Minggu, 04 Juli 2010

Oleh-oleh seminar Miracle at Home

Adalah disuatu hari yang berharga aku dan teman-teman dari KPPA BENIH menyelenggarakan seminar kecil ‘Miracle at Home’ bersama dokter Zulaehah Hidayati, pemilik Rumah parenting Bandung yang kukenal pertama kali melalui facebook (tengkyu ya facebook). Selama ini teori-teori dan diskusi-diskusi mengasuh anak memang sudah sering saya lakukan dengan suami, sahabat, tante atau membaca buku.
Awalnya, seminar parenting yang ‘hanya’ berpengikut 20 orang itu adalah usaha ‘memanfaatkan waktu’ beliau yang tengah berkunjung kerumah orangtua di daerah Baki , sukoharjo, selatan kota Solo. Namun luar biasa, efeknya pada saya dan keduapuluh teman. Semoga saya tidak overestimate, tapi kesan dari diskusi-diskusi dan koment di facebook membuat saya memiliki satu kesan tentang beliau: telaten merespon, telaten membuka ruang konsultasi di facebook, inbox atau telepon. Semoga selalu begitu meskipun sudah semakin ‘terkenal’ ya dokter. Kebetulan-lagi- beliau adalah tetangga kakak ipar saya di Bandung. Klop deh. lanjuut

Diawal pelatihan, dokter Zule memaparkan betapa pentingnya sebuah paradigma baru mengasuh anak. Dinukil dari Buku beliau “miracle at Home’ yang oleh Mizan diterbitkan dengan judul “ Anak Saya Tidak Nakal, Kok!”, maka bergulirlah tips praktis diawali dari pengumpulan masalah-masalah yang kami alami. Anak mengamuk, berkelahi, berbohong, memanipulasi, memilih-milih makanan dan sebagainya. memang yang saya rasakan, dokter Zule begitu sederhana saja memaparkan tipsnya. Buku yang akhirnya kami beli itu pun sederhana sekali pembahasaannya hingga kami merasa terpandu sesampai dirumah.
PARENTING di Rumah Parenting dituliskan dengan huruf kapital yang kepanjangannya menjadi sebuah ‘proses’ dan teknik mengasuh anak yang –menurut kesimpulan saya- memang harus diawali dengan ‘membereskan’ dulu diri kita, emosi kita. Setidaknya ini beberapa teknik yang kutulis dengan pemahamanku (semoga dokter Zule dan Rumah Parenting berkenan)

P untuk Pengasuhan anak yang benar(perubahan paradigma dari konvesnsional menjadi cara mendidik anak yang benar),

A untuk Anak adalah anugrah (sebuah kesadaran bahwa mereka adalah amanah, kebanggan, anugrah yang tidak semua orang ternayat memilikinya, sehingga kita harus mendidiknya, mengasuhnya dengan cinta),

R untuk Redam amarah (bahwa marah hanya akan membuat masalah menjadi tidak selesai, dan menambah masalah baru, marah akan membuat kita menumpulkan kreatifitas anak),

E untuk Empati mendengarkan ( empati mendengarkan menjadikan kita mampu memahami maksud anak yang kdang justru bermaksud baik, tulus, luarbiasa dan jauh dari yang kita sangka).

N untuk notifiaksi pembicaraan dan tindakan (teknik ini mengajarkan kita untuk tidak gegabah dalam merespon perilaku buruk anak, dan mengajarkan pada kita untuk ‘memilih’ sikap yang bijak seiring dengan teknik ‘R’ dan ‘E’) .

T untuk Tanamkan nilai positif ( teknik ini mengajarkan kita untuk tetap menanamkan energi positif, menghindari kata-kata buruk, merendahkan, menghina dan menstempel anak dengan gelar yang buruk. memuji, meyakinkan anak dengan hal2 yang baik akan membuat mereka sebaik yang kita inginkan, bahkan lebih).

I untuk istiqamah (bahwa mengasuh dan mendidik anak membutuhkan kesabaran, ketegasan, konsistensi agar anak mengrti maksud baik kita dan menghargainya. Istiqamah juga menjadikan kita tegas namun penuh kasih sayang). Dan

NG untuk meNGadakan time out ( time out adalah konsekuensi yang harus diterima anak akibat perilaku buruk yang ia lakukan berulang dan tidak ada perubahan, meskipun telah kita peringatkan. teknik time out banyak deh bunda.saya juga lagi belajar..hehe)

Nah…subhanallah, saat pulang, ternyata bekal teknik PARENTING itu membantu sekali. saya sengaja baru menuliskannya setelah sepekan. Karena sepekan ini, meskipun sedikit demi sedikit saya mampu meredam amarah saya. Saya berkomitmen bahwa saya akan memperbaiki diri dan cara mengasuh anak-anak saya dengan merubah diri sendiri dahulu. Tak mudah, tapi Insya Allah bisa.

Baru dengan me Redam amarah saja, sepekan ini saya merasa sedikit ‘berbeda’. Meminjam istilah Ustadz Fauzil Adhim, ternyata menjadi orangtua ‘sumbu pendek’ sangat merugi. Saya berkomitmen tidak lagi mau ‘mengomel’ atau berteriak, melotot (apalagi memukul) untuk menghentikan perilaku buruk mereka. Memang...masih panjang jalan mengasuh anak-anak, ini bukan sulapan mejik, euy. Apalagi seorang ibu yang selalu 'dianggap' paling bertanggungjawab atas perilaku anak-anak, tentu mengasuh anak menjadi tanggungjawab besar. Mereka baru lima tahun,3tahun, dan semakin kita mendapatkan ilmu baru, justru ‘ujian’ kesabaran kita semakin besar... ini saja dulu ya teman, sahabatku, bunda, ayah... semoga note2 selanjutnya tentang ‘tema’ ini bisa saya buat setelah saya melakukannya. (malu dong kalao udah nulis belum praktek....) thanks to rumah Parenting, dan 20 teman rintisan RP Solo yang bersemangat...kita buat lagi ya tanggal 29 mei agar manfaat yang kita rasakan dirasakan oleh para orangtua lain. BISMILLAH!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar