Blueprint Keluarga itu Penting!
Selama ini saya dan suami lebih intens mengamati beberapa masalah rumahtangga
dan keluarga yang secara kebetulan sering kami temui. Baik di keluarga
kecil kami, keluarga besar, keluarga teman dan semuanya menjadi bahan renungan
untuk kami berdua yang Insya Allah, 8 Februari 2017 esok genap menjalani
biduk ini 13 tahun. Sering mengisi seminar pra nikah dan keluarga bersama, juga membuat kami banyak mengambil hikmah.
Dan sampailah saya pada satu simpulan bahwa memang blueprint atau gampangnya gambaran detil tentang rumahtangga kita itu penting sekali. Bukan hanya sebuah angan-angan tapi sebuah rancangan, pola-pola hubungan dengan banyak pihak, yang jika tak terbahas dan tak dapat disepakati ternyata akan ters menjadi pemicu ketidaknyamanan, ketidak mantapan, keragu-raguan dan berakhir dengan ketidakselarasan kita , kejenuhan kita dalam rumahtangga
Mengapa Penting?
Saya mengambil pelajaran dari keluarga-keluarga
yang sukses –meskipun ukuran sukses itu relatif- yang saya kenal. Rata-rata
mereka bukan orang-orang yang menjalani kehidupan rumahtangga dengan apa adanya
dan waton mlaku (asal jalan). Mereka adalah penghayat setiap jengkal
jejak rumahtangganya. Bagaimana jika tidak ?
Sayapun melihat profil keluarga yang carut marut,
timpang dalam komunikasi, jenuh dalam perjalanan, dingin dalam hubungan,
anak-anak yang tidak terhandle, konflik dengan mertua, menantu , ipar bahkan
antar keluarga besar ternyata dimulai dari ketidakjelasan arah dan pola. Dari
semuanya saya mengambil pelajaran.Saya juga tidak menjamin keluarga kecil saya
baik-baik saja, saya pun tetap punya masalah. Namun ternyata saat semua
masalah itu saya dan suami kembali pada tuntunan syar’i dan pola yang sudah
kami sepakati, masalah-masalah itu tetap berakhir cantik. Maka, dengan segala
keterbatasan saya menyerap ilmu, mengamati dan dengan kerendahan hati, izinkan
saya urun ide tentang blueprint yang mungkin dapat sama kita renungkan dan
mulai kita gagas agar tak terlambat. Sekali lagi, ini hanyalah sekelumit ide,
bisa jadi Anda tela lebih dulu sukses dalam menjalaninya.
Apa Isinya?Apa yang sebaiknya kita masukkan kedalam
blueprint itu?
1. Pola K O M U N I K A S I
Suatu hari seorang teman pernah mengatakan pada saya, “ aku ndak mau
ribut mbak sama suamiku, aku malas berkonflik, jadi aku turuti saja apa kata
suamiku meskipun kadang bertentangan dengan pendapatku” Saya pun menjawabnya :
“ Dan itu sikap yang tidak selalu benar...itu tidak sehat menurutku”
Banyak suami istri yang menganggap bahwa previlige kepemimpinan seorang
laki-laki dan haknya mendapat ‘ketaatan’ dari seorang istri adalah mutlak dan
akhirnya bersifat menjajah karena tidak dibarengi dengan semangat mencintai dan
memahami agama sehingga melahirkan
ketaatan tanpa pemahaman antara kedua belah pihak. Suami semestinya
memiliki kepantasan untuk ditaati dengan terus memperbaiki ilmu tanggungjawab, dan
kasih sayangnya pada istrinya. Sebaliknya istri mentaati karena ketulusan dan
pemahaman, rasa hormat. Itu semua perlu komunikasi.
Pola
komunikasi harus disepakati dan dipahami. Ekspresi marah, cemburu, setuju,
tidak setuju,sedih , gembira harus pas dipahami oleh sepasang suami
istri. Mungkin-seperti juga saya- diawal menikah hal itu sangat sulit. Tapi
saya dan suami yang tipenya sama-sama suka ’blak-blakan’ segera menemukan pola
komunikasi yang lumayan. meskipun, jujur, saya termasuk yang kadang masih suka
mudah tersinggung dan meletup hehee
2. Pola Hubungan Dengan PIHAK KETIGA
Pihak ketiga
disini semua orang diluar kita dan pasangan, dari mulai orang tua, mertua,
ipar, adik kandung, pembantu, tetangga, sahabat kita, sahabat pasangan kita,
bahkan anak-anak kita bisa jadi termasuk ’pihak ketiga’ hehe.
Pola
yang mungkin bisa kita sepakati dengan pasangan adalah sejauh mana para pihak
ketiga (semua orang diluar rumahtangga kita) bisa ’mengintervensi’ kita. Okelah
jika hanya sekedar memberi saran tapi jika sudah mulai mengganggu komitmen
keluarga, merubah banyak planning masa depan , sebaiknya kita musyawarahkan.
Termasuk dalam ini adalah interksi sehat dengan keluarga besar dan kerabat.
Kalau kita istri, pliss, sadari bahwa dalam Islam hak orangtua atas suami kita
masih melekat.Jika memang wajar dan sudah semestinya, biarkan suami kita
memenuhi baktinya, Insya Allah kita dapatkan keberkahan. Kalau Anda suami,
pliss ajak juga istri Anda untuk memahami dan ikut serta dalam kebaktian pada
orangtua, namun juga jangan abaikan hak-hak kekerabatan istri Anda.
Pola
ini bisa jadi gawat jika kita atau pasangan merasa tidak adil dalam mebagi
’perhatian’ pada –terutama- keluarga besar. Tapi jika memang suami /istri dapat
kompak , asyik sekali, dijamin tak banyak badai dan intervensi yang membuat
bimbang. Udah pas takarannya, udah jelas gimana bersikap
3. Pola mengasuh dan Pendidikan Anak
Ini
dia yang kadang bikin ’berantem’ baik terang-terangan ato perang dingin. Apalagi
kalau kita masih kumpul sama ortu or mertua (makanya saya bersyukur suami dulu
sedikit ’ngotot’ ngajak ngontrak sendiri) . Jangan serahkan bulat-bulat
pengasuhan pada siapapun! Kita harus punya pola sendiri bagaimana mengasuh anak
dengan benar. Prinsipnya semua orang disekitar kita hanya penonton dan hanya
boleh kasih saran positif. Jangan terombang ambing. Pastikan anak-anak kembali
pada kita. Jangan menggantungkan pada pembantu atau keluarga besar. Sikap
menggantungkan ini sangat menjemukan orang lain dan akan menjadikan kita
kehilangan wibawa dan cenderung ’menyerah’ pada kemauan anak dan atau keluarga
besar.
Kalau saya, sangat bersyukur bahwa saya dibesarkan di lingkungan yang
selalu ’ikut mendidik saya’ disamping ibu dan ayah saya sendiri. Saya
juga melihat ibu saya tidak pernah ’sayang buta’ pada anak-anaknya yang
mengakibatkan orang lain takut menegur kami –anak-anaknya- saat kami salah. Itu
yang sekarang saya pake. Saya pun bersikap sama dimanapun tentang aturan. Misal
tentang makan, dirumah embah dan dirumah sama saja : makan besar sebelum snack,
jadi meskipun dirumah mbah ’dimanjakan’ dengan berbagai macam jajanan toko ,
anak-anak selalu ’izin’ : ”aku sudah boleh makan ini?” saya pun tidak
juga kaku. Jika saya pikir sayur, dan makanan utama udah masuk, oke, atau
jika memang untuk selingan oke juga. Yang penting jangan biasakan anak ’lapar
mata’ dengan menuruti semua permintaan mereka, namun tidak dihabiskan,
misalnya. Singkatnya tentang poin ini, bicarakan polanya, jalani, evaluasi,
kembangkan dengan semakin baik. Pengetahuan dan ilmu parenting bukan menjadikan
anak-anak kita ’malaikat kecil’ yang selalu baik dan manis. Tapi ilmu parenting
lebih menjadikan kita tau dan konsisten untuk menghadapi anak-anak kita dengan
cara yang benar.
Termasuk masalah pendidikan anak, saya dan suami
berusaha tidak memaksakan idealisme anak menempuh pendidikan sekolah dasar yang
'bagus' tapi ditempat yang jauh dari rumah. Atau saya menyarankan suami
untuk tidak sekolah lagi keluar negri sebelum anak sulung berusia minimal
8 tahun kecuali kami ikut serta hehee. Atau kapan saya dan suami 'longgar'
terhadap pendidikan formal dan kapan sudah membiasakan anak-anak dengan
'serius' belajar. Bolehlah saat-saat TK ini mereka bolos saat mereka mengeluh
capek hahaa.
4. Hal-hal EKSTERNAL
Pekerjaan, sekolah lagi? Dakwah? organisasi? Kegiatan masyarakat?
bicarakan dengan pasangan tentangnya. Komitmen macam apa yang ingin kita
berikan pada hal-hal diatas yang selaras dengan keluarga kita? Kapan kita harus
’keluar’ kandang dan apa yang harus kita penuhi dahulu dirumah? PRINSIPNYA ,
INTERNAL SOLID, EKSTERNAL PUBLISH....jika kita sudah solid didalam rumahtangga
kita, tiga pola sebelumnya sudah oke dan sudah punya pegangan, insya
Allah urusan ’luar rumah’ akan oke. Seringkali Dakwah, kerjaan, organisasi
diluar jadi ’korban’ menimpakan kesalahan atau kambing yang sebenarnya
berawal dari ketidakmampuan kita membuat blueprint keluarga kita dan
berkomitmen atasnya.
well Cuma empat itu saja pola yang utama saya
bahas. Silakan buat pola-pola yang Anda inginkan untuk blue print
keluarga Anda.. Mumpung masih trisemester awal tahun, mari kita susun kembali.
Semoga menginspirasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar