Sabtu, 04 Februari 2017

Mengembalikan Fitrah Pengasuhan dan Pendidikan Anak dari Rumah

           
Pendidikan dari rumah merupakan modal bagi tumbuh kembang anak-anak kita. Sungguh, sedianya, idealnya, orangtua memegang sendiri pendidikan anak-anak mereka terutama terkait penanaman aqidah, pembiasaan ibadah dan akhlak. Namun seiring kemajuan zaman dan teknologi, banyaknya peluang karier bagi para ibu, pendidikan anak sudah mulai diserahkan pada ‘pihak lain’ apakah itu pembantu, nenek kakek, ataupun sekolah. Penyerahan anak-anak ke sekolah-sekolah usia dini sebenarnya diutamakan bagi para ibu bekerja yang tidak memiliki pengasuh, demi tetap mencarikan lingkungan bermain dan belajar untuk anak-anaknya.  Sedangkan kini, hampir setiap anak di usia dini 2-5 tahun sudah mulai ‘keluar’ dan berpisah dengan para orangtuan mereka dan diasuh oleh para guru. Hal ini tidak bisa disalahkan, toh saya pun memasukkan anak-anak kami ke PAUD atau TK di usia 4 tahun sampai siap masuk SD

                Pun demikian, ada yang harus dipahami orangtua bahwa pendelegasian pengasuhan dan pendidikan formal di sekolah harus pula dibarengi dengan pola asuh yang seiring dirumah. Jangan sampai ketidaksiapan orangtua akan pola asuh anak-anaknya menjadikan para orangtua ‘bergantung’ pada sekolah untuk penanaman kebiasaan, karakter dasar  yang sebenarnya sangat efektif dicontoh anak dari orangtuanya.

                Untuk itulah, pendidikan berbasis rumah, lebih ditekankan pada pengembalian peran-peran orangtua untuk menyertai dengan proaktif proses pendidikan anak-anak mereka sebagai kerjasama dengan pihak sekolah. Misal, dengan memberikan pembiasaan, pendampingan program-program ibadah harian anak-anak dirumah, pembiasaan kejujuran, motivasi yang benar tentang prestasi, support orangtua dalam tugas anak-anak, bahkan sampai bagaimana merancang liburan dirumah berdasarkan laporan dan evaluasi hasil belajar anak-anak di sekolah
3 Fitrah Utama = Dimulai dari Rumah

                Orangtua , terutama dalam 7 -10 tahun kehidupan anak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan fitrah pengasuhan dan pnedidikan dari rumahnya. Jika dalam fase tersebut orangtua dapat mendampingi anak-anak dengan optimal, maka pada fase selanjutnya (11-15 tahun) anak-anak telah siap mengawali masa pra- akil baligh dan masa  akil baligh nya dengan kesiapan bertanggungjawab dan karya yang bermanfaat untuk masyarakat.  Untuk itu,  dalam pendidikan berbasis fitrah , Ustadz Harry Santosa menyebutkan bahwa fitrah setiap anak adalah berbeda. Mereka adalah anak-anak yang memiliki keunikan dalam bertumbuh dan berkembang. Disinilah pentingnya orangtua menjadi pendamping setia untuk melalui tahapan-tahapan pendidikan sesuai fitrah anak. Ada tiga fitrah utama yang harus tuntas tergali dan terdampingi terutama oleh orangtua dirumah

                Pertama, Fitrah Keimanan. Orangtua memiliki tanggungjawab mengenalkan Allah dan segala imaji positif tentang Allah sebagai RABB sejak usia 0-6 tahun pertama, misalnya dengan keteladanan, kisah, kejadian sehari-hari, mengenalkan diri dan  alam sekitar sebagai ciptaan Allah. Allah adalah Pencipta, Pemelihara. Fitrah keimanan ini dilanjut di fase 7-10 tahun dimana anak-anak mulai harus dibangkitkan kesadaran bahwa Allah adalah al Malik, dimana semua Perlindungan, Hakim, Pengawasan adalah milik Allah. Di fase berikutnya (11-15 tahun) anak-anak sudah mulai yakin bahwa Allah adalah ILAH mereka, yang menjadi satu-satunya yang Disembah dan diibadahi. Fitrah keimanan inilah yang semestinya tuntas sejak usia 10 tahun, sehingga tidak perlu lagi para orangtua ‘memukul’ anaknya untuk sholat, misalnya. Fitrah keimanan inilah yang menjadi dasar utama yang mestinya diberikan oleh orangtua dan dilanjutkan oleh guru di sekolah.

                Kedua, Fitrah Belajar.
               Fitrah kedua yang harus dibangkitkan oleh orangtua (terutama ibu, sebagai madrasah utama) adalah fitrah belajar. Orangtua harus membangkitkan kesadaran belajar dalam diri anak. Fitrah bereksplorasi, mengamati, mengambil hikmah,belajar di alam bebas, adalah hak anak. Dalam membangkitkan fitrah ini, di fase 0-6 anak dikenalkan pada kegemaran belajar, lalu dilanjutdi fase 7-10 tahun anak-anak sudah terbiasa mengikat makna dengan bahasa  dan tulisan. Bahkan dalam fase pra akil baligh dan masa akil baligh, hendaknya anak sudah memiliki kesadaran melakukan riset, melakukan karya untuk masyarakat. Membangkitkan Fitrah belajar inilah yang harusnya telah dipersiapkan oleh orangtua, sehingga tidak adalagi orangtua yang bingung mengapa anaknya sukar belajar, enggan dan malas membaca.

          Ketiga, Fitrah Bakat. Orangtua sebagai pihak paling dekat dengan anak-anaknya, semestinya dapat mulai menyeranta bakat anak-anak mereka sejak dini. Bakat dan talenta akan berkembang jika orangtua jeli dan terus membangkitkan kesadaran anak akan potensi dan kelebihannya. Jika  fitrah ini berhasil terdampingi dengan baik oleh orangtua, maka saat anak telah masuk diusia 11-15 tahun mereka telah mulai memiliki ‘project of life’ dalam dirinya. Bakat dan talenta inilah yang diamati dengan jeli oleh Rasulullah dalam diri para shahabatnya (yang rata-rata adalah pemuda). Hasil pendidikan Rasulullah dapat kita lihat dalam diri para shahabat Rasulullah dan tabi’in, tabi’u tabi’in. Mereka di usia 15 tahun, 17 tahun telah mampu membuat karya besar, mampu memimpin pasukan, mampu menaklukkan negri-negri kuffar. Masya Allah.
TANGGUNGJAWAB BERDUA
                 
                    Keempat Fitrah Perkembangan
              Bahwa anak-anak akan tumbuh sesuai dengan perkembangannya. Orangtua semestinya mendampingi perkembangan anak-anaknya dengan sabar dan telaten. Perkembangan yang dipercepat, tidak alami dan banyak terpengaruh orang-orang dewasa disekitarnya. Termasuk perkembangan pula anak-anak mulai mengenal lawan jenis, mulai mengalami 'protes-protes' kecil, adalah bahasa mereka bertumbuh kembangnya mereka. Ketergesaan orangtua agar anaknya 'cepat dewasa' justru akan melahirkan keterlambatan sikap dewasa dan sulit bekerjasama dengan pihak lain



                Jika ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, maka Ayah adalah kepala sekolahnya. Dalam pendidikan berbasis rumah dan fitrah, ayah ibu memiliki peran yang sama, seiring. Pola asuh tidak dapat dibebankan pada salah satu pihak. Ayah dan ibu mmeiliki peran yang saling mendukung. Bermusyawarah, menentukan program pengasuhan dan pendidikan dirumah, mendukung aturan kebaikan, memberikan pengawasan dan asih asuh asah dapat menyiapkan anak-anak yang matang dan siap dilepas  dimasyarakat kelak, Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar