Sabtu, 23 Oktober 2010

Totto Chan : gadis Cilik di Jendela: Novel Inspiratif untuk Para pendidik

aku membaca novel ini secara berseri dari bundel majalah Ayahbunda Tahun 1985 milik almh. ibuku. Beruntung aku membacanya meskipun hingga kini aku masih mencari novel nya . masih terbit gak ya?? dan aku mencari resensi  buku ini  untuk kalian semua semoga terinspirasi.
*****
BUKU Totto-chan Gadis Cilik di Jendela ini memang bukan terbilang buku baru. Tapi jika ditilik isinya, buku ini tidak mengenal kata out of date. Tetsuko Kuroyanagi sangat piawai dalam mengemas kisah pengalaman hidupnya menjadi sebuah cerita yang lucu dan sarat makna.

Buku ini bercerita tentang Totto-chan, gadis cilik yang harus dikeluarkan dari sekolahnya di usia 7 tahun. Keingintahuannya yang besar tentang sesuatu, membuat Totto-chan kecil berbeda dan dipandang aneh jika dibandingkan dengan teman-temannya. Mulai dari memanggil pengamen jalanan untuk memainkan musiknya di dalam kelas, sampai berbicara dengan burung Walet yang bertengger di pohon samping kelasnya. Alhasil, Totto-chan dikeluarkan dari sekolahnya. Kemudian, oleh ibunya ia dimasukkan ke sekolah Tomoe Gakuen yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi.

Sekolah yang berlambang dua simbol kuno berbentuk koma yang berwarna hitam dan putih ini memang lain dari sekolah yang lain. Kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam gerbong kereta api yang sudah tidak dipakai lagi.

Jumlah siswanya hanya sekitar lima puluh orang. Sekolah ini juga tidak mengharuskan siswanya memakai seragam yang rapi dan bersih, malah sebaliknya sekolah ini menganjurkan untuk memakai pakaian yang sudah usang untuk pergi ke sekolah.

Bersekolah di sana adalah hal yang menyenangkan bagi Totto-chan dan kawan-kawannya. Jika di sekolah lain setiap anak diberi jatah duduk di satu kursi tertentu, maka di Tomoe, mereka bebas memilih di mana me-reka akan duduk.

Sekolah ini memberikan kebebasan kepada siswanya untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Setiap siswa bebas memilih pelajaran apa yang ingin dipelajarinya lebih dulu pada hari itu. Ada yang memilih membuat puisi dan ada juga yang melakukan eksperimen fisika. Metode ini memudahkan guru untuk mengetahui bidang apa yang diminati muridnya, termasuk mengetahui karakter siswa.

Belajar di Tomoe benar-benar menarik dan menyenangkan. Untuk makan siang saja harus ada ”sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” agar anak-anak makan dengan gizi seimbang. Selain itu, jika sebelum makan orang-orang Jepang selalu mengucapkan kata ”Ittadakimasu” yang artinya selamat makan, maka di Tomoe sebelum makan mereka menyanyikan lagu ”Yuk kunyah-kunyah baik-baik semua makananmu” baru setelah itu mereka mengucapkan ”Ittadakimasu”.

Setelah makan siang, biasanya mereka berjalan-jalan. Kemudian, ketika mereka melewati kebun bunga, guru akan menceritakan kepada mere-ka bagaimana bunga-bunga sawi bisa bermekaran.

Tomoe mengajarkan banyak hal kepada anak-anak. Dengan berenang bersama tanpa busana, kepala sekolah ingin mereka paham bahwa semua tubuh itu indah. Jika mereka yang bertubuh cacat ikut berenang, maka rasa malu akan kekurangannya, akan hilang sedikit demi sedikit.

Selain itu, Kepala Sekolah juga memberikan motivasi kepada anak yang tidak mampu bercerita tentang suatu hal sampai akhirnya anak itu mampu bercerita. Beliau juga mampu meyakinkan anak-anak bahwa mereka adalah anak yang baik dengan selalu mengucapkan ”Kau anak yang benar-benar baik, kau tahu kan?”.

Kepala Sekolah Kobayashi menghargai sesuatu yang bersifat alamiah dan ingin karakter anak-anak berkembang secara alami. Beliau sangat yakin bahwa seorang anak dilahirkan dengan watak baik. Oleh sebab itu, Kepala Sekolah Kobayashi berusaha menemukan hal itu dan mengembangkannya agar anak-anak dapat tumbuh dengan kepribadian yang khas.

Kehidupan sehari-hari Tomoe juga mengajarkan bersikap sopan kepada orang lain dan tidak boleh melakukan hal yang membuat orang lain kesal. Bahkan, membuang sampah di tempat yang benar pun dipelajari dari Tomoe.

Buku Totto-chan menggambarkan dunia anak-anak yang penuh dengan kepo-losan dalam memandang suatu hal. Bahasa yang digunakan lugas dan khas anak-anak. Ketika kepala sekolah mengatakan bahwa akan datang gerbong kereta baru untuk kelas mereka, mereka berpikir akan dibuat rel sehingga gerbong itu sampai di sekolah me-reka. Padahal sebenarnya gerbong itu diangkut oleh trailer yang ditarik oleh traktor. Ketika mereka belajar bagaimana bunga sawi mekar, mereka mengatakan, ”Ternyata benang sari tidak mirip benang ya?”.

Buku yang merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang keras di Jepang ini, berhasil merebut perhatian sebagian besar masyarakat Jepang. Pada tahun pertama buku ini diterbitkan, buku ini terjual hingga 4.500.000 eksemplar. Dalam buku ini dijelaskan bahwa sistem pendidikan di Jepang yang terkenal keras dan disiplin, bukanlah jaminan bahwa seorang anak akan berkembang dengan baik. Bahkan, bisa jadi seseorang yang tidak kuat dengan sistem tersebut akan mengalami tekanan mental dan bisa menjadi depresi.

Begitu juga dengan sekolah konvensional di Indonesia yang mengharuskan siswa hadir pada pukul 07.00 tepat dan pulang pada waktu yang ditentukan. Sistem ini juga belum tentu akan menghasilkan output yang baik. Banyak siswa yang merasa tertekan dengan apa yang dilakukan oleh sekolah dan standar kelulusan yang semakin merangkak naik dari tahun ke tahun. Jika dulu, ketika kita duduk di bangku sekolah, kita lupa mengerjakan PR atau nilai ulang-an jelek, maka kita akan mendapatkan hukuman. Sangat berbeda dengan Tomoe yang membiarkan muridnya berkembang de-ngan sendirinya sesuai minat yang dimiliki.

Sekolah konvensional dinilai tidak dapat meng-akomodasi semua kecerdasan yang dimiliki siswa. Bahkan, seringkali sekolah konvensional mematikan kecerdasan siswa yang luar biasa. Dalam hal ini, Sekolah Tomoe membiarkan siswanya berkembang sesuai dengan apa yang dimiliki. Selain membuat siswa merasa nyaman, kecerdasan yang mereka miliki dari lahir akan semakin terasah.

