Rabu, 26 Januari 2011

Klappetaart

Awalnya mau bikin kue lumpur buat snack pengajian abi semalam. tapi kok pas googling resep udah lama pengen nyoba Klappetaart, penasaran aja pernah liat di Bandung kayaknya menggoda. Banyak versi resep dan aku pilih aja yang paling simple. Trus ternyata ada dua jenis yang langsung makan disendokin di mangkuk-mangkuk kecil tahan panas, n yang bisa ’dipotong’ alias pake roti tawar. Yang pertama itu emang lebih creamy aja. aku nyoba dua-duanya. pertama gak aku kasih roti tawar , yang kedua karena terlalu lembek dan pengen bisa dipotong makanya aku tambah roti tawar disobek-sobek J trus topingnya yang kedua aku tambah keju. ah trus aku masukin lemari es hmm...lumayan ahsilnya ,meski agak kemanisan.

            Resepnya pake yang paling simple aja ya frend karena banyak versi. Trus maaf.. mau upload foto gak bisa nih. aku pake foto ilustrasi aja nih dari blog Abby's kitchen  biar ngerti aja bentuknya. kurang lebih beginilah.Meskipun punyaku pake pembakaran alternatif alias gak punya oven. hehe. Selamat mencoba!

Bahan :
200 gr kelapa muda, kerok
8 lbr roti tawar tanpa kulit, robek2
300 cc santan/ susu murni
½ sdm maizena/ tepung custard
2 btr telor
3 sendok makan gula
1sdt kayu manis bubuk/ aku pake kayu manis batang hee yang aku rebus barengan susu dan gula
Seujung sendok (dikit ajah) garam
Kismis untuk taburan secukupnya
Kenari secukupnya (optional)
Cetakan anti lengket
Loyang persegi panjang (loyang untuk bolu gulung/ kukis)

Bahan Topping:
  • 200 cc putih telur
  • 250 gr gula pasir
  • kismis atau keju leleh.cheddar (optional)

Cara buat :
1.       campur semua bahan diatas kecuali kismis dan kenari, aduk2 bahan hingga rata
2.       semir cetakan dengan mentega
3.       masukan adonan kedalam cetakan, lalu taburi beberapa kismis dan buah kenari
4.       siapkan loyang persegi, beri air secukupnya, lalu simpan cetakan yang sudah diberi adonan diatasnya (jadi cetakannya direndam air gitu lho..)
5.       panggang dengan api besar hingga matang
6.       keluarkan dari cetakan
7.       lebih enak disajikan dingin2
8.       met nyoba

Kamis, 20 Januari 2011


 Selama ini saya dan suami lebih intens mengamati beberapa masalah rumahtangga dan  keluarga yang secara kebetulan sering kami temui. Baik di keluarga kecil kami, keluarga besar, keluarga teman dan semuanya menjadi bahan renungan untuk kami berdua yang  genap menjalani biduk ini 12   tahun. Dan sampailah saya pada satu simpulan bahwa memang blueprint atau gampangnya gambaran detil tentang rumahtangga kita itu penting sekali. Bukan hanya sebuah anagan-angan tapi  sebuah rancangan, pola-pola hubungan dengan banyak pihak, yang jika tak terbahas dan tak dapat disepakati ternyata akan ters menjadi pemicu ketidaknyamanan, ketidak mantapan, keragu-raguan dan berakhir dengan ketidakselarasan kita , kejenuhan kita dalam rumahtangga

Mengapa Penting?
Saya mengambil pelajaran dari keluarga-keluarga yang sukses –meskipun ukuran sukses itu relatif- yang saya kenal. Rata-rata mereka bukan orang-orang yang menjalani kehidupan rumahtangga dengan apa adanya dan waton mlaku (asal jalan). Mereka  adalah penghayat setiap jengkal jejak rumahtangganya. Bagaimana jika tidak ?

Sayapun melihat profil keluarga yang carut marut, timpang dalam komunikasi, jenuh dalam perjalanan, dingin dalam hubungan, anak-anak yang tidak terhandle, konflik dengan mertua, menantu , ipar bahkan antar keluarga besar ternyata dimulai dari ketidakjelasan arah dan pola. Dari semuanya saya mengambil pelajaran.Saya juga tidak menjamin keluarga kecil saya baik-baik saja, saya  pun tetap punya masalah. Namun ternyata saat semua masalah itu saya dan suami kembali pada tuntunan syar’i dan pola yang sudah kami sepakati, masalah-masalah itu tetap berakhir cantik. Maka, dengan segala keterbatasan saya menyerap ilmu, mengamati dan dengan kerendahan hati, izinkan saya urun ide tentang blueprint yang mungkin dapat sama kita renungkan dan mulai kita gagas agar tak terlambat. Sekali lagi, ini hanyalah sekelumit ide, bisa jadi Anda tela lebih dulu sukses dalam menjalaninya.
Apa Isinya?Apa yang sebaiknya kita masukkan kedalam blueprint itu?

1. Pola K O M U N I K A S I
            Suatu hari seorang teman pernah mengatakan pada saya, “ aku ndak mau ribut mbak sama suamiku, aku malas berkonflik, jadi aku turuti saja apa kata suamiku meskipun kadang bertentangan dengan pendapatku” Saya pun menjawabnya :  “ Dan itu sikap yang tidak selalu benar...itu tidak sehat menurutku”
            Banyak suami istri yang menganggap bahwa previlige kepemimpinan seorang laki-laki dan haknya mendapat ‘ketaatan’ dari seorang istri adalah mutlak dan akhirnya bersifat menjajah.
            Pola komunikasi harus disepakati dan dipahami. Ekspresi marah, cemburu, setuju, tidak setuju,sedih , gembira harus pas  dipahami oleh sepasang suami istri. Mungkin-seperti juga saya- diawal menikah hal itu sangat sulit. Tapi saya dan suami yang tipenya sama-sama suka ’blak-blakan’ segera menemukan pola komunikasi yang lumayan. meskipun, jujur, saya termasuk yang kadang masih suka mudah tersinggung dan meletup hehee

2. Pola Hubungan Dengan PIHAK KETIGA

            pihak ketiga disini semua orang diluar kita dan pasangan, dari mulai orang tua, mertua, ipar, adik kandung, pembantu, tetangga, sahabat kita, sahabat pasangan kita, bahkan anak-anak kita bisa jadi termasuk ’pihak ketiga’ hehe.

            Pola yang mungkin bisa kita sepakati dengan pasangan adalah sejauh mana para pihak ketiga (semua orang diluar rumahtangga kita) bisa ’mengintervensi’ kita. Okelah jika hanya sekedar memberi saran tapi jika sudah mulai mengganggu komitmen keluarga, merubah banyak planning masa depan , sebaiknya kita musyawarahkan. Termasuk dalam ini adalah interksi sehat dengan keluarga besar dan kerabat. Kalau kita istri, pliss, sadari bahwa dalam Islam hak orangtua atas suami kita masih melekat.Jika memang wajar dan sudah semestinya, biarkan suami kita memenuhi baktinya, Insya Allah kita dapatkan keberkahan. Kalau Anda suami, pliss ajak juga istri Anda untuk memahami dan ikut serta dalam kebaktian pada orangtua, namun juga jangan abaikan hak-hak kekerabatan istri Anda.

            Pola ini bisa jadi gawat jika kita atau pasangan merasa tidak adil dalam mebagi ’perhatian’ pada –terutama- keluarga besar. Tapi jika memang suami /istri dapat kompak , asyik sekali, dijamin tak banyak badai dan intervensi yang membuat bimbang. Udah pas takarannya, udah jelas gimana bersikap

3. Pola mengasuh dan  Pendidikan  Anak

            Ini dia yang kadang bikin ’berantem’ baik terang-terangan ato perang dingin. Apalagi kalau kita masih kumpul sama ortu or mertua (makanya saya bersyukur suami dulu sedikit ’ngotot’ ngajak ngontrak sendiri) . Jangan serahkan bulat-bulat pengasuhan pada siapapun! Kita harus punya pola sendiri bagaimana mengasuh anak dengan benar. Prinsipnya semua orang disekitar kita hanya penonton dan hanya boleh kasih saran positif. Jangan terombang ambing. Pastikan anak-anak kembali pada kita. Jangan menggantungkan pada pembantu atau keluarga besar. Sikap menggantungkan ini sangat menjemukan orang lain dan akan menjadikan kita kehilangan wibawa dan cenderung ’menyerah’ pada kemauan anak dan atau keluarga besar.

            Kalau saya, sangat bersyukur bahwa saya dibesarkan di lingkungan yang selalu ’ikut mendidik saya’ disamping ibu dan ayah  saya sendiri. Saya juga melihat ibu saya tidak pernah ’sayang buta’ pada anak-anaknya yang mengakibatkan orang lain takut menegur kami –anak-anaknya- saat kami salah. Itu yang sekarang saya pake. Saya pun bersikap sama dimanapun tentang aturan. Misal tentang makan, dirumah embah dan dirumah sama saja : makan besar sebelum snack, jadi meskipun dirumah mbah ’dimanjakan’ dengan berbagai macam jajanan toko , anak-anak selalu ’izin’ : ”aku sudah boleh makan ini?” saya pun tidak  juga kaku. Jika saya pikir sayur, dan makanan utama udah masuk, oke, atau jika memang untuk selingan oke juga. Yang penting jangan biasakan anak ’lapar mata’ dengan menuruti semua permintaan mereka, namun tidak dihabiskan, misalnya. Singkatnya tentang poin ini, bicarakan polanya, jalani, evaluasi, kembangkan dengan semakin baik. Pengetahuan dan ilmu parenting bukan menjadikan anak-anak kita ’malaikat kecil’ yang selalu baik dan manis. Tapi ilmu parenting lebih menjadikan kita tau dan konsisten untuk menghadapi anak-anak kita dengan cara yang benar.

Termasuk masalah pendidikan anak, saya dan suami berusaha tidak memaksakan idealisme anak menempuh pendidikan sekolah dasar yang 'bagus' tapi  ditempat yang jauh dari rumah. Atau saya menyarankan suami untuk tidak sekolah lagi  keluar negri sebelum anak sulung berusia minimal 8 tahun kecuali kami ikut serta hehee. Atau kapan saya dan suami 'longgar' terhadap pendidikan formal dan kapan sudah membiasakan anak-anak dengan 'serius' belajar. Bolehlah saat-saat TK ini mereka bolos saat mereka mengeluh  capek hahaa. 

4. Hal-hal EKSTERNAL

            Pekerjaan, sekolah lagi? Dakwah? organisasi? Kegiatan masyarakat? bicarakan dengan pasangan tentangnya. Komitmen macam apa yang ingin kita berikan pada hal-hal diatas yang selaras dengan keluarga kita? Kapan kita harus ’keluar’ kandang dan apa yang harus kita penuhi dahulu dirumah? PRINSIPNYA , INTERNAL SOLID, EKSTERNAL PUBLISH....jika kita sudah solid didalam rumahtangga  kita, tiga pola sebelumnya sudah oke dan sudah punya pegangan, insya Allah urusan ’luar rumah’ akan oke. Seringkali Dakwah, kerjaan, organisasi diluar  jadi ’korban’ menimpakan kesalahan atau kambing yang sebenarnya berawal dari ketidakmampuan kita membuat blueprint keluarga kita dan berkomitmen atasnya.

well Cuma empat itu saja pola yang utama saya  bahas. Silakan buat pola-pola yang Anda inginkan untuk blue print keluarga Anda.. Mumpung masih awal tahun, mari kita susun kembali. Semoga menginspirasi!

Minggu, 16 Januari 2011

SALAH SATU ARTIKEL YANG MEMBUATKU BERHENTI MEMBERI SUFOR!

Pada Bulan Desember 2009 -kalau tidak salah- tak sengaja saya membaca sebuah majalah kesehatan milik adik saya yang tertinggal dirumah orangtua. Kini saya tinggal dirumah itu . Majalah yang membuat saya 'kembali' mencoba pola hidup lebih sehat. Padahal sebelumnya saya juga sering membaca banyak artikel kesehatan. Tapi begitulah, mungkin kita tak pernah tau rahasia sebuah ilmu sampai benar-benar kita dapat berkomitmen. Dan artikel inilah salah satu 'ilmu' yang saya dapatkan hari itu, menginspirasi saya terutama yang saya cetak tebal. 

Kebetulan, saya sedang  mencoba menghentikan 'kecanduan' susu formula anak kedua saya  yang tiap kali meminta susu. Susu formula yang memang manis  itu pastilah disukai anak. Saya benar-benar beruntung.Kini semua anak saya tidak lagi minum sufor. Kami berlangganan susu segar. Tentang ini, semoga ada postingan lain yang segera saya buat. Saya sengaja meng-copy paste artikel ini, semoga menginspirasi! atau buka  link ini 

************

Pola baru? Bukan!
Oleh: Dr. Tan Shot Yen. Sumber: Majalah Prevention Indonesia, Januari 2009

Ketika saya diminta bicara dalam suatu seminar tentang pola makan, ada satu pertanyaan yang paling sering muncul.


Pertanyaan itu adalah seputar kesulitan ‘beradaptasi’ dengan isi piring makan yang sudah dijelaskan. Sambil menghela napas (menguji kesabaran) dan memutar otak untuk menata bahasa, saya akhirnya bertanya,”Apakah yang diuraikan tadi adalah hal yang sama sekali baru, sehingga Anda perlu beradaptasi?” Kaget karena ditanya balik, sang penanya biasanya tersipu-sipu,”Yaaa… saya tau sih dok, makan sayur itu sehat. Apalagi bentuknya segar, tapi… ‘kan kita enggak biasa…”

Tubuh manusia abad ini dan tubuh manusia purba membawa pola genetik dengan tatanan DNA dan RNA dalam inti sel yang 99% masih sama. Kaget? Tidak perlu. Yang mengagetkan saya justru begitu cepatnya perubahan gaya makan manusia dalam kurun waktu tersebut. Yang ternyata membuat orang mempunyai jurang lebar antara apa yang dilakukan (dimakan) dengan apa yang sebenarnya diketahui sebagai hal yang tidak baik. Ketimpangan ini rupanya tidak hanya terjadi di bidang akhlak (siapa yang tidak tahu korupsi itu buruk? Tapi dilakukan juga…) melainkan juga dalam memilih gaya hidup (siapa yang tidak tahu merokok sama dengan bunuh diri? Tapi masih dikerjakan juga…) dan dalam hal memilih pola makan (siapa yang tidak tahu gula berlebih membuat keropos tulang? Tapi tetap ngopi-ngopi berteman tumpukan snack bertepung…).

Pembenaran yang tampaknya hanya sekadar permainan ‘rational excuses’, seperti menghentikan rokok sebaiknya pelan-pelan, atau membiasakan makan sayur secara bertahap, ternyata bukan mencerminkan niat sesungguhnya atau pengejawantahan ‘resolusi hidup sehat’. Seperti kebanyakan jargon obral janji orang modern setiap awal tahun baru. Saya sering (walaupun tidak selalu!) menemukan segala sesuatu yang berhubungan dengan niat tapi dijalankan dengan gaya ‘adaptasi’, lebih cenderung gagal. Karena sejak awal yang dibuka adalah self-sabotage, atau bahkan backdoor exit. Sebagai orang berintelektual tinggi dan pandai merasionalisasi segala sesuatu, tentu berderet alasan bisa dijadikan pembenaran. Termasuk kegagalan untuk konsisten makan sayur karena alasan ‘keluar kota’, atau yang paling konyol : istri saya belum sempat beli…

Jadi, yang sesungguhnya kerap terjadi (salah satunya dalam menerapkan pola makan sehat) bukanlah untuk membiasakan tubuh (karena tubuh justru akan bersorak sorai mendapatkan makanan layaknya untuk tetap bugar). Melainkan membiasakan diri untuk stand for your ultimate vision – menegakkan visi Anda.

Betul, Anda tidak hidup sendiri. Butuh support? Tunggu dulu. Dalam perjalanan terbang Surabaya-Jakarta beberapa waktu yang lalu, saya ‘mencuri dengar’ pembicaraan seru tentang marketing dan kelesuan ekonomi antara dua pria dengan penampilan keren. Pembicaraan mengenai ekonomi biasanya sangat saya hindari karena memusingkan kepala, buntut-buntutnya saya tetap kelihatan tidak pintar. Tapi sepotong kalimat si keren tadi membuat telinga saya tegak, ”Tahu enggak, warung kopi franchise menjadi sangat laris karena menambahkan informasi mengenai susu. Bahwa dalam setiap gelas cappucino atau coffee latte mereka, pelanggan juga mendapat manfaat susu sebagai pencegah keropos tulang…” Astagaaaa!! Saya baru sadar tentang ampuhnya jargon dan kepercayaan. Itulah mengapa sulit sekali ‘meluruskan kembali’ peta masalah dan memanggil orang untuk bangun dari tidur lelapnya yang sudah terlalu lama. Itulah sebabnya mengapa saya harus berjuang agar pasien perlu keluar dari ribuan kepercayaannya: Bahwa minum teh manis tiap pagi bukan ‘morning call’ yang sehat untuk insulin, bahwa jus malah meningkatkan risiko diabetik, bahwa sapi kita bukan lagi pemakan rumput dan susu pasteurisasi tidak mungkin memberikan manfaat pencegahan keropos tulang karena kalsiumnya sudah bersifat ‘non bio-available’. Alih-alih memadatkan tulang, ia malah nyasar mengendap di pembuluh darah.

Jargon lebih ampuh dari fakta ilmiah (yang sering disimpan kalau bunyinya merusak derap perdagangan dan investasi). Bukan hanya untuk awam, juga untuk yang katanya ‘profesional’. Ketika kedelai sekarang sudah dihujat di belahan bumi lain (yang memuja kedelai yang sama 10 tahun lalu), negeri ini justru baru mulai membuat ritual pemujaannya. Barangkali ini nasib dunia ketiga.

Apabila saya berkampanye tentang kembali ke sayur dan buah sebagai sumber karbohidrat, menganjurkan bayi-bayi menyusu pada ibunya dan berhenti menyusu (termasuk susu kaleng!) pada saat gigi sudah komplit karena ia perlu mengunyah dan mengaktifkan alat-alat cernanya (toh, kadar enzim laktase dan renin sudah hampir tidak ada pada usia 3 tahun), apakah saya mengajarkan ‘pola makan’ gaya baru?

Yang perlu lebih dicermati adalah perilaku gampangan dan mempertahankan survival dalam comfort zone manusia, yang pasti tidak akan membawanya ke mana-mana selain kematian dini. Bila cinta saja mati dalam lingkaran comfort zone yang tidak menjanjian pertumbuhan, apalagi tubuh? Tantangannya, bukan mengadopsi ‘pola yang baru’, melainkan: yuk, kembali menjadi manusia yang selaras dengan alam, bebas dari jargon dan berani bangun dari nina-bobok berbagai kepercayaan usang. Karena hidup sudah berubah. Beras tidak lagi ditumbuk dengan alu, sapi tidak lagi makan rumput. Banguuuuuunnnnnn!!(Dr. Tan Shot Yen, M.Hum.,)


**Dr. Tan Shot Yen, M.Hum., kinesiolog, sekaligus praktisi Braingym dan Quantum Touch, energy healing. Ia juga dikenal sebagai basic & advanced clinical hypnotherapist di Internasional Center for Hypnosis Education & Research. Selain sibuk menjadi pembicara dan narasumber di berbagai seminar, talkshows dan media, dia juga dipercaya menjadi co-teacher di kursus-kursus medical hypnotherapy. Wanita yang sedang sudah menyelesaikan studi di Program Magister Filsafat Manusia, STF Driyarkara ini juga aktif sebagai konsultan di Health Service Program – USAID.

Pelajaran Sadar Nutrisi di Tahun Baru (Hijriyah)


Hari Libur. 7 Desember 2010, tepatnya tahun baru  1432 Hijriyah 
Sebelum pukul tujuh pagi tadi aku sesegera mungkin menyelesaikan cucian baju. Tante kami sudah datang untuk menjagakan anak-anakku yang tertua. Belum ada asisten. Pukul tujuh aku berjanji dengan dokter anak yang merupakan sahabat keluarga kami, dr. Annang Giri Mulya, Sp.A . Kecemasan akan berat badan Farwah yang tak bertambah dalam sebulan ini membuatku tidak bisa menutup mata. Komentar dari saudara-saudara dan sahabat bahwa Farwah terlihat kurus akhirnya menerbitkan juga rasa gimana gitu. Yah, memang aku bukan penganut gemuk itu sehat. Tapi penurunan berat badan Farwah tetap menjadi perhatianku. Apalagi kali ini disertai panas dan batuk pilek beberapa hari.

Sesampainya dirumah pak Dokter, beliau dan istrinya menyambut kami dengan ramah. Ini dia beberapa poin percakapanku. Mungkin tidak sama persis.
”Apakabar bu?, Yah ini kecemasan seorang ibu” kataku membuka cakap dengan istri sang dokter
”Cobam sini saya periksa lingkar kepala dan beratnya” kata dokter Annang.
”Kamu ramah ya (sambil memangku Farwah).Hmm bagus, lingkar kepala, tingginya juga. Hmmm..beratnya memang kurang bu Vida.” dokter Annang membuka sebuah buku tebal. Lanjutnya,
”ini lho bu, kalau pake standar Amerika ini gizi buruk.. hehe”
”Apa?????!!!! Wah ndak enak nih . Padahal saya usahakan gizinya baik lho Pak.. jadi tersinggung” Dasar saya, ceplas ceplos aja. Sang dokter dan istrinya tertawa
”Ya... kualitasnya oke bu, tapi untuk aktifitas anak yang begini aktif mungkin kuantitasnya perlu ditambah.”

Singkatnya, aku harus mengupayakan 1000 kalori masuk ketubuh Farwah untuk mengejar berat badannya. Sang doketr yang menangkap keenggananku pake susu formula untuk menaikkan berat jagoanku seolah maklum. Dia tidak memaksa.

”Ya, kalau bu Vida mau tetap ASI, dan bikin MP ASI sendiri dan tanpa sufor, kuantitasnya harus ditammbah. Apa mau difoto kopi ni daftar kalori makanan”
”saya punya kok dokter...”
”Dikasih keju bu Vida, cepat kok naiknya” sambung istrinya. Setelah berbincang banyak hal saya pamit. Saya pun langsung meng-sms suami wah gak enak banget kata pak Annang Farwah gizi buruk, kurang kalorinya.Pfff...umi langsung mampir toko nih belanja. Suami saya yang sangat percaya pada saya untuk urusan anak-anak hanya membalas  : Ya katanya umi mau nerusin mamah bikin depot makanan bayi, ya harus diuji dulu doong.  Subhanallah. Tiap punya cita-cita kok ya Allah langsung memberi saya ’tantangan’.

Sepekan Masa Stress 
Sepede-pedenya saya, tetap saja saya merasa kepikiran. Ditambah Farwah yang panasnya seolah tak mau turun juga. Saya segera membeli semua bahan makanan  dan mencobakannya pada Farwah. Jujur, saya belum begitu fokus. Mungkin kecapekan, jadi ASI saya menurun kuantitas dan kualitasnya. Mungkin ini, itu semua sebab saya cari. Sayapun bertanya pada sahabat saya seorang spesialis nutrisi katanya : “Kalau gak pake sufor ya agak lama bu naikin beratnya” 

       Hfff.... suami saya hampir saya menyuruh saya tidak mempertahankan idealisme untuk tidak memberi sufor. Tapi saya bertahan. Saya memilih mengubah pola makan. Dokter Annang pun akhirnya menjawab ‘coba susu formula’ saat saya sms beliau bahwa Farwah enggan makan dan maunya minum. Saya pun diam. Mereka para ahli, apakah iya kalau saya tetep keukeuh? Apakah saya meremehkan mereka? Tidak begitu maksud saya. ya sudahlah, saya pun tetap tidak memberi Farwah sufor. Tentang ini, semoga kapan-kapan saya bisa menuliskannya.

Fase Kesadaran dan Berburu  Ilmu

Mungkin ini kali pertama semua orang-yang saya kenal- mengatakan anak saya ’kecil’ dan kebetulannya, ini pas yang laki-laki.hehehe (bias jender nih) . kakak-kakaknya berprofil lumayan ’gemuk’ seusia farwah dan hingga kini. Meskipun saya sebenarnya tidak setuju dengan ’gemuk’ itu sehat. Jujur setelah hari kesepuluh sejak saya begitu cemas, ada sebuah kesadaran bahwa semua sebab sudah saya cari, semuanya, termasuk menyadari kesalahan saya yang sempat ’percaya’ pada pengasuh lama saya yang mengatakan’ sudah makan’ setiap saya tanyakan perihal makan anak-anak terutama saat saya keluar rumah. Ternyata, makanan yang masuk tidak standar jumlahnya. 

Akhirnya saya searching banyak hal, saya baca semua buku-buku gizi yang saya punya, bundel Ayahbunda warisan mamah saya,  pengetahuan tentang kalori , gizi seimbang, menu variatif, share dengan teman di Facebook, bertanya pada sahabat-sahabt saya yang dokter anak dan ahli gizi, melahap semua ’ilmu’ tentang nutrisi, kebutuhan gizi anak, mencatat setiap makanan yang masuk ke anak  beserta banyaknya, mengatur ulang pola makan bayi  saya termasuk kakak-kakaknya dengan komitmen 3kali makan dan 2 kali snack (alhamdulillah anak-anak tidak terlalu doyan jajan kecuali dibelikan nenek mereka  dan saya coba  buatkan makanan selingan sendiri), saya cari semua zat yang katanya ada di sufor, saya substitusi dengan bahan makanan, saya bertahan tidak pakai sufor dan MP ASI instan. Saya turuti nasehat teman untuk pijat bayi teratur yang saya lakukan sendiri, komitmen kembali ’menjemur’ Farwah sambil sarapan. Ini harga sebuah kesadaran, batin saya.

Fase Optimis dan Tawakkal
Saya bukan orang yang bisa beralih haluan. Mungkin ini yang banyak dibilang orang ’kuno’ dan ’kaku’ tentang saya. Setelah sebulan program perbaikan pola makan Farwah, berusaha menaikkan berat badannya say jalani, sayapun selalu optimis. Sepekan setelah fase kesadaran itu, Farwah naik 300gr dan kini dia semakin terlihat sehat diusianya satu tahun. Memang dia tidak ’nampak’ gemuk. Tapi saya selalu optimis anak saya HARUS SEHAT. Mungkin memang perawakan dia berbeda dengan kakak-kakaknya. Saya tidak lagi pusing dengan komentar-komentar ’kuno’ seputar gemuk dan komentar-komentar sinis karena saya enggan memakai sufor. 
Alhamdulillah saya semakin bersemangat menjadikan anak-anak saya sadar terhadap kebutuhan gizi mereka. Mereka kini tau bahwa mereka HARUS makan yang bermutu. Mereka kini yang selalu menyemangati saya ”susu segar yes, susu ASI oke, susu formula no! Makan sayur yes, jajan sembarangan no!”. Dan ini lagu gubahan saya untuk mereka (nyanyikan dengan nada Lihat kebunku)

Ini makanku semuanya Indah
ada sayurnya, buah dan lauknya
setiap hari diberikan umi
Masak sendiri semua BERGIZI!

 Saya yakin banyak ibu-ibu yang mengalami seperti saya. Tapi yakinlah bahwa setiap suapan yang kita uapayakan sendiri adalah lebih baik meskipun sedikit demi sedikit. Problem anak susah makan, makan yang itu-itu saya, pilih-pilih, ternyata tergantung kesabaran kita dan kemauan kita mengolah bahan makanan. Suapan kita, masakan kita, dekapan kita, do’a- do’a kita untuk kesehatan mereka adalah luar biasa pengaruhnya. Dan BOHONG jika itu bisa digantikan dengan PEDIASURE, SUSTAGEN dan SGM dan entah apa lagi, kecuali jika kita hanya ingin anak kita ’kenyang’. Maafkan saya karena menyebut merk. Tetap Optimis semoga menginspirasi

*just thanks to  dua bersaudara dr.Annang Giri Mulya, SpA dan dr.Annta Kern N, Sp.N atas kesabarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mohon maaf atas ’kengeyelan’  saya tidak pake sufor hehe