Senin, 20 September 2010

PENJAGAAN AURAT ANAK: Catatan Kecil di Tepian Kolam Renang

Ayah saya dahulu sangat ‘keras’ melarang anak-anaknya pergi ke pemandian, kolam renang atau pantai. Usia kanak-kanak kami pun tak dipenuhi  acara ‘bermain air’ ditempat umum seperti anak-anak sekarang. Pernah suatu saat seorang kerabat mengajak kami ke kolam renang saat berkumpul, mungkin saat itu saya kelas 2 SD, ayah saya mengijinkan kai ikut (karena menjaga perasaan sauadar kami itu) meskipun sedikit sinis.
Kini saat saya jadi orangtua, saya dan suami mungkin memang tidak begitu keras. Bahkan, setelah bertahun-tahun tidak ke pantai semenjak kanak-kanak, saya merasakan sensasi ombak yang seru  pertamakali adalah saat saya sudah berstatus istri alias saat honeymoon di pantai Bandengan Kota Jepara, tetangga Kudus.hehe. Sudah ya prolognya.
Ceritanya, Lebaran hari kedua kemarin, saya, suami,  kakak ipar, anak-anak dan ponakan pergi ke taman bermain yang ada kolam renangnya tepat di depan GOR Kota Kudus. Kebetulan rumah mertua sangat dekat dari sana. Kami sengaja pergi dipagi hari sekitar pukul 7.30 setelah sarapan. Maksudnya agar tidak terlalu ramai.  Kami biarkan anak-anak memakai baju ‘main’ seadanya karena toh akan berenang sekalian mandi pagi hehe. Tentu saja pakaian main anak-anak kami tetap dengan celana panjang dan jilbab untuk anak-anak  yang perempuan.
Setelah mengantre dan membeli tiket untuk masuk kekolam renang, mulailah anak-anak bersiap nyebur. Ponakan kami Ninis (2SD) tanya ke abinya, “Bi, jilbab dilepas gak? Aku gak bawa jilbab ganti”. Jawab Abinya ,”pakai aja ntar kan habis ini masuk mobil gak usah pakai jilbab gak papa karena langsung pulang” Alhasil jadilah anak-anak kami nyemplung dengan baju lengkap : Kaus, celana panjang dan jilbab kecil. Sepintas orang sama melihat anak kami dengan “aneh”. Ternyata saat pandangan kami –saya , suami dan kakak ipar- menyapu sekitar kolam…. Astaghfirullah… kami melihat banyak anak-anak sebaya dengan anak-anak kami bahkan lebih besar dengan PD nya telanjang dan berenang, berseluncuran tanpa risih. Kami jadi melihat pemandangan yang kontras dikolam. Sementara para orang tua mereka dengan tanpa risih juga menikmati. Sungguh disitu kami meraskan nikmatnya ilmu dan rasa malu. Kamipun sempat membincangkan hal tersebut dan sengaja ‘mengeraskan’ suara kami agar didengar para orangtua disekitar kolam hehhehe. Ada yang tersipu, ada yang kemudian memanggil anaknya, ada yang baru datang kemudian tetap menyisakan celana pendek untuk anaknya. Ada pula sih yang paham dan memakaikan anaknya pakaian renang muslim

Kejadian itu belum seberapa, beberapa waktu yang lalu, saya dan dua orang sahabat sedang membawa putra putri kami ke Waterland didekat rumah di Solo. Kami sengaja datang lebih pagi agar bebas dan anak-anak-anak tidak terganggu. Benarlah, kami menjadi pengunjung pertama dan bebas menikmati semua fasilitas bermain air.  Namun kami terpaksa ‘mempercepat’ acara kami demi melihat seorang bapak bertubuh subur dengan tanpa perasaan (malu dan risih) ikut nimbrung berenang disekitar anak-anak dengan hanya bercelana pendek. L. Rasa eneng dan risih segera mendorong kami untuk bergegas pulang.

Begitulah, kembali ke cerita di Kudus. Saya sempat berbisik pada kakak ipar  “Ini mungkin mbak, kenapa Abahku dulu melarang keras putra putrinya ke tempat-tempat pemandian atau kolam renang” hehe. Ternyata penjagaan aurat sejak dini sangat penting, rasa malu dan risih semestinya ditanamkan para orangtua agar kelak menjadi karakter anak-anak mereka dan lebih mudah diarahkan memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan. Alasan dan celetukan ah masih kecil, ah anak-anak kan gak belum paham, belum kena hukum sepertinya tak lagi berlaku di masa kini. Meningkatnya kejahatan seksual pada anak-anak, pedhophilia, pelecehan seksual pada anak-anak bermula dari hal-hal sepele semacam ini. Membiarkan anak-anak dengan tubuh lugu dan montok mereka hanya berbikini atau malah telanjang dikolam renang, atau membirkan anak-anak kita atau tetangga hanya berkaus kutang dan celana dalam diluar rumah, menjadi kesempatan bagi orang-orang yang iseng dan kemudian berniat jahat. Siapa yang menjamin ditempat-tempat umum tidak ada yang memotret tubuh-tubuh lucu dan lugu mereka kemudian ‘dinikmati’ oleh orang-orang dewasa berperilaku menyimpang? Siapa yang menjamin bahwa anak-anak kita dapat selamat dari kejahatan seksual ?
 Menjaga aurat sejak dini harus kita budayakan. Jika memang kita ingin mengajak anak-anak kita ke tempat-tempat berenang, lihat keamanannya, jaga adabnya, dampingi mereka, dan hindarkan mereka sebisa mungkin dari bercampur baur laki-perempuan. Semoga rasa malu hari ini menjadi investasi penghargaan terhadap diri mereka dimasa mendatang. Wallahu a’lam bishawwab.

1 komentar:

  1. Aq pernah kejadian di kolam renang pinggiran bandung, tempat bilas tepat sebelah kolam renang. Dan ada bapak gendut pendek telanjang bulat sedang membilas diri, tanpa perasaan malu dia cuek. Spontan aq beres2 dan ajak kedua anakku pulang.

    BalasHapus