Sumber Majalahopini 35

Kamis, 21 Oktober 2010

i am a Dreamer

Perkenalkan Aku : Pemimpi
Namaku robi’ah al adawiyah, biasa disapa Vida. Tidak nyambung memang, tapi begitulah. Sapaan itu melekat padaku sejak kecil , ternyata mamaku ngefans dengan dokter kandungannya yang baik hati, Alm.dr.Hafidz Zaini, SpOG hehe. Tapi Apa daya, kakekku terlanjur urun nama yang akhirnya kusyukuri, Robi’ah Al adawiyah. Aku lahir dari pasangan hebat, mamahku : Aisyah dan Ayahku , M. Farzan Ali, lelaki yang kunobatkan sebagai orang paling optimis yang pernah kukenal .  Kini aku berusia 29 tahun  dan memiliki tiga putra putri yang sehat dan cerdas, suami yang medukung setiap ide kebaikan yang lahir dariku. Insya Allah.
            Aku selalu bersyukur dilahirkan dari kedua orangtua yang sangat menghargai segala keadaan kami. Abah  dan almarhumah mamaku selalu menjadi dua orang terpenting dalam hidupku. Aku benar-benar seorang pemimpi, cerewet  dan punya banyak minat. Mencoba resep masakan, belanja berjudul-judul buku, membuat kerajinan, jalan-jalan, bertemu orang-orang baru.Pff...sepertinya ini menurun dari ibuku .
            Aku tau kekuatan mimpi adalah sebuah sunatullah. Aku tidak mau takut bermimpi, meskipun kadang aku juga terjangkiti rasa pesimis. Aku seorang yang tak bisa diam saat sebuah ide mengelebat dalam saujana pikir dan renungku. Walaupun hanya sebuah rasa penasaran  mencoba gaya menjahit model kuno, misalnya. Aku tidak takut bermimpi, sebab aku membuktikan bahwa mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari.
            Aku pernah membaca tulisan suamiku di sebuah Jurnal Mahasiswa saat beliau kuliah di Sudan.Tulisan itu  tentang sejarah cita-cita dan kesuksesan. Seorang yang sukses pasti mempunyai ‘sejarah’ dan pembentuk mental suksesnya. Suamiku mencontohkan seorang Khalid bin Walid, pahlawan perang Yarmuk dan panglima perang termasyhur dalam sejarah Islam. Ternyata, kesuksesan Khalid membawa panji-panji kemenangan Islam bukan datang secara tiba-tiba. Kemenangan di Yarmuk, boleh jadi  sebuah puncak dari kegemarannya bermain perang-perangan saat masa kanak-kanak dan remaja di lembah Yarmuk! Luar biasa. Masih adalagi, ternyata kemenangan Afghanistan sebagai satu-satunya negri yang tak pernah tertundukkan –meskipun tetap diperangi oleh berbagai bangsa mulai dri Jengis Khan, Soviet dan kini Amerika- karena konon kabarnya rakyat Afghanistan adalah  anak turun Khalid bin Walid. Luar biasa bukan? Dan aku ingin menjadi salah satu perempuan pemimpi yang melahirkan anak turun yang sukses dunia dan akhirat.Amin

Kroket Makaroni Labu Kuning

Ceritanya, kemaren hujan deres dan anak-anak kayaknya masih pengen kudapan , sekalian bikin snack buat Abinya. Kebetulan ada labu kuning rebus sisa bikin makanan bayi dek Farwah. Ada makaroni yang udah kurebus. Tadinya mau nyoba praktek resep booklet Bogasari: Makaroni goreng . Oke karena bahan-bahan di kulkas memenuhi syarat untuk bikin korket, saatnya ajak nona-nona manis cooking together (hayah) dengan sedikit naik kursi kecil mereka, kuajak mereka pura-pura ikut praktek masak (begaya kaya chef di Koki Cilik atau di acara-acara masak)
Maura: ” Jadi ini bahan-bahannya ya bu’.Namanya apa ya bu masakan kita ini?” kata maura begaya nanya kayak bintang tamu
Umi: ”Iya Jeng, ini kita mau bikin kroket makaroni labu kuning”
Salma: ”Kami ikut-ikut ya bu, ngaduk ini ya bu” hayah, Salma sih kadang cuma ikut-ikutan pupuk bawang gitu. Kalau kakaknya udah benar-benar lumayan bisa diberdayakan  J
Singkat cerita, kroket lumayan enak (uji layak makan oleh dua putriku dan suami) dan ini kami bagi resepnya yaa.Oya, fotonya ini cuma ilustrasi karena udah tandas sebelum dipoto untuk upload :D
Bahan
Makaroni rebus 100gr
Tepung Terigu 150gr
Telur 1 butir
Margarin 3sdm
Air /kaldu 250cc
Labu kuning 100gr (bisa diganti dengan kentang) kukus, blender dengan air/kaldu
Sosis sapi potong kecil-kecil /daging ayam suwir/
Daun bawang,wortel
Tepung roti/panir
Minyak goreng
Bumbu:
3 siung bawang merah, haluskan
5siung bawang putih haluskan
½ sdt garam
½ sdt mrica bubuk
½ butir pala , haluskan
2sdm saus tiram /kaldu bubuk
gula sedikit aja
Cara buatnya
  • Kukus labu kuning, blender bersama air kaldu, masukkan bumbu2, panaskan diatas api kecil matikan saat hampir mendidih masukkan margarin, tepung terigu sambil diaduk rata hingga kalis,matikan
  • Masukkan saus tiram, makaroni rebus, sosis/daging, daun bawang, gula, telur kocok
  • Aduk rata adonan hingga bisa dipulung bulat-bulat/ lonjong, gulingkan diatas tepung roti, goreng sampai kekuningan dan matang
  • Makan dengan cocolan mayonaise atau sambal botol
  • Tips: adonan ini bisa disimpan dalam lemari es dalam keadaan udah dibulet2 dan digoreng saat mau disuguhkan
Selamat mencoba ya!

Selasa, 19 Oktober 2010

(Moms Go Blogging- “Memupuk Kecerdasan Bahasa Balita Kami: Sebuah Proses Menakjubkan”



Mengamati perkembangan anak-anak kami, menghayati mereka bertumbuh, menjadikan rasa syukur kami selalu mengalir. Tiga orang anak menjadi sebuah amanah bagi kami untuk mendidik mereka. Ya, karena menjadi seorang ibu, tidak berhenti pada melahirkan semata namun meniatkan mendidik mereka seoptimal mungkin. Perkenankan saya memperkenalkan mereka ya! Si sulung Kuni Maura Ahna, Desember tahun ini usianya 5 taun, si tengah Salma Haniyya Oktober kemarin genap 3 tahun dan putra ketiga kami Farwah Awwab Hafidz yang baru berusia 9 bulan. Puji syukur mereka lahir dan tumbuh dalam keadaan sehat.

            Bagi saya sendiri, mengasuh anak berarti mempersiapkan mereka agar dapat menghadapi kehidupan dengan penuh semangat, ketegaran dan ketrampilan. Karenanya selain memupuk kecerdasan spiritual dan moral, ketrampilan berbahasa menjadi salah satu perhatian kami. Sejak dalam kandungan saya sesering mungkin mengajak mereka bercerita, membaca Al Quran atau mengelusnya. Saat lahir sampai dengan 5 bulan pertama menjadi masa-masa pendekatan yang berarti. Pelukan, segera merespon tangisan dan melatih indra dengar dan penglihatan mereka adalah penting. Sejak usia 4bulan dan memasuki usia 7bulan (pengenalan makanan pertama, karena semuanya ASI sampai 6 bulan)  putra putri kami sudah kami kenalkan dengan bahasa-bahasa yang jelas. Kata ‘makan’ , ‘minum’, ‘umi/mama’, ‘abah/abi’ kami kenalkan dengan jelas tanpa cedal. Kami tidak mau mengajarkan kata-kata cedal, termasuk kami katakan pada pengasuh dan keluarga dekat, tetangga agar mengatakan kata-kata yang benar dan jelas saat berkomunikasi dengan anak-anak kami. Hasilnya? Dua putri tertua kami sudah dapat mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan jelas.

            Memupuk kecerdasan berbahasa diusia diatas satu tahun saya upayakan agar mereka akrab dengan banyak kata-kata, mengenalkan  mengenalkan buku, membacakan cerita, bercakap-cakap –meskipun mereka baru merespon dengan tatapan mata dan  suara bayi- harus dilakukan. Bayi kami Farwah, bahkan kini sudah familiar saat abinya membaca Qur’an di pagi hari dan merespon dengan antusias. Manfaat memupuk kecerdasan bahasa sejak dini benar-benar menakjubkan. Dua putri kami –Maura dan Salma- kini sudah dapat saling membacakan cerita, bercakap-cakap, mengenali dan mengungkapkan perasaan (sedih, gembira, kecewa, marah, terharu), bahkan ‘memprotes’ dan mengkritik saat saya melakukan sesuatu yang salah atau lupa. Maura –menurut bunda di sekolahnya- mampu menceritakan dengan runtut kejadian dari pulang sekolah hingga berangkat sekolah keesokan harinya. Kadang cerita gurunya disekolah membuat saya terharu.Termasuk saat Maura menegur teman-temannya untuk  mendengarkan bunda/guru yang sedang bercerita. Ternyata sikap kami untuk menghargainya saat bercerita dan memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan ‘apa pendapatmu, mengapa, apa yang kamu rasakan’ sangat berguna melatih keruntutan berpikirnya. Kemampuan bahasa verbal ini akan terus saya asah dan akan saya lanjutkan kelak dengan mengajarkannya menulis (agar mengikuti jejak orangtuanya  yang penulis hehe)

            Pun demikian, anak-anak kami bukanlah anak ‘steril’. Anak-anak kamipun seperti anak-anak lain yang berinteraksi dengan teman, pembantu, tetangga, bahkan keluarga besar yang tidak semua memberikan pengaruh baik dari aspek bahasa. Dimasa-masa meniru seperti saat ini, pengaruh bahas burauk, sedikit nylene dan bahkan bahsa yang kasar pun pernah mereka ucapkan. Namun reaksi wajar, bijaksana dan pelurusan yang penuh kasihsayang serta terus menerus akan membuat anak lambat laun mengikuti nasehat kita. Ya...jalan masih begitu panjang untuk mengasuh anak-anak kita. Yang perlu kita lakukan sebagai ibu adalah terus belajar dan mensyukuri setiap pertumbuhan dan perkembangan mereka. Semoga catatan kecil ini menginspirasi ayah dan bunda.

Kamis, 14 Oktober 2010

BUKU-BUKU PARENTING LUXIMA

Dear All…. Assalamu’alaikum. Mendidik anak dan mengasuhnya butuh ilmu. Untuk itulah kami menyediakan buku-buku parenting dan buku anak. Kali ini dari Penerbit Luxima. Silakan pilih dan segera pesan J Harga-harga dibawah ini sudah termasuk DISKON namun belum termasuk ongkos kirim ya. Cara pemesanan
  • Kirimkan Judul Buku pesanan ke FB atau sms ke 081329460601
  • Alamat lengkap , no HP
  • Transfer  Pembayaran buku + ongkos kirim ke Bank Syariah Mandiri Cabang Solo no rekening 0120151625 atas nama Robi’ah al-adawiyah
  • Setelah transfer harap konfirmasi, buku segera kami kirim setelah transfer

Daftar judul dan Harga Buku
1. SERI NEW MOM
JUDUL                                                           Harga Satuan (Sudah diskon)
a. Becoming New Mom                                                Rp. 52.000
b. Baby’s Corner                                                          Rp. 45.000
c. 20 Panduan Memilih Mainan Terbaik                        Rp. 75.000
Harga Pembelian PAKET (3buku ) Rp. 172.000                 

2. SERI PARENTING
            JUDUL                                                            Harga Satuan
a. 27 Cara mengatasi Emosi anak                               Rp.38.000
b.  Kamus Bergambar 3Bahasa   Rp. 67.000
d. Ordinary Mom                                                    Rp.28.000
e. Quantum Reading For Kids: Agar Anak Gila Baca Rp. 25.000
Harga Pembelian Paket SERI PARENTING ( 4 buku) Rp.158.000,-

Rabu, 06 Oktober 2010

Suatu Siang Bersama Prof. Wakitri : Belajar Tentang Spirit Mengabdi & Mendidik Generasi

 Siang itu aku bersiap meninggalkan rumah untuk bersilaturahim ke rumah seorang murid senior kakekku di MTA, bu Ummi Salamah namanya. Dengan sangat berniat, aku berangkat bersama aunty Maya (hehehe bulikku) kami memang klik banget karena telah merencanakannya beberapa waktu lalu. Perjalanan ke daerah Nusukan pun kami jalani dengan bersepeda motor. Sampailah kami di sebuah rumah di sekitar pasar meuble Nusukan . Rumah joglo yang kini jarang ada. Halaman yang luas dan masih ada tanah yang tak berbatu kerikil. Khas rumah-rumah kampung dimasa kecil saya. Pohon srikaya, mangga dan suasana adem membuat saya menikmati sembari menunggu ’eyang putri’. Suasana ’jadul’ tambah lengkap dengan alunan musik tetangga yang menyetel radio ’ABC’ Solo dengan lagu-lagu dangdut dan pop yang populer tahun 87 an.

            Sebenarnya, tulisan ini akan saya jadikan dua. Sebab hari itu saya bertemau dua ’eyang putri’ yang luar biasa hari itu. Asyik mengobrol dengan bu Ummi Salamah, tanpa saya duga saya bertemu dengan ’eyang putri’ satu lagi. Dengan usia yang sepuh, baju gamis dan jilbab lebar  bersahaja, perempuan tersebut ikut menemani kami mengobrol. Ternyata, hari itu saya benar-benar beruntung . Perempuan lanjut usia yang masih bernas itu bernama Profesor Wakitri, nama yang sering disebut-sebut Almarhumah ibu saya untuk contoh seorang perempuan berpendirian kukuh dan idealis, namun baru hari itu saya bertemu. Subhanallah, ternyata beliau adalah kakak bu Ummi Salamah. Saya baru tahu hari itu.

Beliau seorang guru besar UNS, seorang yang sepanjang kami mengobrol menunjukkan stamina pemikiran yang luar biasa. Jadilah siang itu saya seumpama peserta tutorial gratis dari seorang guru besar. Dari mulai mengobrol konsep pendidikan, PAUD, menyarankan saya kuliah S2 Psikologi atau PAUD sampai menawarkan saya berdiskusi lebih lanjut di lain hari. Beberapa penggal ‘kuliah’ dan obrolan penuh keakraban itu saya tuliskan ulang. Tentunya dengan bahasa yang lebih dinamis.Semoga menginspirasi. Terutama untuk semua orang yang peduli dengan dunia pendidikan, untuk para Guru. Bagi saya pribadi, bertemu dengan beliau adalah kesempatan memompa spirit mengabdi dan semangat belajar

Profesor (PW)  : “ Saya dari TK Bakti, Jeng.... ada halal bihalal. Ini Mbak Mayah ya, ”
Tante Mayah    : Iya Prof lama tidak berjumpa, dan ini cucu Ustadz yang mbarep, Robi’ah. Mau ngangsu Kawruh dan silaturahim biar belajar dari generasi sepuh.
Sayapun menjabat tangan beliau yang telah sepuh namun saya masih merasakan energinya
Saya                 : ”Wah, masih ada waktu prof untuk mengurusi TK. Masih semangat ya Prof, Subhanallah”
Profesor           : “ Wah kalau waktu, saya bisa saja  bilang tidak punya waktu.Tapi mereka butuh saya, dan saya masih punya ilmu. Jadi untuk apa saya tolak? Saya masih memberikan pengarahan untuk TK Surya Mentari, TK Bakti, saya masih memberi kuliah di Muhammadiyah Magelang. Kalau di TK saya bilang ke mereka, saya tidak usah dibayar tapi terserah saya mau datang kapan. Cukup fair kan Jeng? Toh saya ini tinggal mengisi KMS (Kartu Menuju Surga) dan tinggal mencari SMS (Sarana Menuju Surga) “ dan kamipun tertawa.

1. Pelajaran Tentang Semangat, Tekad dan Kemandirian

Saya     : "Ke Magelang (Univ Muhammadiyah Magelang) di jemput  Prof? " tanya saya
PW      : " Tadinya dijemput sampai kesini. Tapi suatu hari saya tanya sopirnya, dia ternyata harus bangun pukul 3 dini hari  kalau pas tugas jemput saya, ambil mobil di kampusnya, dan berangkat ke solo.Saya tanya subuhan dimana? Jawabnya di Meguwo. Wah kejam sekali saya kalau membiarkan orang kecil harus demikian susah. Akhirnya saya minta dia untuk menjemput saya di Ringroad saja, dekat agen travel melati."
Saya     : "Lalu profesor ke Jogja dengan travel?"
Prof      : "Saya naik bis Sumber Kencono, atau Bis Surabaya –Jogja kan banyak, jeng"
 HA?????!!!!! Saya membayangkan tubuh renta itu menaiki bus. Saya termangu. Pelajaran rendah hati yang manis.
Saya     : ”Subhanallah....Salut prof. Maaf ...usia profesor berapa, terlihat masih semangat lho prof, wah saya mesti dibagi resepnya” Dasar saya, biar kata didepan guru besar, asal dia udah sepuh dan suasana akrab sudah tercipta, saya mulai suka ’usil’ hihihi.Dan ternyata selera humor Profesor boleh juga

Prof      : ” Usia saya rokok Djarum, Jeng ( 76, pembaca.hehe) . Tapi saya selalu berkata pada diri saya bahwa saya bisa, bisa dan bisa. Allah pasti akan menolong saya. Sampai usia ini saya sehat. Baru- baru saja saya dibilang dokter ada sedikit masalah di kesehatan dan itupun hanya kalau saya banyak pikiran. Saya tidak mau ngoyo.”
            Obrolan itu membuat saya tersirap. Bagaimana masa tua saya kelak ya? Mampukah saya menjadi lansia yang terus bersemangat dan mandiri

2. Pelajaran Tentang Idealisme, Cita-cita dan Pengabdian

Bercerita tentang pengabdiannya sebagai guru, Profesor wakitri sangat terlihat menikmati, menghayati.
“ Orang tidak akan menyangka jika orangtua saya hanya guru biasa. Kami bertujuh toh bisa mengenyam pendidikan. Saya sendiri nyambi mengajar saat masih SMA. Hasil dari mengajar saya belikan batik halus, saya simpan , lama-kelamaan jadi satu almari.Dan Jeng tau? Untuk melanjutkan kuliah doktor saya, batik halus satu lemari dan satu kalung sebagai biayanya. Jeng, saya selalu optimis saya bisa sekolah sampai tinggi. Saya pernah berdoa disuatu malam, memohon kapankah orangtua saya tidak usah lagi membiayai sekolah saya. “
 Saya hanya terus merekam semua detil ucapan beliau dengab semampu memori saya. Seandainya saya tau bahwa rencana wawancara saya dengan bu Ummi tentang awal berdiri MTA akan seberuntung ini dengan bonus bertemu Profesor Wakitri, tentulah saya membawa handrecord dan kawan-kwannya untuk membantu saya merekam semuanya.

 Saya                : “ Apa kesan profesor tentang seorang Guru? Mengapa Profesor masih terus semangat memajukan diri dan orang lain?”

Profesor           : ”Mbak, guru itu model. Seorang guru harus dapat menjadi model kebikan. Mengapa? Karena mereka akan bertemu dengan anak-anak didiknya. Jeng tau, di TK kami guru haruslah menyenangkan, tidak boleh terlalu gemuk, atau merengut.Hehehe. Biarpun gemuk tapi dia harus menarik. Mengapa? Karena anak-anak yang senang melihat gurunya dia akan meneladani. ...Guru harus dapat mengasah dan mengasuh.

Saya                 : ”Profesor tampak mencintai pekerjaan sebagai pendidik, guru , dosen ya Prof..” beliau menatap saya dan tersenyum

Profesor           : ”Jeng, saya dulu saat pembentukan UNS, saya satu-satunya dosen yang dulu menentang digabungkannya universitas2 swasta menjadi UNS. Mungkin saya sombong, tapi saya merasa tidak level saat itu, merasa lulusan Gajahmada.(beliau tertawa) Saya pun enggan mengajar di Universitas swasta karena gaji saya tidak dianatar.Memangnya siapa saya? Disuruh ambil gaji ke kantor. Saya tidak mau.  Ini guyonan Jeng. Tapi itulah. Mengajar bukan semata-mata mencari Gaji. Jeng harus ingat. Kalau Anda bekerja pertama kali, carilah JENENG dulu, jangan cari JENANG.Artinya, anda harus bersungguh-sungguh agar orang melihat hasil kerja anda secara memuaskan. Uang, gaji (jenang istilahnya) akan mengikuti jika kita profesional dan tekun.
Sungguh, saya hanya bisa mengangguk, mencatat dalam memori saya, mengingat semua nasehat dan ’tutorial’ siang itu. Menghayati setiap petuah yang dituturkan oleh sang Eyang Profesor”

 3. Pelajaran Tentang Pendidikan Usia Dini
            Meskipun usia beliau telah kepala tujuh, namun yang membuat saya salut adalah dedikasi beliau untuk tetap membina beberapa TK Islam di Solo. Mengisi seminar untuk guru-gurunya dan membersamai mereka. TK –TK dibawah bimbingan beliau pun terus mengalami kemajuan.

