Kamis, 22 Juli 2010

Adil Pada Anak : Bahkan Saat Mereka Berbeda dan Tak Sempurna!

1.                
Mengamati mereka tumbuh menjadikanku bersyukur. Keunikan mereka menjadikanku ta’jub pada Penciptanya. Kedua putri yang sama-sama kulahirkan memiliki hal-hal berbeda. Si Sulung,Maura  yang saat aku menulis ini berusia empat tahun lebih, dan si tengah , Salma,yang usianya dua tahun lebih dua bulan. Dan anak ketiga kami yang saat naskah  buku ini  selesai kubuat ia sedang menikmati  3 pekan  didunia, kelak keunikannya pasti juga berbeda.

Hari ini, aku begitu tersentuh dan terhenyak. Si Sulung barusaja bertengkar dengan adiknya, Salma. Biasaa, mereka berebut. Kemarahannya membuatnya mencakar adiknya. Terus terang aku tak lagi bisa menahan amarah sebab kutanamkan  aturan pada mereka : Umi benar-benar  marah saat kalian sudah saling melukai dan menyakiti oranglain.

Disela penyesalannya dan tangisnya karena terpaksa kumarahi. Tiba-tiba Maura berkata  “ Semua orang tidak ada yang memanggilku cantik. Tadi aku diluar dipanggil gendut, gemuk. Aku mau dipanggil M A U R A...” Aku tercekat. Aku ikut menangis kupeluk sulungku dengan tulus. Naluri keibuanku merasakan gelisahnya. Mungkin kemarahannya tadi adalah pelampiasan. Kubelai rambutnya. Kutenangkan dia kukatakan padanya

“Nak, kamu cantik. Bagi umi kamu cantik...cantik sekali. Mungkin mereka memanggilmu gemuk karena gemas padamu, dan belum tau namamu, sayang. Besok kalau ada yang memanggilmu si gemuk lagi, perkenalkan namamu,ya! “ Maura masih menangis kecil dan masih terisak mengatakan dia tidak cantik

“Nak, yang penting kamu berakhlak baik. Sehat. Gemuk tapi baik hati itu lebih baik daripada kamu cantik tapi nakal. Makanya Maura yang sholihah ya, sayang sama adik, baik hati, ramah, tidak suka berkata jelek, itu semua lebih baik nak..Umi dan Abi bangga kok sama Maura. Kalau Umi dan Abi marah, dan menegur Maura karena kesalahan, itu agar Maura jadi anak yang baik dan Abi Umi tetap sayang. Sekarang, Minta maaflah sama adikmu  sayang “ Entahlah. Aku memang kesulitan megatasi sulungku yang sangat dominan, teguh pendiriannya, cerdas dan ‘kuat’ postur tubuhnya itu. Tapi dia sangat sensitif dan pemikir

Begitulah. Orang-orang dewasa disekitar anak-anak kita ( semoga tidak termasuk kita orangtua mereka)   sering menjadikan perbedaan-perbedaan menjadi sesuatu yang berlebihan dan tak jarang tanpa mereka sadari meruntuhkan atau mengurangi self esteem  (harga diri) anak-anak. Dari perbedaan fisik, prestasi belajar, sifat, bahkan selera! Ternyata menghargai keunikan dan pilihan anak-anak ataupun keadaan mereka apa adanya perlu kesabaran dan kebesaran jiwa.

Anak-anak yang tumbuh dalam suasana pembedaan atas mereka dengan anak lain (baik saudara kandung maupun teman-teman sebayanya) menyerap dan menyingkirkan dirinya dari optimisme. Betapa ‘ganasnya’ sikap membedakan anak-anak dapat menjadi boomerang bagi kita, para orangtua. Saya pernah mendengar cerita seorang teman yang selalu ‘menomorsatukan’ anak sulung mereka. Si tengah yang dari kecil merasa terpinggir, kalah, diacyuhkan,  tumbuh menjadi pribadi yang berkebalikan dimasa SMP. Ia jadi agresif, suka marah dan memanfaatkan ‘ketakutan’ ayah ibunya untuk menuntut sesuatu.

Sungguh, menghargai anak-anak kita sebagai ‘manusia’ seutuhnya adalah keharusan. Meraba potensinya, melihat kelebihannya, menikmati keragaman karakternya menjadikan kita lebih bijak bersikap. Kita, orang-orang yang beriman diperintahkan untuk bersikap adil pada anak-anak kita. Bahkan saat mereka tak sempurna sekalipun! Jangan pernah memperlakukan mereka berbeda. Saya pernah melihat cuplikan film dokumenter di sebuah kajian motivasi. Seorang anak yang menderita kelainan otak hingga tak bisa menggerakkan sebagian besar tubuhnya tetap diajak ‘hidup normal’ oleh ayahnya. Ia diajarkan berenang, diajak mengikuti lebih dari 900 event olahraga bersama sang ayah, dan dia menyelesaikan kuliahnya! Sang ayah memperlakukannya dengan adil dalam kehidupan. Subhanallah

Adil, mari kita adil pada anak-anak kita. Tak harus selalu memberikan sesuatu yang sama pada tiap anak, namun memperlakukan mereka dengan sama, apapun kelebihan dan kekuarangannya serta mendidik mereka untuk menghargai perbedaan diantara mereka sendiri. Tanamkan pada diri kita bahwa hukuman, hadiah, tutur kata harus selalu mencerminkan keadilan dan kasihsayang kita kepada mereka. Bahkan pada saat kita menghukum mereka, iringi dengan sikap bijak setelahnya. Agar ruh keadilan dan kasihsayang itu bersinergi menjadi kesan indah dalam kehidupan anak-anak kita kelak., dan menuntunnya menjadi manusia yang demikian pula : Adil sekaligus  penuh kasih. Wallahu a’alm bishawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar