Selasa, 28 September 2010

Empowering Muslimah :Mengokohkan Jatidiri Muslimah (Powerpoint)








Oleh-oleh dari seminar muslimah di kampus STAIN Surakarta beberapa waktu lalu. semoga bermanfaat , untuk versi makalah semoga bisa posting lain waktu.silakan share asalkan cantumkan blog ini sebagai sumbernya. Salam inspiratif!

Senin, 27 September 2010

Muslimah dan Solusi Problematika Perempuan















Menjadi Muslimah semestinya tak hanya cukup berkutat memajukan diri sendiri. Problematika perempuan di masyarakat menjadi lahan dakwah potensial yang harus digarap secara komperehensif. Presentasi tentang peran muslimah dalam memberikan sumbangsih untuk problematika perempuan  khusunya KDRT dapat Anda lihat disini.

Referensi:

  • Buku Meretas Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, Shalah Khazan, Era Intermedia
  • www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/08/drs-subagyo-madeputi-bidang-perlindungan-perempuan-kementerian-negara-pemberdayaan-perempuan.ppt jaringan kerjasama penanganan korban kekrasan.ppt
  • Makalah dan Powerpoint Kekerasan Dalam Rumahtangga Drs.H. Husain Jusuf, M.Pd

Minggu, 26 September 2010

Vermiseli Kuah Susu : Sarapan Sehat Cukup Nutrisi

 
Ini menu sarapan favorit anak-anakku.Ini masakan favorit masa kecilku juga. Resep rumahan yang sudah aku praktekkan sejak kelas 1SMP hehe. Mudah membuatnya dan bikin aku PD karena dengan menghabiskannya Insya Allah kebutuhan kalori mereka cukuplah untuk sampai pulang sekolah. Resep ini juga bisa jadi hidangan selingan, mungkin butuh referensi lain untuk sarapan? Silakan coba, semoga bermanfaat, ya!



Bahan
2 gulung misoa (vermiselli) (diremas sedikit)
Susu segar 1 liter
Margarin 2 sendok makan
Cengkeh 3-4 butir
Garam secukupnya
Gula secukupnya
Kismis atau sukade (kalau ada dan suka)

Taburan:
Kacang kenari sangrai
Susu kental manis
Bahan taburan lain sesuai selera

Cara buatnya:
  • panaskan margarin, tumis cengkeh dan misoa yang telah diremas sedikit  sampai sebagian berwarna kekuningan /kecoklatan (jangan gosong ya J ) daiats api kecil
  • Masukkan susu segar, kismis atau sukade sampai mendidih, aduk rata, tambahkan gula dan garam secukupnya, jangan terlalu manis
  • Sajikan panas dan taburi kenari sangrai dan susu kental manis
  • Untuk 2- 3  porsi  

Rabu, 22 September 2010

Resep Kare Kambing warisan Mamah : Lezat Pengobat Rindu


Udah lama pengen posting tentang resep wajib dirumah kami ini. Pokoknya semua masakan ‘kalah’ deh kalo udah ketemu kare kambing. Adek lelaki , suami, abah, iparku bahkan mengakui, semua masakan pedas rawan sakit perut, tapi pedasnya kare?melawan penyakit hehe. Selain bahan utama si daging kambing yang emang khas, bumbu kaya rempah dari kare cukup jadi penambah stamina. bahkan sekarang dua putriku udah ‘familier’ dengan menu wajib jalur ibunya ini hahaha.

Nah critanya ni, kemaren Abah tiba-tiba beli daging kambing karena salah satu paman almh. mamah mau berkunjung. Tapi ternyata gak jadi. Ah ya udah kita tetep masak ajah. Aku yang udah beli ikan nila sementara masuk freezer dulu hehe. Nah, uniknya kalao masak bareng abah, aku harus rela  hanya jadi asisten. Dari meracik bumbu, ini itu abah semua. Bumbu udah tersedia komplit, tinggal abah cemplang cemplung, aku ambil ini itu. Trus my pa lebih sreg kalao mematangkan kare pake anglo dan arang yaaa… beli dulu. Tapi, karena kambingnya di Bang Umar (langganan kami) dapat kambing muda, makanya itu arang gak jadi kepake.

Baiklah, bagi yang kemaren pesen resepnya, ini kubagi tapi yah..ini resep mamahku , banyak versi kare kok. Termasuk cara masaknya. Mamah termasuk yang ‘keluar pakem’ saat masak kare yaitu gak digongso dulu bumbunya. Mungkin awalnya karena mamah sering ngundang makan tamu abah jadi musti cepet.ntar ya tentang metode masaknya .Nah kalo abah termasuk yang ‘tertib’ dengan menggongso/tumis bumbu dulu. Oya mamah termasuk yang ‘royal’ n berani bumbu. Katanya biar puas yang masak. Alhasil, dengan bumbu yang kental dan banyak kadang sisanya masih kami simpan dan jadi anakea masakan turunan hehe. Satu lagi, gambar disamping bukan masakan kami hihihih habis mau diupload mesti ribet karena motonya pake hp. Tapi yaah..gak jauh beda sama ilustrasi disamping
Bahan
1 kg daging kambing boleh sampil, iga, tapi menurutku kalau gak ada yang  daging bertulang kok gak seru hehe
tomat 2 buah
kentang sesuai selera
nanas (jika perlu, sekita 3-4 potong)
minyak untuk menumis
Air secukupnya
bawang bombay
margarin 3sendok makan
Bumbu:
Brambang ½ kg
Bawang putih 1 ons
Lombok merah  20 buah atau sesuai selera.Kalu mau gak pedes buang isinya. Biar lebih ‘merah’ rebus dahulu sebelum dihaluskan
kunyit kurleb 1 jari  / untuk kunyit bubuk 1sdm peres
Jahe  1 jari yang agak besar , boleh Cuma digeprek, boleh ikut diblender
cengkeh 8butir
Jintan 1 SDM
pala 1 buah
kapulaga 7-10 butir keprek
klabet 3 -5 butir (kebanyakan klabet bikin getir, ini Cuma untuk pengental)
kayu manis 10 – 15 cm
tumbar 1sdm peres untuk yang halus
mrica halus 2sendok teh
garam secukupnya
Pelengkap : Acar bawang merah tomat
Cara masaknya
    1. Haluskan / blender semua bumbu kecuali kayu manis, klabet dan kapulaga
    2. panaskan semua bumbu halus plus  K3 hehe (kapulaga, kayumanis, klabet) dan biarkan airnya berkurang, tambahkan minyak, tumis sampai harum dan matang , lalu masukkan daging kambing dan potongan nanas (jika ada). tambahkan air Masak hingga 25 menit atau daging mulai empuk
    3. masukkan kentang dan tomat dan masak kembali sampai kentang dan daging matang dan empuk. pengalaman saya sih butuh waktu 20 menit. Jadi total hampir 1jam lama memasaknya
    4. Cek rasa asin alami yang dikeluarkan oleh daging kambing, jika kurang baru tambahkan garam secukupnya. Jika sudah, sambil diaduk, masukkan 3sdm margarin
    5. Jika daging sudah empuk, udah deh
Pelengkap: biasanya kare ini dimakan barenga kue canai atau roti konde. Trus klau almh. mamah biasanya bikin acarnya. Caranya, kupas dan iris tipis tipiiis brambang nya
Tips:
·        jangan pilih daging kambing yang muda agar tidak mudah hancur
·        tambahkan nanas muda saat memasak agar daging cepat empuk
·        Jangan mencuci daging kambing sebelum dimasak, selain gurihnya hilang, katanya justru akan bikin ‘bau’
·        tambahkan garam setelah 20 menit proses memasak, karena daging gambingnya mulai mengeluarkan kaldu dan ‘asin’ alami.rasa asin dari garam hanya untuk memantapkan aja
·        selamt mencoba, hasilnya diluar tanggungjawab pengirim resep lho ya hehehe

Senin, 20 September 2010

PENJAGAAN AURAT ANAK: Catatan Kecil di Tepian Kolam Renang

Ayah saya dahulu sangat ‘keras’ melarang anak-anaknya pergi ke pemandian, kolam renang atau pantai. Usia kanak-kanak kami pun tak dipenuhi  acara ‘bermain air’ ditempat umum seperti anak-anak sekarang. Pernah suatu saat seorang kerabat mengajak kami ke kolam renang saat berkumpul, mungkin saat itu saya kelas 2 SD, ayah saya mengijinkan kai ikut (karena menjaga perasaan sauadar kami itu) meskipun sedikit sinis.
Kini saat saya jadi orangtua, saya dan suami mungkin memang tidak begitu keras. Bahkan, setelah bertahun-tahun tidak ke pantai semenjak kanak-kanak, saya merasakan sensasi ombak yang seru  pertamakali adalah saat saya sudah berstatus istri alias saat honeymoon di pantai Bandengan Kota Jepara, tetangga Kudus.hehe. Sudah ya prolognya.
Ceritanya, Lebaran hari kedua kemarin, saya, suami,  kakak ipar, anak-anak dan ponakan pergi ke taman bermain yang ada kolam renangnya tepat di depan GOR Kota Kudus. Kebetulan rumah mertua sangat dekat dari sana. Kami sengaja pergi dipagi hari sekitar pukul 7.30 setelah sarapan. Maksudnya agar tidak terlalu ramai.  Kami biarkan anak-anak memakai baju ‘main’ seadanya karena toh akan berenang sekalian mandi pagi hehe. Tentu saja pakaian main anak-anak kami tetap dengan celana panjang dan jilbab untuk anak-anak  yang perempuan.
Setelah mengantre dan membeli tiket untuk masuk kekolam renang, mulailah anak-anak bersiap nyebur. Ponakan kami Ninis (2SD) tanya ke abinya, “Bi, jilbab dilepas gak? Aku gak bawa jilbab ganti”. Jawab Abinya ,”pakai aja ntar kan habis ini masuk mobil gak usah pakai jilbab gak papa karena langsung pulang” Alhasil jadilah anak-anak kami nyemplung dengan baju lengkap : Kaus, celana panjang dan jilbab kecil. Sepintas orang sama melihat anak kami dengan “aneh”. Ternyata saat pandangan kami –saya , suami dan kakak ipar- menyapu sekitar kolam…. Astaghfirullah… kami melihat banyak anak-anak sebaya dengan anak-anak kami bahkan lebih besar dengan PD nya telanjang dan berenang, berseluncuran tanpa risih. Kami jadi melihat pemandangan yang kontras dikolam. Sementara para orang tua mereka dengan tanpa risih juga menikmati. Sungguh disitu kami meraskan nikmatnya ilmu dan rasa malu. Kamipun sempat membincangkan hal tersebut dan sengaja ‘mengeraskan’ suara kami agar didengar para orangtua disekitar kolam hehhehe. Ada yang tersipu, ada yang kemudian memanggil anaknya, ada yang baru datang kemudian tetap menyisakan celana pendek untuk anaknya. Ada pula sih yang paham dan memakaikan anaknya pakaian renang muslim

Kejadian itu belum seberapa, beberapa waktu yang lalu, saya dan dua orang sahabat sedang membawa putra putri kami ke Waterland didekat rumah di Solo. Kami sengaja datang lebih pagi agar bebas dan anak-anak-anak tidak terganggu. Benarlah, kami menjadi pengunjung pertama dan bebas menikmati semua fasilitas bermain air.  Namun kami terpaksa ‘mempercepat’ acara kami demi melihat seorang bapak bertubuh subur dengan tanpa perasaan (malu dan risih) ikut nimbrung berenang disekitar anak-anak dengan hanya bercelana pendek. L. Rasa eneng dan risih segera mendorong kami untuk bergegas pulang.

Begitulah, kembali ke cerita di Kudus. Saya sempat berbisik pada kakak ipar  “Ini mungkin mbak, kenapa Abahku dulu melarang keras putra putrinya ke tempat-tempat pemandian atau kolam renang” hehe. Ternyata penjagaan aurat sejak dini sangat penting, rasa malu dan risih semestinya ditanamkan para orangtua agar kelak menjadi karakter anak-anak mereka dan lebih mudah diarahkan memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan. Alasan dan celetukan ah masih kecil, ah anak-anak kan gak belum paham, belum kena hukum sepertinya tak lagi berlaku di masa kini. Meningkatnya kejahatan seksual pada anak-anak, pedhophilia, pelecehan seksual pada anak-anak bermula dari hal-hal sepele semacam ini. Membiarkan anak-anak dengan tubuh lugu dan montok mereka hanya berbikini atau malah telanjang dikolam renang, atau membirkan anak-anak kita atau tetangga hanya berkaus kutang dan celana dalam diluar rumah, menjadi kesempatan bagi orang-orang yang iseng dan kemudian berniat jahat. Siapa yang menjamin ditempat-tempat umum tidak ada yang memotret tubuh-tubuh lucu dan lugu mereka kemudian ‘dinikmati’ oleh orang-orang dewasa berperilaku menyimpang? Siapa yang menjamin bahwa anak-anak kita dapat selamat dari kejahatan seksual ?
 Menjaga aurat sejak dini harus kita budayakan. Jika memang kita ingin mengajak anak-anak kita ke tempat-tempat berenang, lihat keamanannya, jaga adabnya, dampingi mereka, dan hindarkan mereka sebisa mungkin dari bercampur baur laki-perempuan. Semoga rasa malu hari ini menjadi investasi penghargaan terhadap diri mereka dimasa mendatang. Wallahu a’lam bishawwab.

Minggu, 19 September 2010

Kantin Jujur Masjid Agung Kudus

Mudik lebaran tahun ini saya berusaha menuliskan beberapa catatan perjalanan atau kejadian-kejadian unik yang coba saya rekam  selama mudik ke kota suami : Kudus. Semoga menjadi catatan inspiratif. Siang  itu kami sekeluarga bersama kakak-kakak ipar, ponakan dan mertua bermaksud mengunjungi salah satu kerabat di daerah Demakan. Karena yang dicari ternyata tak ada dirumah, maka kami putuskan untuk istirahat di masjid Agung Kudus, dan makan siang diluar.
Masjid agung Kudus sendiri bagi saya punya kenangan, ditempat itu saya dan keluarga besar mampir transit untuk berbenah dan merapikan diri saat pertama kali saya diunduh mantu dirumah mertua. hehe. Begitulah, selain bernostalgia, saya selalu senang menikmati tempat wudhu yang bersih, kamar mandi yang bersih, dan ‘celupan kaki’ khas masjid-masjid tradisional di Jawa. Tempat wudhu dan kamarmandi bersih dengan air berlimpah juga saya temukan di masjid Agung purwodadi (meskipun lebih kecil). Naik ke lantai dua, kita bisa menikmati suasana sholat khusus putri yang nyaman dan luas. Meskipun saya masih selalu berharap, di masjid-masjid kita mukenanya bisa terawat rapi ya! Tempat sholat dilantai atas itulah yang biasanya digunakan para ibu dan remaja putri untuk  ‘merapikan make up’ dan penampilan hehe.
Usai sholat kami sekeluarga bersantai di lantai bawah. Bersama para pemudik dan pengunjung kudus dari luar kota kami minikmati lantai dingin masjid yang sejuk. Anak-anak gembira, bayi kami dan beberapa balita merangkak bebas. Tiba saat pulang, rasa haus tak lagi berkompromi. Saya awalnya tidak ngeh kalau disebuah sudut sebelum kamar mandi, ternyata ada lemari pendingin dengan beraneka macam minuman (soft drink) mulai dari air mineral, minuman isotonik, dan sari buah. Mulai harga 2000 rupiah sampai 6000. Kami sempat mencari penjualnya, sebelum akhirnya kami temukan tulisan “ masukkan uang pas kedalam kotak infaq”  dan tempat sedotan diatas meja. Harga minuman memang ‘didesain’ tanpa uang kembali alias uang pas dan gampang nge-pasinnya hehe. Ibu mertua saya pun berkomentar bahwa beberapa toko di Makkah juga  sudah begitu. Hmm... saya termasuk yang salut dengan upaya-upaya menciptakan karakter jujur melalui ‘kantin jujur’ seperti ini. Apakah tu di sekolah, di kantor, apa lagi ditempat orang-orang jelas menunaikan kewajiban sholat seperti ini. Memang, kita tidak bisa menjamin semua orang bisa jujur atau ‘tidak lupa’ memasukkan uang ke kotak infaq. Tapi, kebesaran tekad penyelenggara kantin jujur patut dihargai dan bagi para pembeli, sesungguhnya karakter jujur sangat dekat dengan rasa ‘malu’ dan rasa diawasi oleh Allah. Semoga upaya-upaya menyemai mentalitas jujur makin subur disekitar kita. Salam inspiratif!

Kamis, 02 September 2010

Musyawarah Yuk, Nak!


            Musyawarah? pa’an tuh? emang bisa anak-anak diajak bicara serius-serius begitu? Mungkin itu yang bergelayut di benak kita saat melihat putra putri kita yang bicaranya aja belum jelas dan suka ngelantur kemana-mana itu, ditambah rasa ego diusi  balita yang lagi dahsyat-dahsyatnya. Justru itulah yang menjadikanku memulai kegiatan ini.
            Membiasakan bermusyawarah menjadikan aku sangat menikmati proses memberikan pelajaran tentang apa yang boleh, tidak boleh dan apa yang kita sarankan untuk anak-anak kita. Musyawarah dengan anak  menjadikan kita melihat dan memahami sebuah persoalan bukan hanya dari sudut pandang kita, tapi memberi ruang pada anak-anak kita untuk mengeksplorasi apa, mengapa, siapa, bagaimana sebuah persoalan itu terselesaikan atau minimal mereka ‘pahami’ sesuai dengan alam kanak-kanak mereka.  Satu lagi, musyawarah memberikan pelajaran bagi mereka tentang menghargai pendapat, menghormati kesepakatan dan berbagi.
            Mungkin banyak teori yang ayah-bundam abi-umi, sist semua bisa dapatkan lebih komplit. Tapi boleh ya kami ceritakan pengalaman tentang bermusyawarah dengan putri-putri kami Maura ( hampir 5 tahun) dan Salma (hampir 3 tahun). Memang kadang sedikit memicu wajah cemberut diawalnya, tapi dengan sedikit ‘menyabarkan’ diri kita akan puas deh saat anak-anak kita bisa memulai ‘berdemokrasi’.
Apa yang Kita Lakukan pertama x ?
            Kegiatan ini memerlukan ‘awalan’ yang lumayan intens. Memperkenalkan kebiasaan selalu membuat anak-anak heran dan jika kita perceya diri melakukannya mereka akan ngikuut. Yang kami lakukan, baiasanya saya ‘mendengung-dengungkan’ kata musyawarah didepan anak-anak saat saya dan Abi ingin membicaraan sesuatu yang ‘penting’ meskipun gak penting-penting amat hehe. Biasanya kami bilang kemereka “ kakak Maura dan Salma, umi sama abi mau musyawarah dulu ya, ada yang penting nih” , atau “ Abi dan umi sudah musyawarah, sepertinya kita akan ….”  Atau “ Mau nggak kita musyawarah dulu biar kita bisa putuskan yang paling sip buat kita” Insya Allah saat kita konsisten memperkenalkan sebuah budaya atau kebiasaan baru, mereka akan mengerti. Sama dengan kita mengenalkan aktivitas kita apakah itu halaqoh, ngaji, nulis, dakwah dans emua aktifitas positif lainnya.
            Selanjutnya, kita buat suasana yang menyenangkan, tanpa tekanan dan memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengungkapkan dahulu keinginan mereka, kita tampung dan kita apresiasi positif. Kita hanya perlu ‘mengarahkan’ pada apa yang kita anggap baik saat mereka sudah menerima haknya untuk didengar. Mungkin dua contoh ini dapat menginspirasi
  1. Pengalaman “Siapa Dahulu yang pergi Dengan Umi?”
Di bulan Juni yang lalu banyak sekali undangan walimah. Alhasil tiap pekan saya selalu dapat undangan. Nah, saya sedang mempunyai program mengajak pergi kakak maura dan kak haniyya bergantian. Pagi itu saya kebetulan harus mendatangi undangan dan tidak mungkin membawa kedua putri saya. Dari pagi saya sudah mensosialisasikan acara ‘jagong’ pagi ini. Nah, kebetulan lagi, tante kami ( anak-anak memanggilnya yangti juga ingin mengajak salah satu dari putri kami untuk menemaninya) . Musyawarah kita mulai
“ Aku mau ikut umi” kata Maura
“Aku yang ikut umiiiiiiii….” Salma Haniyya mulai merengek
“Hmm… gini aja kita musyawarah yuk! Kan kita bisa bicarakan siapa yang gantian pergi sama umi hari ini” aku menggiring mereka keruang tamu
“Jadi gini nak…Umi kan dapat undangan terus nih. Hari ini di Bu darwiyah, nah pekan depan yang nikah amah (tante) Tia. Itu lho Maura yang kemarin kesini kasih undangan. “ Maura mencoba mengingat
“ ooooh   yang adeknya amah Ana itu ya Mi?”
“Betuul….Nah kalau hari ini Maura ikut walimah umi, berarti Maura minggu depan gak ikut di pernikahan Amah Tia. Kalau…..”
“ Iyaya, aku tau… Kalau hari ini Aku ikut Yangti Lia, aku minggu depan bisa ikut Umi sama Abi ketempat nikahan amah Tia, gitu tho?”
“ Sip, betul. jadi gimana?Haniyya ikut umi dulu hari ini trus minggu depan kakak Maura, gitu ya haniyya?”
“ Iyaaaa…..” Haniyya yang emang udah pengen ikut terlihat senang. Tapi targetku kali ini si Kakak
“Okelah kal begitu. Aku ikut umi yang minggu depan ajalah. Aku sabar aja. Sama abi juga tho minggu depan? Aku sekarang ikut Yangti” Alhamdulillah....kesepakatan trcapai. dan kami pun berangkat dan berpisah  tanpa rewel-rewelan lagi. hari itu, jujur saya senang karena Maura mulai bisa mengambil keputusan
      2. Membuat Jadwal Harian
      Bulan Agustus besok pagi. Magrib ini sudah kurencanakan mengajak anak-anak dan Abi untuk menyusun jadwal harian. Setelah magrib saya ambil bekas tanggalan besaar dan spidol besar. Kubalik kertasnya dan kutulis besar-besar “JADWAL HARIAN KELUARGA” mulai kuajak mereka berdiskusi
“Baik, kita akan bermusyawarah ya. Kita akan membuat sendiri jadwal kita. Kapan bangun pagi, nonton tV, berangkat sekolah dsb. Gimana ?”
“Setujuuuu, mi. Apa dulu mi pertamanya?” kata kak Maura. Salma si tengah Cuma ikut aja tapi dia ngerti maksudnya
“Baik, kita mulai ya. Bangun tidur jam berapa? Habis bangun tidur apa?”
“ Jam 5 mi, trus sholat subuh, ...trus apa mi? tugas ya mi?”
“Ya, tugas pagi,kak Maura kemaren pengen bantu buang sampah kan? kita sapu halaman bareng-bareng trus buang sampah yang didapur ya!” dan seterusnya kegiatan demi kegiatan seharian kami catat sederhana dengan jamnya. Anak-anak belajar menghargai pilihan dan konsekuensi. Kapan mereka menonton Teve, kapan mereka sudah ‘saatnya’ berhenti. Insya Allah jika dengan selalu melibatkan dan memberi mereka pilihan, mereka akan mengerti bahwa menghargai itu bermula dari diri sendiri. Lagi-lagi kuncinya pada kita : sudahkah mencoba memulainya?