Saya                 : “Apa pendapat Profesor tentang.... mendidik. Prof, kebetulan saya punya tiga balita dan saya ingin sekali membuat buku tentang kecerdasan bahasa. Saya senang hari ini dapat bertemu dengan Anda, jadi tambah referensi” Beliau tersenyum. Sungguh, kata tanteku ini kesempatan langka dimana beliau dengan sukarela menjawab semua pertanyaan saya, menceritakan pengalaman-pengalaman beliau dari jaman dulu2 hehehe

Profesor           : “Jeng, itu tema bagus. Jeng bisa mulai dari belajar psikologi perkembangan. Anak-anak di masa emas akan meniru. Untuk apa kita mendidik ? Bukankah kita ingin mereka segera bisa melakukan hal-hal yg dilakukan orang dewasa dengan baik dan benar? Mendidik adalah menjadikan anak didik kita mengerti apa-apa yang benar, jeng. Anda tau, tetangga saya yang anak kecil, Unet namanya jadi objek penelitian saya tentang bahas. Baru 1,5 tahun tapi dia sudah dapat mengapresiasi. Mengapa? karena saya melibatkan dia dalam keseharian. Saya sering mengajaknya jalan-jalan, mengenalkan padanya tentang semua hal di jalan.” (Lalu profesor memanggil Unet, gadis kecil itu memang bermata cerdas, apresiasi dan ekspresinya bagus)
Jeng bisa melanjutkan kuliah di S2 PAUD atau lansgung Psikologi saja. Karena Anda seorang praktisi ”
Saya terinspirasi. Eyang-eyang saja semangat ngajarin anak kecil berbahasa dan berkarakter baik apalagi kita???

Saya                 : ” Kurikulum apa yang menurut Profesor harus dikembangkan dalam pendidikan usia dini?”

Profesor           : ” Basic moral. Agama. Jeng tau multiple intelegence? Di Eropa danm Barat hanya da 8 kecerdasan, tapi Indonesia satu-satunya yang menambahkan spiritual dalam kecerdasan majemuk. Tapi masyarakat kita ini malas menggali nilai-nilai spiritualitas itu. Jeng tadi di komite TK  X ya? (maaf saya tidak sebutkan namanya) saya jadi ingat TK  BM ( maaf inisial. karena menyangkut nama) TK tersebut jadi seerti TK nya si Tokoh, bukan TK oraganisasi pegayomnya. Mengapa? Karena banyak sekolah yg menuruti tokoh bukan basic spiritual dimana mereka dilahirkan. TK yang baik adalah masuk dan menanamkan nilai pada anak didik dari otak kanan dulu, dari nilai-nilai basic, akhlak. Bukan mengejar kemampuan kognisi saja”

            Percakapan dua jam itu begitu membuat saya berasa ‘cerah’. Bahasa beliau yang 'tinggi' , pengalaman beliau bergaul dengan para ningrat dan guru besar serta orang-orang berilmu membuat beliau berbahasa dengan budaya tinggi. "Kita harus berbahasa dengan orang lain sesuai dengan budaya dan lingkungan mereka. Itulah mengapa saya memanggil para Guru besar yang keturunan kraton dengan 'panjenengan ndalem', misalnya. Hmm... itulah mengapa beliau juga memanggil saya dengan  "jeng'. Ngajeni aja kedengarannya saya senang deh hehe.  Jika bukan karena anak-anak telah saya tinggal lama, mungkin saya masih betah mendengarkan ilmu dari beliau. Saya masih punya banyak poin ‘ibrah’ untuk ditulis sebenarnya.Tapi ini pun sudah sangat panjang ya?!

Saya                 : “Profesor, terimakasih banyak atas ilmunya. Saya jadi kuliah privat nih prof”
Profesor           : “ Boleh, boleh... Jeng datang saja, kita janjian dulu nanti kita mulai dari Psikologi perkembangan ya? Saya senang bisa berbagi ilmu. Jeng telpon saja kerumah. Saya tidak mau bawa HP jeng, HP bikin kemrungsung, saya tidak boleh kemrungsung biar tetap sehat dan bisa memberi manfaat” Lalu beliau pamit sholat dhuhur. Saya pun merencanakan  membuat ‘jadwal’ untuk mendengar lagi kuliah beliau dirumahnya hehe. Sebentar kemudian beliau pun keluar lagi dengan membawa modul Diklat Pendidikan Profesi Guru .Beliau meminjamkannya pada saya.

            Sungguh, tak pernah lekang semangat bagi orang-orang yang memiliki spirit pengabdian. Sebagai apapun, kita harus berangkat dari sebuah kesadaran akan peran kita. Dari kesadaran dan semangat belajar yng terus kita pelihara, kita akan menjadi orang-orang yang terus menerus menularkan semangat untuk belajar, untuk memberi dan memberi apa yang kita punya. Salam inspiratif!