Kamis, 20 Januari 2011


 Selama ini saya dan suami lebih intens mengamati beberapa masalah rumahtangga dan  keluarga yang secara kebetulan sering kami temui. Baik di keluarga kecil kami, keluarga besar, keluarga teman dan semuanya menjadi bahan renungan untuk kami berdua yang  genap menjalani biduk ini 12   tahun. Dan sampailah saya pada satu simpulan bahwa memang blueprint atau gampangnya gambaran detil tentang rumahtangga kita itu penting sekali. Bukan hanya sebuah anagan-angan tapi  sebuah rancangan, pola-pola hubungan dengan banyak pihak, yang jika tak terbahas dan tak dapat disepakati ternyata akan ters menjadi pemicu ketidaknyamanan, ketidak mantapan, keragu-raguan dan berakhir dengan ketidakselarasan kita , kejenuhan kita dalam rumahtangga

Mengapa Penting?
Saya mengambil pelajaran dari keluarga-keluarga yang sukses –meskipun ukuran sukses itu relatif- yang saya kenal. Rata-rata mereka bukan orang-orang yang menjalani kehidupan rumahtangga dengan apa adanya dan waton mlaku (asal jalan). Mereka  adalah penghayat setiap jengkal jejak rumahtangganya. Bagaimana jika tidak ?

Sayapun melihat profil keluarga yang carut marut, timpang dalam komunikasi, jenuh dalam perjalanan, dingin dalam hubungan, anak-anak yang tidak terhandle, konflik dengan mertua, menantu , ipar bahkan antar keluarga besar ternyata dimulai dari ketidakjelasan arah dan pola. Dari semuanya saya mengambil pelajaran.Saya juga tidak menjamin keluarga kecil saya baik-baik saja, saya  pun tetap punya masalah. Namun ternyata saat semua masalah itu saya dan suami kembali pada tuntunan syar’i dan pola yang sudah kami sepakati, masalah-masalah itu tetap berakhir cantik. Maka, dengan segala keterbatasan saya menyerap ilmu, mengamati dan dengan kerendahan hati, izinkan saya urun ide tentang blueprint yang mungkin dapat sama kita renungkan dan mulai kita gagas agar tak terlambat. Sekali lagi, ini hanyalah sekelumit ide, bisa jadi Anda tela lebih dulu sukses dalam menjalaninya.
Apa Isinya?Apa yang sebaiknya kita masukkan kedalam blueprint itu?

1. Pola K O M U N I K A S I
            Suatu hari seorang teman pernah mengatakan pada saya, “ aku ndak mau ribut mbak sama suamiku, aku malas berkonflik, jadi aku turuti saja apa kata suamiku meskipun kadang bertentangan dengan pendapatku” Saya pun menjawabnya :  “ Dan itu sikap yang tidak selalu benar...itu tidak sehat menurutku”
            Banyak suami istri yang menganggap bahwa previlige kepemimpinan seorang laki-laki dan haknya mendapat ‘ketaatan’ dari seorang istri adalah mutlak dan akhirnya bersifat menjajah.
            Pola komunikasi harus disepakati dan dipahami. Ekspresi marah, cemburu, setuju, tidak setuju,sedih , gembira harus pas  dipahami oleh sepasang suami istri. Mungkin-seperti juga saya- diawal menikah hal itu sangat sulit. Tapi saya dan suami yang tipenya sama-sama suka ’blak-blakan’ segera menemukan pola komunikasi yang lumayan. meskipun, jujur, saya termasuk yang kadang masih suka mudah tersinggung dan meletup hehee

2. Pola Hubungan Dengan PIHAK KETIGA

            pihak ketiga disini semua orang diluar kita dan pasangan, dari mulai orang tua, mertua, ipar, adik kandung, pembantu, tetangga, sahabat kita, sahabat pasangan kita, bahkan anak-anak kita bisa jadi termasuk ’pihak ketiga’ hehe.

            Pola yang mungkin bisa kita sepakati dengan pasangan adalah sejauh mana para pihak ketiga (semua orang diluar rumahtangga kita) bisa ’mengintervensi’ kita. Okelah jika hanya sekedar memberi saran tapi jika sudah mulai mengganggu komitmen keluarga, merubah banyak planning masa depan , sebaiknya kita musyawarahkan. Termasuk dalam ini adalah interksi sehat dengan keluarga besar dan kerabat. Kalau kita istri, pliss, sadari bahwa dalam Islam hak orangtua atas suami kita masih melekat.Jika memang wajar dan sudah semestinya, biarkan suami kita memenuhi baktinya, Insya Allah kita dapatkan keberkahan. Kalau Anda suami, pliss ajak juga istri Anda untuk memahami dan ikut serta dalam kebaktian pada orangtua, namun juga jangan abaikan hak-hak kekerabatan istri Anda.

            Pola ini bisa jadi gawat jika kita atau pasangan merasa tidak adil dalam mebagi ’perhatian’ pada –terutama- keluarga besar. Tapi jika memang suami /istri dapat kompak , asyik sekali, dijamin tak banyak badai dan intervensi yang membuat bimbang. Udah pas takarannya, udah jelas gimana bersikap

3. Pola mengasuh dan  Pendidikan  Anak

            Ini dia yang kadang bikin ’berantem’ baik terang-terangan ato perang dingin. Apalagi kalau kita masih kumpul sama ortu or mertua (makanya saya bersyukur suami dulu sedikit ’ngotot’ ngajak ngontrak sendiri) . Jangan serahkan bulat-bulat pengasuhan pada siapapun! Kita harus punya pola sendiri bagaimana mengasuh anak dengan benar. Prinsipnya semua orang disekitar kita hanya penonton dan hanya boleh kasih saran positif. Jangan terombang ambing. Pastikan anak-anak kembali pada kita. Jangan menggantungkan pada pembantu atau keluarga besar. Sikap menggantungkan ini sangat menjemukan orang lain dan akan menjadikan kita kehilangan wibawa dan cenderung ’menyerah’ pada kemauan anak dan atau keluarga besar.

            Kalau saya, sangat bersyukur bahwa saya dibesarkan di lingkungan yang selalu ’ikut mendidik saya’ disamping ibu dan ayah  saya sendiri. Saya juga melihat ibu saya tidak pernah ’sayang buta’ pada anak-anaknya yang mengakibatkan orang lain takut menegur kami –anak-anaknya- saat kami salah. Itu yang sekarang saya pake. Saya pun bersikap sama dimanapun tentang aturan. Misal tentang makan, dirumah embah dan dirumah sama saja : makan besar sebelum snack, jadi meskipun dirumah mbah ’dimanjakan’ dengan berbagai macam jajanan toko , anak-anak selalu ’izin’ : ”aku sudah boleh makan ini?” saya pun tidak  juga kaku. Jika saya pikir sayur, dan makanan utama udah masuk, oke, atau jika memang untuk selingan oke juga. Yang penting jangan biasakan anak ’lapar mata’ dengan menuruti semua permintaan mereka, namun tidak dihabiskan, misalnya. Singkatnya tentang poin ini, bicarakan polanya, jalani, evaluasi, kembangkan dengan semakin baik. Pengetahuan dan ilmu parenting bukan menjadikan anak-anak kita ’malaikat kecil’ yang selalu baik dan manis. Tapi ilmu parenting lebih menjadikan kita tau dan konsisten untuk menghadapi anak-anak kita dengan cara yang benar.

Termasuk masalah pendidikan anak, saya dan suami berusaha tidak memaksakan idealisme anak menempuh pendidikan sekolah dasar yang 'bagus' tapi  ditempat yang jauh dari rumah. Atau saya menyarankan suami untuk tidak sekolah lagi  keluar negri sebelum anak sulung berusia minimal 8 tahun kecuali kami ikut serta hehee. Atau kapan saya dan suami 'longgar' terhadap pendidikan formal dan kapan sudah membiasakan anak-anak dengan 'serius' belajar. Bolehlah saat-saat TK ini mereka bolos saat mereka mengeluh  capek hahaa. 

4. Hal-hal EKSTERNAL

            Pekerjaan, sekolah lagi? Dakwah? organisasi? Kegiatan masyarakat? bicarakan dengan pasangan tentangnya. Komitmen macam apa yang ingin kita berikan pada hal-hal diatas yang selaras dengan keluarga kita? Kapan kita harus ’keluar’ kandang dan apa yang harus kita penuhi dahulu dirumah? PRINSIPNYA , INTERNAL SOLID, EKSTERNAL PUBLISH....jika kita sudah solid didalam rumahtangga  kita, tiga pola sebelumnya sudah oke dan sudah punya pegangan, insya Allah urusan ’luar rumah’ akan oke. Seringkali Dakwah, kerjaan, organisasi diluar  jadi ’korban’ menimpakan kesalahan atau kambing yang sebenarnya berawal dari ketidakmampuan kita membuat blueprint keluarga kita dan berkomitmen atasnya.

well Cuma empat itu saja pola yang utama saya  bahas. Silakan buat pola-pola yang Anda inginkan untuk blue print keluarga Anda.. Mumpung masih awal tahun, mari kita susun kembali. Semoga menginspirasi!

1 komentar: