Rabu, 22 Juni 2011

Perkenalan Lezati

Awalnya iseng-iseng aja pengen punya toko kue. Apalagi anak-anak memang tidak terlalu kubiasakan jajan. Kuusahakan bikin sendiri, sesekali jajan yang uminya gak bisa bikin bolehlah,hehehe. Tahun 2007 awal, sempat bikin usaha snack ringan dengan label Lezati tapi trus berhenti karena anak kedua lahir dan abinya makin sibuk

Ternyata keinginan bikin bisnis kecil-kecilan berupa makanan masih tersemai. Ya udah kemaren abinya kasih lampu hijau. Kupilih branding snack sehat berbahan buah dan sayuran, berbentuk cake, cupcake, muffin atau pastry sderhana. Baru nyoba-nyoba. Insya Allah ni lagi bulan-bulan promosi sambil memantapkan produk. Andalanku Pastel pisang coklat keju, Cake apel,cake wortel, muffin pisang,dll. Bentuknya muffin, cupcake atau cake ukuran standar.

Mungkin sementara baru akan terima-terima pesanan, nitip-nitip di toko kueh yang banyak banget disekitarku dan juli nanti aku mau 'serbu' sekolah-sekolah untuk kampanye sayur dan buah dalam bentuk cake/snack sehat.Bismillah, doakan yah.
Thanks to Cakefever.com tempatku belajar dan mencoba-coba resep-resep enak dan sehat.Juga emak-emak di group IBU RUMAHTANGGA yang selalu kasih support dan sharing.Yang pengen pesen, silakan call me 081329460601

Pastel Pisang Coklat Keju


Tadinya aku memilih nama 'Pia' pisang tapi karena bentuknya kayak prastel tapi gak kukasih hiasan dipinggarnnya ya sudah pastel pisang aja. Ini resep sederhana kok. Awalnya kupadukan adonan kulit bolen/molen yang dikasih temanku, trus aku modifikasi dengan bahan puff pastry. Hmmm.. enak sih kata teman-teman.Setelah eberapa kali nyoba bikin bolen/molen tapi bentuknya gak memuaskan, aku turuti usulan suami. Bikin betuk yang kayak pia ajah. Hm..jadilah seperti disamping.

 Itu pesanan pertama sahabatku, dr. Annta. Seeneng ternyata dapat pesanan hehe...berasa kayak ikut TV champion, kata maura karena harus bikin 25 Pastel pisang dengan isi dan bentuk yang harus sama dan mencoba rapi. Yah walopun masih ada yag agak coklat tua (bilanga ja gosong2 dikit) hehehe... Ini kue kalo pemanggangannya rata, tanak, bisa awet sepekanan deh dalam kulkas. Oya aku pilih bahan yang kualitas. Pengalaman, pas bikin kulit gak pake mentega Blueband juga rasanya kok beda. Aku bagi resepnya deeh atas permintaan beberapa teman.

Kulit
500 gr Tepung terigu protein tinggi
2kuning telur
200gr margarin
2sdm shortening (mentega putih)
Air es secukupnya
Gula 100gr
garam secukupnya
Maizena 1sdm
Susu bubuk15gr

Isi
Pisang raja suluh yang mateeng ukuran sedang, potong kecil2 atau bundar2 tebal 1,5cm
2sdm margarin
gula bubuk secukupnya
Meises
Coklat masak , potong kecil-kecil
Keju chedar potong kecil2atau tipis-tipis atau parut

Olesan: kuning telur campur denga sedikit garam, Keju parut untuk taburan
Cara Buatnya
1. Campur semua bahan isi kecuali keju dan coklat masak (compound), pisang diiring kasar, ditumis dengan margarin dan kaumanis, taburi gula halus atau meises.
2. Kulit : Campur semua bahan  kulit, aduk hingga kalis, masukkan ke lemari pendingin 15 menit, keluarkan ,gilas, diinginkan lagi 15 menit, gilas-lipat.masukkan dan siap dipakai
3. Ambil adonan isi, tipiskan beri isi, lipat berbentuk pastel, oles dengan bahan oles, taburkan keju, panggang 30-45 menit dengan api sedang (jangan gosong ya)

Jumat, 10 Juni 2011

Liburan Anak-anak , awas Jangan Malah Stress!

Ini celetukan jujur ibu-ibu muda pas terima raport (termasuk  kadang saya)
“Weess liburan aku malah stress, lha pie ndak mandeg mandeg lho maunya.Kalao udah pergi ke neneknya lumayan” jiaah. Ada lagi
 “Lha pie kalo mereka libur kita ndak libur kerja, trus budget jadi bengkak, yang bikin sebel, kita tambah stress karena gak bisa ajak mereka main juga, antara kasian dan gak berdaya” hiks hiks
Tidak dipungkiri, moment liburan menjadi saat yang kini justru tidak terlalu menyenangkan. Tepatnya mencemaskan bagi orang tua. Banyak kemungkinan sebab. Mungkin, karena saat liburan anak-anak para orangtua tidak libur, terutama yang keduanya bekerja. Padahal, mereka  biasa menitipkan anak-anak disekolah atau tempat penitipan anak seharian.Lha kalu libur? Stress juga kan?Kedua, bagi ibu-ibu yang tidak bekerja seperti saya, jujur lho ya, kadang kita tidak ‘siap’ membersamai anak-anak dirumah lebih lama, biasanya kita bisa sedikit lega saat mereka sekolah meskipun hanya sampai siang.Lha kalu liburan? Bisa-bisa seharian kita teriak-teriak. Masya Allah hehe
Ya, mungkin tulisan ini sekedar  pengingat diri sendiri . Sedikit tips aja, yang ingin saya cobakan untuk liburan beberapa hari lagi. Supaya saya yang sehari-hari memang bekerja dirumah ini juga bisa benar-benar ‘membersamai’ anak-anak tidak sekedar ‘nyambi’ nemeni mereka.
1.Apa yang KITA lakukan, musyawarah yuk!
Mengajak anak-anak merencanakan liburan mereka sendiri akan membantu kita menyiapkan apa yang mereka mau. Toh ini adalah hak mereka untuk menikmati waktu dirumah. Kegiatan apa yang akan kita lakukan bersama, dimana bagaimana, dan berapa anggarannya. Tidak harus  berlibur ketempat-tempat yang mahal dan keluar rumah. Merencanakan liburan dirumah tapi dengan kegiatan yang variatif asyik juga.
Yang harus kita siapkan adalah : enjoy dan menghargai pilihan mereka. Katakan saja jika memang kita hanya memiliki anggaran terbatas. Kalau saya, ingin mengajak anak-anak menata ulang kamar mereka, mengecat kaleng-kaleng bekas jadi aneka wadah pernik dan membuat kue, dan mengunjungi rumah baca di rumah kontrakan lama kami ,insya Allah.
2. Jika memang Anda Tidak LIBUR
Mungkin memang rasanya serba salah, tapi bagaimana lagi. Jika memang anda adalah orangtua bekerja yang tidak libur, mungkin memang harus menyempatkan waktu sedikit lebih banyal Atau, biarkan mereka ke rumah nenek atau paman, atau beri kepercayaan mereka berlibur dengan teman sebaya jika memang sudah bisa dilepas. Jika tempat bekerja kita fleksibel dan anak-anak bisa kita kondisikan untuk ikut ke kantor/tempat kerja bagus juga. Biasanya dengan begitu mereka akan lebih berempati dengan pekerjaan kita. Jika ini yang anda pilih, siap-siaplah untuk mengenalkan anak pada teman-teman anda, atasan, atau bahkan satpam, dan pilihlah di hari-hari yang tidak terlalu sibuk.
Jika pilihan jatuh pada berlibur dirumah nenek atau kerabat, bersiap-siaplah dengan beberapa pola yang mungkin akan melonggar, atau bekerjasamalah dengan pihak-pihak ‘tuan rumah’ untuk menjaga pola dan aturan yang berhubungan dengan waktu makan, sholat, menonton Televisi. Upayakan anak bermain aktif, tidak didepan televisi atau game.Ini berlaku pula jika anak hanya dirumah dengan pengasuh. Oya, bisa juga membuat family gathering dengan anak-anak teman, siapa tau justru menjadi awal yang baik untuk kegiatan positif mereka dihari-hari selanjutnya
3. Hindari terlalu banyak JANGAN, Libatkan saja!
Mungkin yang menjadikan bertambah stress karena kita tidak siap berbagi waktu.Kalau sudah begini, sungguh kita bisa sangat menghargai guru-guru dan pengasuh anak-anak kita di TK, PAUD, sekolah fullday atau tempat penitipan. Disaat liburan, anak-anak cenderung ingin melakukan apa yang kita lakukan, sebenarnya. Sayangnya, kita-orang dewasa- disekitar mereka belum siap. Maka terjadilah teriakan-teriakan larangan “Huuh…jangan begitu, jangan begini. Sudah-sudah tidak usah ikut-ikutan, tuh kaaan apa ibu bilang, pecah kan? Suruh liat tivi aja gak mau sih. Sudah kamu nonto VCD aja ya?Atau sudah kamu ajak adik main ya?ibu mau beberes” Fiiuuuh….jujur, saya pernah begitu
Tapi kemudian, saya tau ini sebenarnya waktu mereka untuk belajar bersama kita. Maka yang kita harus lakukan sebenarnya adalah : mengajak mereka bekerjasama. Hasilnya? Putri tertua saya sudah mulai bisa membantu saya dan mbak pengasuh mencuci piring, sudah mulai ‘peka’ bahwa kamarnya kotor harus ditata ulang, sudah mulai punya usul untuk menyortir mainan. Ya ya, libatkan saja. Banyak melarang bukan hanya menjadikan mereka agresif negative tapi juga melelahkan kita.
4. Jangan Nyambi, mak!
Mak, bund, umi, mama, ibu, mungkin kita-kita yang dirumah ini sering punya waktu banyak tapi hambar dimata anak-anak. Makanya, mungkin kita harus mengusahakan untuk sedikit ‘menjamu’ mereka yang sedang liburan itu. Membersamai mereka bukan sekedar ada. MAtikan computer, FB, minimalkan telpon-telponan, BB an saat sedang bersama anak.
Saya bukan ibu yang sempurna. Saya pernah diprotes anak-anak sampai akhirnya saya putuskan tidak abai terhadap waktu bersama. Ya, memang dengan membersamai mereka, ada nilai-nilai yang bisa kita masukkan lewat cerita, gerak dan lagu, tebak kata, mencipta puisi dan saling bercerita. Semoga.
5.Siapkan anggarannya
Mungkin memang anggaran liburan anak-anak harus kita rencanakan. Bukan hanya untuk belanja, senang-senang, makan-makan diluar. Dirumah pun kita harus punya anggaran. Sederhananya, jika liburan ini saya ingin mengajak anak-anak membuat handycraft, mengecat kaleng, membuat kue, saya pun harus mempersiapkan anggaran. Hehe jer basuki mowo bea, iya kan? Mungkin sekali lagi, tak harus selalu mengakomodir keinginan anak-anak. Oya, jangan banyak menuruti hasrat jajan anak-anak disaat liburan ya .
Oke semoga liburan kali ini bisa menjadi refreshing dan berkesan, mendidik, buat mereka juga buat kita, jangan malah stress. Have a nice holiday!

Rabu, 08 Juni 2011

Memaknai Taushiyah Terakhir Ibunda Kita : “…we must Keep The Mission ON !

Hari itu, rasa hati masih berdesir-desir sedih saat suami saya memperlihatkan  taushiyah terakhir Ustadzah Yoyoh Yusroh (allahu yarhamha) via video streaming yang direkam pada 17 mei 2011,3hari sebelum beliau wafat. Seperti biasa, wajah penuh semangat dan senyuman khas itu membuat saya terugu didepan layar PC saya. Membuat pena yang saya gerakkan untuk merangkum taushiyahnya, tertetesi air mata yang entah mengapa sampai hari ini masih sering merembes, meski hanya sekedar melihat foto atau membaca tulisan-tulisan tentang beliau. Mungkin memang karena saya ini sangat mudah menangis, cengeng ya!
Saya pribadi pernah dibuatnya terkagum-kagum dan GR saat dipertemuan terakhir dengan beliau-saat pemakaman almh. Istri pertama Ustadz Hidayat Nurwahid, di Klaten- beliau masih mengingat saya dengan sangat akrab,padahal saat itu sudah berjarak dua tahun kami bertemu disebuah seminar, entah saya lupa, sepertinya saya pernah bersms dengan beliau untuk sebuah acara dan penulisan. “Robi’ah , ya Dari Solo?Apa buku terbarunya, Robi’ah? Terus menulis ya Robi’ah…” Sungguh, saya menemukan sosok perempuan sibuk yang tetap care, padahal, siapalah saya dibandingkan ribuan orang yang ditemuinya?Dan sapaan tulus itu masih saya ingat benar intonasinya, jabat erat tangan beliau, ah…
Hari ini, saya ingin menulis tentangnya lagi. Sosok yang mendesirkan hati saya, menggugah saya setiap saya hendak bermalasan.Saya pun tidak akan menulis lengkap isi taushiyah terakhir itu karena semua orang dapat melihatnya dan mendengarnya . Tapi izinkan saya mengutip beberapa poin yang mungkin dapat menjadi sedikit rangkuman melalui tulisan ini.dan sekali lagi, maafkan saya, anak bawang dalam barisan ini jika salah memaknai dan merenungi taushiyah yang membuat saya tak bisa berhenti memikirkannya sejak mendengarnya hingga hari ini.
1.       Bahwa Dakwah ini Berisi SUKA dan DUKA
Ibunda kami mengingatkan bahwa dakwah ini pasti ada suka dan duka. Sukanya insya Allah lebih banyak. Dan apapun yang kita alami bersama dakwah ini (suka dan duka itu) maka ‘argonya’ tetap jalan, begitu kata beliau. Sungguh, ini sebuah keyakinan tentang jalan hidup yang teguh. Bahwa dakwah semestinya menjadi nafas dari kita, para kader dakwah dan dengan menyadari itu, maka kita tidak pernah putus asa saat dakwah ini diterpa guncangan dan tidak pula cepat puas dan jumawa saat kemudahan ada didepan kita.Begitu mungkin hikmah yang bisa saya maknai. Seorang kader dakwah tidak mudah berputar haluan saat dakwah ini menempatkannya dalam suka, maupun duka.
2.       Bahwa Kita Harus Berdakwah dengan Menghargai Sunnatullah
Dalam taushiyahnya, Ustadzah Yoyoh menyampaikan bahwa dalam berdakwah kita harus tetap mempertimbangkan sunnatullah yang ada pada objek dakwah. Sunnatullah disini maksudnya adalah kondisi dimana setiap orang berbeda. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang senior,ada yang yunior.
Maka hendaklah seorang kader dakwah menghargai sunatullah itu. Berdakwah dengan kepekaan terhadap keadaan objek dakwah, adalah kecerdasan tersendiri menurut saya. Beliau sampaikan bahwa kita harus menghormati yang tua, menyayangi yang muda, kaya dan miskin mendapat apresiasi yang positif,karena kita akan berhadapan dengan banyak orang dan keadaannya. begitu kira-kira. Semoga kita menjadi kader dakwah yang luwes dan tawadhu’, ya!

3.       Bahwa Kita Harus Meningkatkan Integritas Pribadi Sebagai Seorang Muslim
Menarik poin ini. Mengemban dakwah bukan sebuah pekerjaan tanpa bukti nyata. Ustadazh Yoyoh mengingatkan kita, yang Allah perkenankan menjadi bagian dari kader dakwah ini untuk menjaga integritas pribadi kita sebagai seorang muslim. Sederhana contoh yang beliau berikan.Seingat saya ada dua hal .Jika kita berjanji pada orang lain kita harus berusaha menepatinya, jika kita mendapatkan sesuatu kebaikan dari orang lain kita berupaya/berusaha untuk membalasnya.
Ikhwah…sungguh sebuah taushiyah yang harus kita perhatikan. Dakwah dengan wajihah partai politik dan memasuki birokrasi tentulah berdekatan sekali dengan janji, sikap dan komitmen. Taushiyah beliau semoga menjadikan kita ingat bahwa kita adalah kader dakwah yang bukan sekedar actor politis.integritas seorang muslim, ya, ya, mungkin ini menjadi penyentil diri kita untuk ‘risih’ saat kata tak sejalan dengan amal,semoga

4.       Bahwa  “if we are realize that we are on mission, we must keep the mission on”
Kalimat ini yang akhirnya saya camkan dalam benak saya. Pantas saja ibunda kita ini tak pernah kehabisan semangat.Pantas saja hidupnya begitu produktif baik kapasitasnya sebagai istri, ibu, anggota DPR RI, kader dakwah.Subhanallah
Kuncinya adalah ON MISSION dan menjaga Misi tetap ON. Sebagai apapun, dimanapun kata beliau, kita harus tetap on mission. Di birokrasi, pemerintahan, sebagai professional, kita mengemban misi (dakwah) itu

Ikhwah, sungguh saya terhentak dengan poin ini. Mari kita rasakan, sejauh mana kita merasa bahwa kita seorang pembawa misi dakwah?Sikap sadar terhadap misi dan menjaga agar misi itu tetap ‘on’ adalah sebuah kesiagaan yang luarbiasa. Saya merasakan kalimat ini sebagai sebuah kalimat afirmasi yang kokoh. Pantas saja, beliau memiliki ketangguhan dan tekad yang kuat.Orang-orang yang selalu siap dengan misi dakwahnya tak pernah berhenti berpikir untuk dakwah. Waktunya,keluarganya, hidupnya, matinya diwakafkan untuk misi itu. Sekali lagi, pantas saja, beliau menjadi ‘ghuraba’ , orang yang langka.

Sungguh, almarhumah bunda kita itu Perempuan pembelajar dan pemberi semangat yang konsisten. Sikap on mission ini pula yang akan melahirkan kreatifitas-kreatifitas dakwah yang cerdas dan mencerahkan. Sikap on mission ini akan membangunkan kemalasan dan kemanjaan serta sikap terlalu mengasihani diri sendiri.

Subhanallah, semoga dengan memaknai taushiyah itu sebagai ‘wasiat’ beliau pada para kader dakwah, kita dapat terus menjaga stamina pergerakan kita. Sehingga, jika kita telah bersungguh-sungguh dengan jalan ini, surge adalah tempat berkumpul yang aling kita nantikan. Seperti beliau menutup taushiyah terakhirnya itu seolah berpamitan “Insya Allah kita bertemu di surga narookum fil jannah (kami melihat kalian di surga). Salam rindu, ustadzah…

Sabtu, 04 Juni 2011

It’s About Sense of Belonging


1.Sepasang suami istri muda beranak satu memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah. Kecil dan sederhana. Rumah ‘tua’ yang sederhana itu diperbaikinya, dibuatnya senyaman mungkin, mereka perbaiki kamar madinya, instalasi listriknya yang kurang aman,dan beberapa bagiannya. meski letaknya ada dipinggiran dan rawan banjir . Banyak tetangga bertanya ,”Mbak kok rumah kontrakan aja dibagusin ampe segitunya. Kan bukan rumah sendiri. Enak dong ya yang punya rumah”. Jawab sepasang suami istri itu ringan dan santai , “Ya, karena sekarang kami ada disini, tinggal disini, dan dua tahun ini rumah ini MILIK KAMI, bu. Kenyamanannya juga untuk kami sendiri, kan?”

2.Suatu hari saya merasa sedikit kesal dengan ART saya yang memang masih remaja. Setiap kali saya ajarkan bagaimana merawat kain-kain lap, dan merapikan apa-apa yang tersebar dirumah ini dia lupa. Bagusnya, dia enggak pernah marah saat saya menegurnya. Hari itu saya tidak mau banyak bicara. Saya rapikan lap-lap dan kain-kain pel yang sudah berhari-hari dia jemur (sampe keriiing), saya benahi sendiri dapur dan beberapa hal detil. Lalu dia berkata “Aduh bu, maaf ya, kok  jadi ibu yang beres-beres…Iya itu lapnya kok gak saya ambilin ya buPadahal saya juga tiap hari ngeliat loh.’ Jawab saya, “Yah…ini kan memang rumah saya, ini semua memang pekerjaan saya.Memang seseorang yang belum merasa memiliki, dia kurang bisa peka, Ros.Padahal lihatlah rumah besar ini, bagaimana jika ini rumahmu?Apa yang kau inginkan?” Saya menjawabnya dengan santai, tidak marah dan sedikit bercanda
“Saya ingin rumah ini selalu rapi, bersih dan barang-barangnya awet. Iya bu…benar kata ibu kemarin,saya aja gak merawat dengan baik sepeda saya, apalagi rumah sebesar ini , kalu saya tidak merasa memiliki ya saya rasanya malas ya bu” ….

Begitulah…saat rasa memiliki (yang bukan posesif) ada dalam diri kita, maka kepekaan akan muncul. Jika kepekaan muncul, maka kita akan semakin kreatif untuk menjadikan apapun yg ‘kita miliki’ itu menjadi lebih baik, bermanfaat, lebih berkualitas.

Betapa banyak para orangtua yang dikaruniai anak tidak merasa memiliki anak-anak mereka. Dibiarkannya anak-anak mereka besar dalam asuhan oranglain tanpa seleksi dan evaluasi. Dibiarkannya anak-anak mereka pergi sampai malam-malam, tidur diluar rumah dengan santai.Dibiarkannya anak-anak mereka mengumbar aurat tanpa mengingatkan tentang ‘rasa memiliki’ terhadap tubuh mereka yang ranum dan semestinya terjaga.
Padahal, rasa memiliki terhadap anak-anak kita yang kita maknai secara sehat dan adil, akan memberitanggungjawab pada kita untuk membersamainya, menyeranta potensinya, menjadikannya sahabat bagi kita, memepersiapkan mereka untuk hidup di zaman mereka kelak dengan siap dan sikap mental yang tangguh.
Betapa banyak para karyawan yang hilang rasa memilikinya hingga ia merasa hanya ‘bekerja’ , bukan memiliki dan turut menjaga kualitas perusahaannya. Akibatnya?Spirit melayani memudar karena merasa ini perusahaan bukan miliknya. Sekanjutnya? Ia lambat laun menghancurkan citra baik pimpinan dan kualitas produknya.
Rasa memiliki menjadikan seseorang mampu melakukan apa yang mustahil dilakukan oleh oranglain.

 Sebaliknya, hilangnya sense of belonging menjadikan orang enggan dan tidak mau melakukan apa-apa yang sebenarnya bisa ia lakukan. Menjadi produktif dalam kerja, dalam dakwah, dalam peran-eran kita ternyata erat terhubung dengan sense of belonging itu. Kreatifitas dan stamina piker yang terus bernas juga ada pada orang-orang yang memiliki sifat setia (wafa’) , cinta, dan loyal pada apa-apa yang menjadi tanggungjawabnya.

Sungguh, Allah memberikan kita motifasi dengan  Laqod kholaqnal insaanu fii ahsani taqwiim –Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk-(At-Tiin:4).Maka, jika rasa memiliki  terhadap wujud terbaik  itu kita syukuri, sejak hari ini semoga kita tidak lagi abai pada sikap TERBAIK untuk peran-peran kita.Mari kita sertakan perasaan memiliki dan peduli terhadap semua peran-peran kita agar kita tidak bekerja sak-sake (asal-asalan) dan agar kita lebih ikhlas serta puas.Tentunya, ini akan memiliki efek positif, bukan hanya untuk kita, tapi orang-orang disekitar kita. Wallahu a’lam bishawwab.Salam inspiratif!

Kamis, 02 Juni 2011

Cake Putih Telur Pandan

Masih dalam rangka memanfaatkan oven pinjaman tanteku, bikin aku beberapa hari ini semangat praktek macam-macam resep. Setelah muffin pisang dan bolen, kali ini cake. Biasanya aku pakai baking pan atau panggangan alternatif .hasilnya cake gak memuaskan, selalu bantat.Oooh. Nah ini crita kemaren sore, pas si Ros asistenku gak masuk tapi anak-anak tetep pengan dibuatkan kue. Kebetulan ada sisa putih telur sekitar 300cc lah, sisa bikin bolen dan cake pisang kemaren.

Googling resep cake putih telur paling simple, nemulah disini . Karena cuma punya 300 cc jadi aku kira-kira sendiri deh bahan-bahan lain. Kebetulan emang ini bener-bener memanfaatkan semua sisa bahan, hehe.Tepung juga kebetulan tinggal dikit, margarin juga habis. Coba-coba kuganti pake minyak sayur, enak juga. Well intinya hasil lumayanlah. Secara rasa, gak gitu manis, anak suami muji udah cukuplah hehe.Secara tekstur, ini cake paling sukses yang pernah kubuat.Mungkin karena emang pake oven beneran, trus teknik ngaduknya juga kuhati-hati, trus emang si putih telur itu bener-bener bikin tekstur jadi nyepons. Pagi tadi si cake itu masih nemenin kami wedangan pagi.Hmm...Oya itu taburan kacang tanahnya kok jadi pink yah xixix

Bahan:

300cc putih telur (resep aslinya yg kukutip itu 400cc)
100gr tepung terigu (ini juga karena emang cuma punya segitu hihihi, aslinya 175gr)
50gr tepung maizena (aslinya cuma 25gr)
100gr Gula pasir (resep aslinya 175-200gr)
1sdt emulsifier (TBM)
garam dikit
Minyak sayur 200cc (Aslinya margarin cair 200gr) aku merasa kebanyakan hehe mestinya kukurangi
susu bubuk 2sdm (ini tambahanku)
pasta pandan kurleb 1sdm (optional bisa diganti essens lain)
Taburan kenari atau kacang tanah

Step by step
1. Panaskan oven, siapkan loyang 22cm alas kertas roti dan semir margarin.Nah, karena gak punya kertas roti aku cuman semir margarin
2. Aduk putih telur, emulsifier, gula sampe putih, kaku
3. Campurkan terigu, garam dan susu bubuk disatu wadah, trus ayak diadonan putih telur.Sungguh, harus diayak deh, biar rata, aduk dengan teknik aduk lipat smbil masukkan pasta pandan( teknik mengaduk lihat disini, web ini bikin aku belajar banyak soal bikin kue)
4. masukkan adonan ke loyang, panggang sampai matang


Belajar dari pengalaman, bagi tips yah
  • Aku pernah baca, kalau putih telur udah dilemari es, keluarkan dahulu sebelum diolah, sehingga sesuai dengan suhu ruang.Ini pengaruh banget biar dia ngembang sempurna
  • Mengaduk lipat akan membantu 'mengeluarkan' udara dalam adonan
  • Tepung jangan langsung dimasukkan tapi ayak merata sambil diaduk agar tidak ada gumpalan
  • Jika mengganti margarin cair dengan minyak sayur, tambahkan sedikit garam agar gurih.Minyak sayur menurutku juga lebih 'ringan' dan ekonomis

Bolen Pisang Simple

Udah lama banget penasaran bikin pisang bolen. tapi ya itu harus menahan keinginan karen abelum ada oven . Nah bebrapa hari ini dapat pinjeman oven tangkring punya nenek xixixi. Pas banget dapat resep pisang bolen yang simple banget. Gak pake dioles-oles korsvet. Critanya ekonomis gitu kata temanku yang kasih resep ini jadi bisa ditularkan ke ibu-ibu dikampung. Baiklah.


Percobaan pertama beberapa hari lau, lumayan sih jadinya secara rasa, tapi pakenya pisang ambon karena muter ke warung-warung gak ada, kata mereka jarang dan jelek (aku malas nyari ke pasar). Hasilnya kayak yang diphoto itu, teksturnya dari luar kering tapi kulitnya empuuk. Tapi dipercobaan pertama, pisangnya kurang penuh, jadi ya gitu deh agak bolong tengahnya hehe

Percobaan kedua , masih dengan sisa kulit  di percobaan pertama tapi kali ini pake pisang raja yang udah mateng dan dikasih coklat pasta didalamnya. Hmmm... better than yesterday.Pisangnya aku sengaja kasih agak penuh jadi pas digigit langsung kerasa. Ukurannya juga gak besar. Ini bener-bener simple aja, kulitnya gak kayak puff pastri yang kalo dipanggang jadi berlapis-lapis  gitu, mulus aja.Selamat membayangkan. Nih kubagi resepnya, tapi ini untuk satu kilogram biar gampang takarannya ya, kemaren aku nyoba setengahnya semoga temenku yang kasih resep simple ini dapat barakahnya, laris bisnisnya hihi.

Bahan Kulit
Tepung terigu (temenku recomendasi pake cakra, aku pake biasa aja he2) 1kg
Kuning Telur  4butir
Margarin 500gr
Garam 1sdm (peres, atau pake feeling, hee)
Gula 100gr (atau pke feeling juga)
Susu bubuk (ini aku sendiri)
Air es 400 cc (pokoknya kalo udah bisa kalis, udah)
Bahan Isi
Pisang raja matang pohon
Coklat, keju
Olesan: kuning telur kocong dengan sedikit air

Cara Buat
1. Campur Bahan-bahan kering (tepung, gula, garam,susu bubuk dan margarin) sampai berbutir-butir, masukkan air es sedikit demi sedikit sambil terus diaduk, masukkan kuning telur
2. Aduk sampai kalis dan rata
3. Simpan dalam lemari es sekitar 15 menit (aku lebih)
4. Keluarkan, giling dan potong 10x10c atau 8x8cm
5.Masukkan pisang yang udah dipotong, belah dua, selipkan keju, coklat (sesuai selera), gulung dan tutupkearah bawah ,atau dibentuk amplop juga boleh
6. Oles atasnya dengan kuning telur,taburi keju, panggang dengan api kecil-sedang sampai 60menit kurang lebih.

Tips:
* Agar pisangnya kesat pilih yang matang
* Untuk kulit bolen yang 'berlapis' saat kering, terletak disaat menggiling.Kalau telaten, ulangi simpan adonan kulit tiap 15menit giling, oles mentega,masukkan lagi ke kulkan, giling lagi
* Ternyata, semakin lama dikulkas kulit bolen bolen semakin enak karena minyak dari margarin lebih banyak
*Bakar dengan api sedang dan usahakan benar2 'tanak' agar awet sekitar 8 hari

Antara Bu Guru TK dan ‘ART’ ku

“ Gaji saya Cuma 200ribu bu Vida, kata suami saya mending saya ngopeni anak sendiri. Gaji tidak sebanding dengan waktu anak  yang saya korbankan ..” jawab seorang guru TK dimana saya mengisi kajian parenting pada suatu hari. Saya memang menanyakan hal sensitive itu sebagai survey pada beberapa guru TK.

“Lalu, kenapa njenengan tidak keluar saja?” kata saya. Jujur, saya  selalu gemas mendengar ‘curhat’ betapa minim gaji guru TK, PAUD terutama swasta dan sedihnya dibawah yayasan Islam
“Yah, bu Vida… lha wong kata ibu mertua saya, perempuan itu kalau kerja tetep ‘gagah’. Njenengan tau, ada lho Bu TK di yayasan kami ini yang cuma dikasih 50 ribu tiga hari. Karena meskipun TK dibawah organisasi kami  ini banyak, tapi tingkat kesejahteraan dan kualitasnya berbeda-beda. Itulah kenapa untuk bensin saja tidak cucuk (tidak sebanding, ed).Mungkin gaji kami dengan rewangnya (PRT)  bu Vida besar rewangnya bu Vida per bulan.Saya tetap punya tekad keluar bu, meskipun kadang tidak tega lihat anak-anak kecil ini…”
…..
Itu baru satu guru. Ada yang mengatakan pada saya lagi, bahwa untuk dapat tunjangan-tunjangan bonus di Diknas aja harus dipotong ini itu. Ada lagi yang curhat “PAUD kami ya Cuma mengandalkan dana operasional  dari orang tua, Umi…” Ada lagi yang membuat saya merasa aneh, di sebuah Yayasan Besar  dikota saya, disalah satu TK nya, gaji seorang satpam pun harus ditanggung kas komite, para gurunya yang bergaji tidak lebih dari 500 ribu (itupun yang sudah kepala sekolah) harus kuliah PGTK dengan biaya sendiri. Padahal, kita sama taulah berapa ‘income’ sebuah Yayasan yang cabangnya ratusan, yang pemasukan dari sector pendidikannya begitu besar. Belum lagi sangat disayangkan anak-anak pengurusnya justru bersekolah di TK-TK mahal dengan alasan ‘kebutuhan’ survey dan studi banding. Olala…
Jika dihitung, banyak guru TK dan PAUD swasta atau rintisan di RW-RW yang gaji awalnya tidak lebih dari 400ribu bahkan ‘gratis’.Apalagi jika belum lama dan kondisi TK tidak terlalu ‘kaya’. Sedangkan gaji asisten rumahtangga saya setiap bulan sekitar 480 ribu dengan tugas  rumahtangga yang dibagi dengan saya. Tentu bukan bermaksud merendahkan, justru ini suara keprihatinan saya terhadap guru-guru TK yang mungkin gajinya tidak cukup untuk menjadi penopang kebutuhan rumahtangga, apalagi untuk sekolah lagi. Wajar jika kadang mutu pendidikan pun tak terlalu bersemangat peningkatannya karena rasa kemanusiaan untuk ‘jeleh’ (bosan) bisa mengikis keikhlasan dan etos kerja. Akhirnya, seperti celetuk suami salah satu guru TK diatas “mending kamu ngurusi anakmu sendiri, saya tambah uang belanjamu, bu..’
Sungguh, kesejahteraan para guru TK itu membuat saya menarik kesimpulan bahwa pengabdian menjadi sebuah motivasi yang melampaui nilai nominal. Tapi apa iya para guru yang setiap pagi sudah bersiap menyambut anak-anak kita, kadang meninggalkan anak-anak balitanya sendiri, mengasuh, menghadapi kerewelan anak-anak, harus melatih kemampuan anak-anak kita, harus tetap ceria ditengah persoalan mereka, membuat peraga-peraga yang kadang butuh ketelatenan, melatih motorik halus dan kasar anak-anak, menghadapi ‘hasil’ didikan orangtua yang tak semuanya santun. Ya,ya,ya.. profesi guru TK /Play group yang jika kita renungkan merupakan ‘bagi tugas’ pengasuhan yang semestinya banyak dihandle orangtua, ternyata tak mendapatkan penghargaan materi yang selayaknya. Belum lagi tuntutan saat ini dimana kebanyakan orangtua dan beberapa SD mensyaratkan bahwa lulusan TK harus dapat membaca. Hasilnya? Mohon maaf, anak-anak tak lagi menemukan sekolah TK zaman kita dahulu yang benar-benar hanya bermain. Guru TK pun akhirnya bekerja keras mengajar membaca.
Entah apa pesan dari tulisan ini. Namun jika boleh saya menyuarakan ‘ngudo roso’ para guru yang sempat saya dengar, sepertinya sangat mulia jika Yayasan , atau pengelola-pengelola TK, PAUD swasta mulai memperhatikan kesejahteraan pendidiknya. Insya Allah dengan terperhatikannya –minimal- gaji pokok mereka, etos kerja akan semakin baik. Sekali lgi, ini tentu bukan tentang spirit ikhlas dan tidak ikhlas, sebab saya yakin menjadi guru TK adalah pilihan bagi orang-orang tulus dan cinta anak-anak. Ini soal penghargaan profesionalitas. Wallahu a’lam bishawwab. Salam Inspiratif!