Jumat, 23 Oktober 2015

Saya Gak Muslim, Tapi Juga Pilih Anung Fajri, lho!



Proses memilih pemimpin daerah sedang menjadi ‘gawe’ warga Solo sampe 9 Desember nanti. Perjalanan kami dengan agenda direct selling ke rumah-rumah dan bertemu masyarakat memberi seabreg  pelajaran. Mblusuk kerumah-rumah dan bertemu masyarakat  bagaikan sales bukan ‘hal baru ‘ bagi kami kader PKS. Monggo saja dibilang ‘jualan’ partai, jualan pasangan calon hehehe… memang kami sedang mengenalkan apa yang kami anggap baik untuk masyarakat, kok!  MESKIPUN memang kami haqqul yakin  TIDAK ADA KESEMPURNAAN jika kita masih mengaku sebagai ciptaan Allah, apalagi Cuma partai  pasangan calon pemimpin dan sistem pemilu buatan manusia. Semua punya potensi buruk, salah, berlebihan, tidak akan menang, in itu semua pasti. Namun…bukan tidak ada postif dan kontribusi kebaikannya juga tho? heehe

Kembali ke masalah Pilkada dan menawarkan pilihan pada pasangan calon, tidak dipungkiri dan JUJUR sajalah ada dua pasangan yang akhirnya mengerucut pada pilihan muslim dan non muslim. Tidak perlu tabu membicarakan ini karena memang pasangan Anung- Fajri Muslim-muslim dan bapak FX Rudi- Purnomo Non Muslim-Muslim. Ini menarik dan tidak masalah. Isue agama adalah sah sebagai pertimbangan pemilih, asalkan fair dalam menyampaikan informasi tentang pasangan calon dan profilnya. Artinya, memang wajar dong  jika saudara-saudara yang Non- Muslim memilih FX Rudi tho? Atau jelas yang memahami bahwa seorang muslim wajib memilih pemimpin seakidah juga sangat wajar bukan jika memilih Anung – Fajri ?!  maka bagi yang mengatakan “jangan bawa-bawa agama di Pilkada ” yaa gimana yaa piye-piyeo (solo banget yak. bagaimanapun, ed) agama itu songgone wong urip (tiangnya orang hidup),wajar  orang akan lebih memilih orang yang seakidah lah untuk memimpinnya.Jadi melibatkan agamamu dalam segala selera hidupmu itu wajar kok, baik Anda Muslim maupun non Muslim.

Pun begitu, dari bincang-bincang dengan teman-teman, tetangga dan masyarakat yang saya temui ada pula yang tidak melulu memilih pasangan calon berdasarkan agama. Wajar kok. Selera tidak bisa dipaksakan. Seperti yang kita tahu, Koalisi Solo Bersama diusung beberapa partai yang tidak semua berbasis partai Islam. Maka disini menarik, saat saya tanya seorang teman dan warga yang kebetulan saya temui beberapa ( yang kebetulan non muslim) ternyata juga tidak selalu memilih berdasar agama.

 Beberapa menyatakan “Mbak…kita memilih pemimpin bukan hanya siapa dia tapi siapa yang mengusungnya. Meskipun saya bukan Muslim, saya memilih AFI, karena partai pendukungnya minimal tidak nggegirisi mbak…meskpun semua bukan jaminan tapi kita ingin bersama membangun Solo ini lebih baik bersama-sama, saya pikir Pak Anung dan Mas Fajri bisa mengayomi kami juga yang non –Muslim kok, pengalaman pak Anung di pmerintahan dan mas Fajri di masyarakat  juga lumayan. Semoga ya mbak, kita doakan agar Tuhan memberkati..” 

Semoga pilkada Solo sejuk dan mnyejukkan, damai dan mndamaikann. Tak perlu ada ancaman ketakutan, ancaman bakar-bakaran kalo pasangan tertentu tidak menang, atau budaya-budaya premanisme yang dihembuskan ke masyarakat, atau intimidasi ‘halus’ yang membuat masyarakat justru tidak menggunakan hak pilihnya, atau pembodohan opini. Biarkan masyarakat Solo memilih karena kesadarannya monggo apakah kesadaran religiusnya atau…kerinduan akan moralitas, budi dan pengayoman pemimpinnya, karena moralitas, budi dan pengayoman itu MILIK dan AJARAN SEMUA AGAMA .
****
“Apa Tidak ada NKRI di hati anda? Kok Bilang Berasa Gak Punya Presiden”
                menulis status tentang apa yang kita ‘pikirkan’ di sosmed  tentulah menawarkan dua pilihan saat ini : dibully atau dibela. Hm..bagi saya, itu tidak banyak berpengaruh. Kita harus belajar memaknai ‘kemerdekaan ‘ cipta, rasa dan karsa kita.
Tersebutlah saya, seorang warga negara biasa, yang juga ibu rumahtangga ini ‘lancang sekali’ menulis status tentang kabut asapngan ‘mennatang’ para pembela presiden dan kabinet HEBAT , yang saya anggap ini memang tugas negara doong melindungi warga.saya mungkin terlalu judes dengan ‘menantang’ para pemujua, pembela presiden dan kabinet HEBAT yang dulu suka dishare linknya, atau diposting kinerja2 hebatnya di awal. Nah…coba doong sekarang saya dikasih postingan2 tentang kinerja peme.ihhiirr…termasuk nyinyir bilang “ Saya memang berasa GAK PUNYA PRESIDEN” kok… ahhhay rupanya


Lembaran Triplek dan Mangga yang Ranum  : Bekal karakter ber- Amar Ma’ruf Nahy Mungkar

                Dua perumpamaan itu sangat saya sukai. Saya mendapatkan penjelasan keduanya dari sebuah kajian dimana ‘Ustadz Special’ yang saya cintai menyampaikannya. Pantesan nyantel..(nggak diing, jangan lihat siapa yang mengatakannya, tapi lihat apa yang dikatakannya kaaan kebetulan aja yang nyampekan kekasih hati) . Tulisan ini mengambil ‘referensi’ perumpamaan keduanya yang bagi saya inspiratif. Dan setiap saya hendak timbul malas…saya selalu mengulang merenunginya agar energi positif pendar kembali. Kali ini saya tuliskan agar pendar itu menyemangati kita semua.Yuk, Mari!
  Adalah kita, manusia laki-laki dan perempuan, memilih menjadi orang beriman dan pada akhirnya memilih dengan sadar atau bahkan ada yang awalnya ‘terpaksa terkondisikan’  menjadi ‘sebagian manusia’ yang memenuhi seruan Allah untuk melakukan amar ma’ruf nahy mungkar ( yuk buka QS.Ali Imran 104), maka kita tentu tak ingin menjadi seseorang penyeru kebaikan yang berilmu lemah, atau pencegah kemungkaran yang beringas dan kaku bukan? Amanah amar ma’ruf nahy mungkar yang disematkan Allah dalam misi agama ini begitu mulia dan terus menerus menjadi warosatul anbiyaa’ (warisan para nabi) hingga kita saat ini. Pembawa misi kebaikan tentulah harus berbekal banyak ketrampilan, ilmu dan kepribadian mempesona yang tulus dan benar-benar menjadi karakternya (bukan pencitraan, lhoo hihi)

1.       Lembaran Triplek : Luas dan Luwes
         Apakah kita pernah melihat dan menemukan secuil triplek? Bagaimana keadaannya? Apa yang bisa dibuat dari secuil triplek? Ya, ya..Secuil triplek tentu kaku, keras, tidak bisa dibentuk dan hanya bisa sedikit memberi manfaat. Tapi triplek lembaran? Yang lebar dan bahkan bisa digerak-gerakkan? Begitu luas, manfaatnya banyak, bisa jadi daun pintu, bisa jadi almari, meja dan sebagainya. Selembar triplek memberi ‘peluang’ untuk dijadikan apa saja yang memberi manfaat.
          Itulah manusia dan modal ilmunya. Seseorang, yang berilmu hanya secuil dan –lebih parah lagi- jika tidak mau menerima pelajaran dari orang lain biasanya berpotensi menjadi pribadi yang kaku, pedapatnya hanya satu sumber, sulit menerima perbedaan. Diperparah jika dengan ilmu yang secuil itu dia begitu percaya diri dan tidak mau belajar lagi.Apa yang terjadi?
           Sebaliknya, orang yang berilmu luas, memiliki semangat belajar dari siapa saja, mau menerima masukan, bersemangat mencari ilmu dan terus membagikan ilmunya menjadi seorang yang memiliki kapasitas dan bahkan expert di bidangnya biasanya bisa memahami perbedaan, opend mind, memegang perinsip namun bisa menerima hal yang berbeda, tidak surut dicela, tidak pongah dipuji.
           Karakter ‘lembaran triplek’ yang luas itu juga menjadikan seorang yang berilmu luas bisa luwes tanpa harus menyakiti orang lain dan tanpa harus ‘melacurkan’ keilmuan dan idealismenya.
Ilmu menjadi modal kita beramar ma’ruf nahy mungkar.Mari  mulai belajar bicara dengan data, mulai mengajak dengan pemahaman yang prima tentang apa yang kita seru, juga mencegah dengan cara yang baik, tau tahapan kapan harus bicara lembut kapan harus tegas. Sekali lagi ilmu yang luas seperti lembaran triplek,bisa juga lembaran kain atau apapun deh  yang luwes dan memberi manfaat lebih luas

2.       Mangga ranum : Disukai semua orang dan Mengundang Selera
           Ini karakter penyeru kebaikan dan pencegah kemungkaran yang satu lagi. Pernah kita lihat mangga mengkal yang muda? Sudah tumbuh besar tapi masih mengkal. mangga seperti itu siapa yang menyukainya? Tentulah ibu hamil yang suka nyidam yang asem-asem, atau tukang rujak. hehe..Mangga mengkal dan muda kadang juga bisa menyebabkan sakit perut jika dimakan tanpa batas. Intinya penyuka mangga muda itu terbatas, sist!
           Beda kan dengan mangga ranum, manis dan matang pohon pula. Semua orang di semua usia dan kondisi suka dan ingin memetiknya, ditawarin juga gak nolak, baunya harum rasanya manis, siapa gak kepingin?
            Begitulah kita, jika karakter kita seperti mangga muda dan mengkal maka kita hanya mampu masuk  dan diterima olah ‘segmen’ tertentu. Kita tidak bisa membaur, kita bahkan terlalu underestimate dengan orang-orang yang baru atau tidak kita kenal, akibatnya kita terkesan begitu ‘masam’ dan membosankan.      Pada akhirnya ya…kita hanya bisa diterima dikalangan terbatas dan bahkan banyak orang ‘mewarning’ orang lain tentang keberadaan kita, duuh…
             Sebaliknya, kita semestinya menjadi mangga ranum yang menyenangkan, bisa masuk pada semua kalangan, disukai karena memang kita begitu humble, hangat, ramah,apa adanya dan jujur dengan keadaan diri kita. Karakter mangga ranum itu menjadikan kita bisa berempati dan tepo sliro dengan hal-hal yang baru kita temui, atau tidak hanya cukup dengan menyenangkan banyak orang tapi kita juga bisa membawa mereka pada kebaikan-kebaikan yang kita tularkan. Hingga amar ma’ruf dari lisan dan sikap kita menjadi sebuah keistiqomahan, dan orang meninggalkan kemungkaran dengan penuh kesadaran karena si penyeru yang penuh kesabaran dan begitu mengesankan
          Ah…jika..jika dari keduanya saja kita bisa belajar, maka kita pasti akan mendapatkan energi keberkahan dari semua aktifitas menyeru pada kebenaran dan mencegah kemungkaran, dan janji Allah bahwa sebagian orang yang demikian adalah orang-orang yang beruntung akan kita raih dan rasakan.In syaaAllah. Semoga menginspirasi akhir pekan kita. Wallahu a’lam..