Minggu, 04 Juli 2010

Sebentar Ya : Pelajaran dari Si Sulung

Seperti catatan-catatanku terdahulu, kali ini aku lagi-lagi belajar dari guru kecilku yang sering membuatku speechless menghadapi kekritisannya...tapi memang, adil mengakui kebenaran itu harus kita mulai meskipun dari kejujuran seorang bocah. Ini ceritaku beberapa hari lalu, semoga menginspirasi

Suatu sore di hari Sabtu, 8 Mei 2010
Kubiarkan anak-anak bermain air dihalaman samping rumah. Basah, ya tentu. Kotor? pasti karena mereka membuat bubur pasir dan yah begitulah. Awalnya permainan itu ‘tenang’ sampai pada suatu saat seperti biasanya ada keisengan-keisengan si kakak Maura yang memecah tangis si tengah, Salma. Dan seperti biasa pula, si budhe (khadimat) dengan serta merta hheboh melerai . Kali ini maura mengguyur air kekepala adiknya yang memang ‘sebel ‘ dengan acara keramas. halaah.. Salma yang akhirnya sekalian mandi sudah diamankan budhe. Sementara si sulung masih asyik dengan adonan pasir dan baju basah kuyupnya. Hmm..aku yang hendak bersiap mandi dan berangkat ke kajian pekanan terpaksa mengalah untuk bernegosiasi dengan si sulung. Sebab, biasanya dia akan mengada-ada (minta dimandikan, minta ini itu saat saya sudah siap berangkat).

“Hmmm, Nak, Salma tadi diguyur ya...?” tanyaku sambil memperhatikannya yang mondar mandir mengambil air dan pasir
“ iya, salah sendiri anak kok cengeng gitu aja nangis.Ya tak goda aja sekalian…” hihihi, jadi sodara-sodara, sulungku akhir-akhir ini banyak mengadopsi gaya dan perkataan ‘maskulin’ dari teman-teman lelakinya disekolah. Apalagi didukung postur tubuhnya yang ‘gagah’ kadang aku kewalahan juga meredakan emosinya
“Ooo… tapi jangan gitu nho kak. Ingat kan cerita nabi Sulaiman? Orang yang kuat ndak boleh menyakiti yang lemah. Haniyya (Salma Haniyya, ed) kan emang paling takut diguyur kak.” dia menggumam sambil masih sibuk

“Oke kak, ini Umi mau liqo’ (ngaji) dan umi mau siap-siap . Kak Maura mau dimandikan umi apa budhe? “
“Umi aja yang madikan (agak ketus sambil masih sibuk mengaduk pasir)”

“Kalau Umi yang mandikan, sekarang ya jadi nanti kalau Uminya Aziz jemput umi, kan umi udah siap. Mandi sekarang yuk!”

“Sebentar..Umi tunggu dulu.aku aja baru ngerjakan ini kok” alah-alah...gayanya itu lho frend
“oooo....lha apa umi mandi dulu kalau maura udah selesai ntar tak mandikan. gitu pie?”kataku masih berusaha ‘sabar’ hehe lebih tepat menahan emosi ding.

“ Aduuh Umi ini, S E B E N T A AR...tho.! Lha wong orang-orang tua aja bisa bilang sebentar kok kalo disuruh anak kecil .masak anak kecil ndak boleh? Orang-orang tua lagi, sebentarnya lama lho Mi...”

Masya Allah!!!! Aku terhenyak. terhenyak, geli, takjub, bangga, Subhanallah!!! Ini adalah bahasa diplomatis Sulungku yang luar biasa sore ini. Aku hanya mengangguk-angguk dan membenarkannya

“ Oooo....iya-iya, umi ngerti. Baiklah, Umi akan tunggu sampai maura selesai. Umi kan harus SABAR ya nak, gitu? Tapi Maura sebentarnya cepat ya hehehe kan Umi juga mau ngaji...”
Akhirnya dia kumandikan, meskipun masih bersungut-sungut dan masih menggumam-menggumam suruh sebentar aja kok ya Umi itu lho ndak sabar...

Sepanjang perjalanan kerumah teman, aku memikirkan kata-kata Maura tadi. Kalimat yang jujur, lugas dan ‘kaya’ akan tumpukan pengalaman anak-anaknya mungkin . Akhirnya akupun menyimpannya. Dan aku pulang mengaji sudah lewat maghrib, maklum rumah kawanku agak jauh. Sampai dirumah aku sholat, menyimaknya baca ‘ iqra’ dan menunggu waktu tidur setelah isyak. Anak-anakku sudah tidur maksimal jam 19.30 karena siang mereka tidak terbiasa tidur. Singkatnya sekitar pukul 21.00 maura bangun dan menghampiriku yang sedang didepan komputer. Di mendekati meja dan stengah ngantuk dia bilang

“Umi, aku mau minum air putih dan susu....” katanya
“ ooo iya nak, air putih dulu atau susu dulu?” kataku sambil menatapnya
“ Air putih dulu....”
“Hmm...oke baik, S E BENTAR YA, sayang....umi simpan dulu dan umi sekalian matikan komputernya. Sabar ya?’
“ Ah umi..kalau anaknya minta air putih atau susu itu kan langsung berdiri bisa kan mi? Komputernya kan bisa nanti lagi….” Hah????? Kena lagi aku!

“ Oooo iya sayang, Ya Allah…umi minta maaf ya. Oke –oke “ Aku serta merta berdiri. Sambil mengaduk susu, aku memikirkan kata-katanya hari ini yang berhubungan. aku mencari-cari hikmah sebelum aku menulis catatan ini. Aku mendapt pelajaran lagi darinya.

“Ini nak susunya, Bismillah dulu. Trimakasih ya, umi tadi diingatkan. Tapi lebih baek lagi kalau kakak juga belajar sabar .Kita sama-sama ya Maura? “ Akupun mengajaknya pipis lalu mengantarnya tidur lagi.

Luar biasa. Anak-anak kita adalah peniru ulung yang detil dan pemberi kritik yang jujur. Kita yang harus membahaskan, terus memberi mereka kesempatan untuk berkata jujur dengan tidak merendahkan pendapatnya. Akhirnya dari kejadian hari itu, ini beberapa ibrah (pelajaran) yang kuambil

1. Bahwa kata SEBENTAR bagi anak-anak adalah isyarat tertundanya kebutuhan mereka. Meskipun kita harus pula mengajarkan makna ‘sabar’ namun bagi alam kanak-kanak mereka seringnya kita mengatakan ‘sebentar ya’ meskipun dengan kata-kata yang halus adalah bentuk ketidakpedulian kita pada mereka

2. Bahwa bisa jadi ketaatan anak-anak kita terbentuk karene terpenuhinya KEBUTUHAN mereka dengan segera dan tulus (ingat, bukan terpenuhinya keinginan, namun kebutuhan).Mislanya mereka sudah bilnag ‘lapar’, minta dibersihkan saat pup, minta minum, mengeluh sakit dsb. Saya jadi ingat kata seorang teman bahwa saat kita bersegera memenuhi kebutuhan anak kita, mereka akan belejar memahami aktivitas dan kebutuhan kita pula. Mungkin jika sampai hari ini anak-anak kta masih ‘malas’ dan kurang taat bisa jadi karena kita mengabaikan kebutuhan mereka dan menunda-nunda.

3. Bahwa ternyata, mengajak berdiskusi, memahami alam berpikir anak-anak akan menjadikan mereka menjadi anak-anak yang cerdas dan jujur. lagi-lagi mendidik dan mengasuh adalah persoalan memahami dan memberi teladan.
4. Masa meniru gaya, kata, aksen, dan sikap di usia kanak-kanak begitu dahsyat, sehingga mengucapkan kata-kata , bersikap semestinya menjadi sesuatu yang sangat kita jaga didepan anak-anak kita

Akhirnya, sejak hari itu saya berjanji pada diri sendiri akan meminimalkan kata SEBENTAR saat anak-anak saya sudah menyampaikan kebutuhannya. Saya pun mengajak pembantu saya begitu. “ Mbak, saat Maura dan Salma sudah minta makan, minta dicebokin saat pipis, atau sudah minta sesuatu yang penting, tolong segera penuhi ya…agar mereka juga manut dan tidak pemarah.” Dan benar, sayapun masih berlatih terus. Jika itu kita lakukan (termasuk segera memenuhi janji kita pada anak sekecil apapun) anak-anak kita akan belajar lebih sabar , Insya Allah.

Hmm.. masih panjang jalan mengasuh anak-anak kita. Sayapun yakin teman-teman punya banyak pengalaman yang dapat sama kita bagi untuk memperkaya kreatifitas kita. Menghantarkan diri kita sendiri untuk lebih sabar dan konsisten terhadap nilai sehingga saat kita mendidik anak kita tak ada lagi beban bahwa kita belum melakukannya. Sulit memang bahkan sampai hari inipun saya masih terus mencoba. Semoga Allah mencintai kita dan keluarga kita dan memudahkan kita mendidik amanah-Nya.

pesan sponsor: Note ini termasuk Hak Kekayaan Intelektual hehehe Silakan menshare note ini atau semua tulisan di penaperempuan.blogspot.com
dengan tidak mengeditnya serta mencantumkan nama penulis dan sumbernya.Terimakasih…

2 komentar:

  1. Subhanallah... bagus sekali mbak tulisannya, yang juga mengingatkan saya yang mungkin dirasa oleh anak2 kita adalah ketidakadilan dari orang tuanya... hehe
    Ternyata kita masih harus banyak belajar dari anak2 kita...

    oya, salam kenal...

    BalasHapus
  2. sama-sama mbak rahma..saya juga baru belajar.betuul.anak sulungku kemaren baru aja protes katanya kami lebih sayang sama adik2nya

    BalasHapus