tentu tidak lagi sama saat lajang, tapi saya tidak mau ketinggalan dengan aktifitas produktif. Idealisme memadukan ranah domestik dan publik membuat saya –memang- harus rela bangun lebih awal dan tidur lebih sedikit. Saya menancapkan azzam(tekad) bahwa saya harus tetap menyempatkan membaca apa saja yang bermanfaat (satu halaman buku atau satu dua artikel dalam satu hari ), saya harus komitmen menjaga stamina menulis dengan menulis catatan di facebook atau posting blog, saya harus tetap mengisi kajian atau mendatangi kajian rutin pekanan, saya harus bisa berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat saya. Saya sedang belajar, ya, b e  l a j a r.

            Memang, saya tidak lagi bisa pergi ‘sorangan wae’ saat mengisi kajian atau acara diluar rumah. Saya harus membwa minimal anak terkecil –karena kakak2nya kadang ikut tanteku- saya harus menyiapkan bekal, ASI perah dan mampu menjaga stamina. Tapi toh saya enjoy. pernah suatu hari saya membawa si Farwah mengisi kajian di kampus UNS, semua mata melihat padaku. Mahasiswa, dosen, karyawan menatap aneh bahwa pembicara bedah bukunya bawa anaka dan tas bayi yang besar. Ternyata setelah hampir lima tahun tidak begitu (terakhir saya lakukan saat maura berumur 5bulan) saya bisa dan bayi saya pun dapat bekerjasama.

Sembilan : Saya Belajar Membuat Prioritas dan Bargaining Saat harus Mengisi Acara di Luar rumah
Ini yang harus saya terima dengan legawa. Saat tidak ada khadimat dengan tiga anak seperti sekarang saya harus mampu membuat prioritas. Suami saya pun akhirnya memabantu saya ’menegaskan’ untuk membuat prioritas dengan membuat aturan jika saya harus mengisi kajian atau acara diluar rumah yang dimulai pk.08.00 maka saya sudah harus kembali kerumah sekitar pk.11.00 dan itu berarti saya harus membuat bargaining dengan panitia yang biasanya ’molor’.

Saya mulai belajar  berkata ”saya hanya bisa sampai jam11.00 jadi tolong tepat waktu ya mbak, gimana?” atau saya mulai terbiasa berkata ”Maaf, saya tidak bisa karena hari itu saya sudah ada acara keluar rumah, saya tidak bisa membuat acara dua kali dalam satu hari” atau ”Saya tidak punya acara hari itu, tapi saya izin suami dulu,ya!” atau  ” maaf, saya harus membawa bayi saya, apakah ada panitia yang bersedia membantu saya selama acara berlangsung?”  terus terang itu semua membuat saya belajar berkata tidak atau belajar membuat keputusan yang ’save’ untuk semua. Pernah saya keluar rumah dengan perhitungan waktu yang meleset dan saya menyesalinya karena ada hak suami dan anak-anak yang terabaikan hari itu.

Selain itu, saya mulai mengenalkan pada dua putri tertua saya bagaimana sikap yang sebaiknya mereka punya saat harus ikut acara ’serius’ bersama saya. Misalnya saya akan mengkondisikan mereka tidak merusak konsentrasi oranglain, membawakan mereka bekal,baju ganti,  alat gambar, buku, kertas lipat,gunting , lem dsb  hehee. Ternyata anak-anak semakin paham juga kalao kita libatkan

Sepuluh : Saya Kembali Bertawakkal Pada Allah
Diatas semua hikmah, saya menempatkan ini di penutup meskpun inilah justru yang utama. Sekedar info, sejak menikah dan memutuskan mengontrak, saya telah berganti 5 khadimat dalam jarak 4bulan sekali. Baru yang terakhir ini ikut lama banget 1,5 tahun. Saya justru merasa selama ini mungkin ’terlena’. Saya mengambil hikmah bahwa tanpa khadimat, saya kembali bertwakkal pada Allah bahwa Allah akan menurunkan pertolongan. Ketergantungan saya pada Allah jadi semakin tebal karena benar-benar pertolongan Allah itu dekat.

Apakah pertolongan Allah itu hanya sekedar mengirimkan pembantu pengganti? Tidak selalu. pertolongan Allah itu dapat berwujud dengan anak-anak yang seharian kadang bisa nuruuuut banget, atau berujud dari terjaganya kesehatan anak-anak, kesabaran suami, kadang pertolongan itu berwujud dari kesiapan kita untuk menerima ’kehirukpikukan’ dan keberantakan dengan lapang dan sabar. Kini saya hanya sesekali memanggil orang untuk membantu menyetrika saat saya sudah benar-benar lelah, dengan niat tetap menjaga stamina hehe

Sungguh, saya pun masih  berencana kelak punya khadimat/pembantu yang bisa saya ajak mendidik anak-anak saya dan mengatur rumah. tapi tidak sekarang. Mungkin ini saatnya saya mendidik dan menempa diri saya bahwa menjadi istri dan ibu itu adalah kesempatan untuk memohon pertolongan Allah dan membuktikannya saat letih dan lelah menandak-nandak ditubuh kita dan benar-benar tidak ada yang menolong selain Dia. Semoga menginspirasi!          

Senin, 01 November 2010

Apa Yang Sebaiknya Ada di Lemari Dapur dan Kulkas Kita ?



            Ini catatan  ringan aja. Pengen berbagi buat temen-temen yang mungkin sibuk kerja dan atau buat mamah-mamah muda yang pengen berusaha ‘bikin apa-apa’ sendiri. Daripada beli jajan diluaran dan bahan-bahan ‘persiapan’ kala hujan dan anak-anak merengek pengen sesuatu. Atau…. saat anak-anak uring-uringan , mungkin memasak bersama bisa meredakan emosi.
            Gak semua bahan-bahan ini ada didapurku sob, cuman memang kuusahakan ada biar kalau pengen bikin apa-apa siap. Yuk mulai
  • Aneka Tepung
Aku suka beli macam-macam tepung. Terigu protein sedang (segitiga biru) untuk macam-macam gorengan dan kue, tepung sagu untuk campuran membuat bakso atau dibuat bubur, tekstur dan fungsinya mirip dengan tepung  tapioka atau kanji. Sssst..tepung kanji ini juga berguna saat lem kertas habis hihihihi tinggal bikin lem untuk main  tempel2 an
Tepung Maizena  ada juga. Tepung lembut ini berguna untuk membuat vla, bubur bayi dan campuran membuat kue kering agar teksturnya lebih lembut
Tepung Beras untuk bikin aneka penganan seperti bubur sumsum, nagasari atau untuk campuran bikin adonan saat bikin gorengan bersama si terigu dan kanji.
Tepung Roti untuk baluran, untuk celupan bikin kroket lah, bikin risoles lah
  • Aneka Bumbu Halus & Rempah
Yang ini ikut-ikutan almh. mamah . Didapur selalu ada segala macam bumbu halus  dan rempah. Pokoknya bumbu-bumbu untuk Kare deh hehhee.. kan itu komplit rempahnya. Selain itu bawang merah, bawang bombay, bawang putih jangan sampai kehabisan jeng. Karena semua masakan butuh itu.
Dulu almh mamah suka pesen, sediakan cabe merah, cabe rawit. Cabe merah direbus, dinginkan, blender dan masukkan freezer, kalau butuh tinggal sendok deh (cermat ya ibuku, maklum pernah punya 3 rumah makan, boo)

  • Bahan-bahan kue dan panganan
Yang ini kadang bikin budget belanja agak mengembang hehehe. Mungkin kalau dipikir-pikir diawal bulan jadi ‘boros’ tapi ternyata menghemat sekian rupiah untuk jajan anak lho! Jujur, sejak Maura masuk playgroup dan kenal pelajaran memasak, aku lebih senang mengajak dia bikin makanan atau jajanan sendiri. Memang sih gak tiap hari, karena kadang si jajanan itu sudah datang dari pembantu, tanteku atau mbah putrinya yang weleh2 kalau ngirim snack, jadilah aku ‘ngumpetin’ snack2 toko itu dan memberikannya hanya sebagai reward.
            Telur : wajib nih, karena dengannya aku bisa bikin orak arik, pancake dan rupa2 lauk/kue
Essense: yang biasanya sih coklat, pandan atau cocopandan pasta. dengan ini, aku bisa bikin makanan beraroma atau kadang bikin simple syrup sendiri
            Margarin/mentega: nah ini wajib ada. Menumis, campuran adonan kue pasti pakai bahan ini
            Keju : meski gak tiap hari ada, kadang aku beli yang mini, jaga2 untuk taburan
            Meises: berguna buat taburan pancake atau donat
            TBM/ovalet: ini pengemulsi, jeng. Berguna untuk bikin bolu kukus,misalnya
            Ragi/Fermipan: Ini bahan untuk mengembangkan adonan. Bahan utama bikin donat
            Baking Powder: Fungsinya sama untuk pengembang kue/roti tapi biasanya untuk yang kering. aku biasa kasih sedikit BP untuk merenyahkan gorengan juga
            Mayonaise: Beli aja yang ukuran kecil karena termasuk bahan yang ‘awet’ dan jarang dipakai tapi sesekali pengen. Bisa untuk olesan, cocolan
            Bihun Jagung dan Misoa: hehe ini sih kadang bia untuk bikin bihun goreng dan vermiseli (lihat resep rumahan) .Tapi aku stop mi instan berbumbu masuk ke dapurku
            Roti Tawar: ini juga gak setiap hari ada karena juga harus segera habis, jadi belinya kalau pas ada order dari anak-anak atau abinya untuk bikin roti bakar
            Santan Instan atau Kelapa Parut : kalau santan instan biasanya Cuma untuk sesekali. nah kelapa parut ini bisa awet jika disimpan di freezer. saat ingin pakai, keluarkan dan ‘cairkan’ dulu esnya, jadikan suhu ruang, baru itambah air untuk memeras santannya. Oya, ada tips, santan yang udah diperas bisa dimasak sampe mateng, dinginkan dan simpan di kulkas, kalau mau pakai tinggal ambil aja.
            Gula Jawa: Bahan yang satu ini penting karena hampir semua makanan memakainya
           
           

  • Sayuran Beku & Bahan Mentah
Jagung Manis /Kernel Corn:  ini berguna untuk bikin penganan atau bakwan jagung , jagung manis susu, puding jagung
Sayuran Beku            : Nah ini kadang sisa banyak hehe,sayuran beku ini bisa untuk campuran nasi goreng, sop atau hidangan penutup lain
Pisang Kepok/raja     : karena hampir semua penghuni suka pisang goreng, maka buah ini meskipun tidak tiap hari, tapi seneng kalo punya
Kacang ijo : hehe ini favorit suamiku. bikin kacang ijo biasanya juga dipesen dulu sama beliau, habis kadang lupa hehe
Daging/ seafood: Biasanya kami belanja 3hari sekali/ pekanan untuk daging dan ikan. Di freezer aja sebelum dipakai. bisa awet dan tinggal dimasak apalagi untuk daging, kalau udah direbus, simpan kaldunya dalam tempat terpisah, simpan di kulkas dagingnya, olah sesuai kebutuhanJ
Susu Segar dan Kental Manis
            Sejak 6 bulan lalu anak-anakku kuhentikan dari susu formula. Selain aku semakin mengerti bahwa susu formula nyaris tak benar- benar ’sehat’, aku juga sedang melepas ketergantungan si tengah dengan susu dan menggantinya dengan makan. Akhirnya susu segar jadi stok yang bisa dimanfaatkan untuk campuran masakan begitupun susu kental manis yang kugunakan untuk campuran bikin penganan atau masakan.

yah, itu beberapa bahan makanan yang mungkin saya rekomendasikan untuk ada di dapur.Sekali lagi, sesuaikan dengan anggaran. Tak harus komplit bisa di atur sesuai menu.Yang jelas benar-benar membantu untuk bisa menyiapkan menu sarapan dan cemilan. Just share, semoga bermanfaat!