Minggu, 04 Juli 2010

Audisi Pembantu Rumah Tangga


Saat menulis bagian ini saya sedang telah mengalami banyak hal berhubungan dengan seseorang dalam rumah tangga kita: Khadimat, pembantu, rewang (bahasa jawa,ed)dan semacamnya.Ya..ya…ternyata
banyak pengalaman yang sebenarnya aku alami dengan 'para khadimat' yang silih berganti hadir dalam kehidupanku he..he… tentu saja sejak aku kecil.Mengapa juga khadimat menjadi bagian yang aku rasa penting dalam diary pernikahan kita? Entah. Namun setahu dan serasaku, kebutuhan akan khadimat sangat sulit dipisahkan dalam rumahtangga kita.

Tulisan ini akan sangat panjang, sebab segala yang berhubungan dengan si khadimat akan aku tulis sejujurnya. Di tulisan pertamaku tentang mereka, kubagi beberapa tips untuk memilihnya atau sebelum kita memutuskan untuk ya atau tidak menerimanya di istana kita.Tak selalu mulus, tapi semoga bermanfaat.
a. Memilihnya Dengan Prioritas Kebutuhan Kita

Suatu hari, aku merasa begitu tertarik dan tercerahkan dengan perbincangannku dengan seorang teman.Aku bercerita begitu sulitnya mencari khadimat yang dapat 'diandalkan'.
"…..saat kita udah cocok sama kerjaannya, e…. dia punya sifat yang nggak menyenangkan dan sifat itu menjadi karakter yang membuat kita tidak nyaman,tidak aman" begitu kataku
"He..he.. iya sih Vid (sapaanku, ed) tapi aku punya nasihat bagus dari ibuku.Kta beliau,pembantu itu ada tipe-tipenya.." katanya sambil senyum simpul
"O ya? Menarik tuh pie mbak?" tanggapku
" Ada yang pekerjaannya oke, tapi dia enggak care sama anak-anak kita dan nggak bisa diajak bicara seperti teman…" hmm…aku menyimak dan iapun melanjutkan
"Ada yang care sama anak-anak kita, ana kita terurus dengan baik, dia sabar, ngemong, tapi dari sisi pekerjaan rumahnya nggak memuaskan…Dan yang terakhir…he he.. Ada khadimat yang yah… Cuma bisa kita andalkan sebagai 'teman bicara',bisa menjadi poendengar tapi pekerjaan dan cara mendidik anak-anak kita dia pas pasan.." dan temanku itu menghela nafas…"so.. tergantung kita sebenarnya apakah kita mau memilih khadimat untuk pekerjaan rumah kita, anak kita, atau hanya sebagai 'teman'.Begitu vid…." Diapun tersenyum

Ini yang sekarang saya hadapi. setelah berpetualang dengan berganti-ganti khodimat (pembantu, rewang, ‘asissten rumah tangga, apapun sebutannya) sampai tulisan ini kubuat saya selalu ingat nasehat teman saya itu. Memang sulit. Akhirnya kita memang harus benar-benar sadar khadimat bukan malaikat poenolong atau bahwa romusha yang kita kerja paksa. Akhirnya saya membuat prioritas bahwa saya memilihnya untuk melancarkan aktivitas dakwah. Sehingga, ada kalanya ia ‘hanya’ menjaga anak-anak ketika saya pergi keluar rumah, dan berlapang dada jika karenanya pekerjaan lain sedikit kurang sempurna

b. Berterus Terang Di awal tentang GAJI

Ada pepatah Arab yang sering dikatakan suami saya fish shorohah, rohah artinya : dalam keterusterangan ada ketenangan. Nah,gaji adalah salah satu yang menuntut keterusterangan kita diawal mereka ‘melamar’ pekerjaan.

Pengalaman saya, membicarakan gaji untuk khadimat diawal itu lebih baik. Artinya, sama-sama sepakat. carilah informasi upah standar untuk pembantu yang pulang sore (jawa: pocokan) atau yang menginap (jawa: ngebleng). Biasanya pembantu yang menginap gajinya lebih murah karena dia tidak memikirkan transpot, menginap dirumah kita, makan dan tidur juga bersama kita. Tapi kalau saya sama saja karena meskiupun menginap, justru tugasnya kadang lebih banyak kan?

Setelah kita tau upah standar, mulailah mennayakan pada calon khodimat apakah ia ingin gajinya diambil pekanan, bulanan, dua mingguan atau malah..harian?? ini penting agar kita siap anggaran. Selain itu, jangan sampai kita menunda upah yang mereka butuhkan, kecuali dengan ridho mereka.

Selain itu, tak ada salahnya jika kita membuat kesepakatan kapan gajinya dipotong, atau kapan ia bisa menerima ‘bonus’. Mislanya jika ia pocokan (tidak menginap) upahnya dihitung sesuai masuknya dia. Kalau saya, saya akan lihat komitmennya. kalau khadimat kita tipe orang yang memang ‘butuh’ bekerja, ia akan selalu masuk. Ia akan memprioritaskan pekerjaan dirumah kita.maka untuk yang begini, saya tidak akan pernah memmotong gajinya karena ia pasti bener-bener ada keperluan saat tak masuk. Sayapun tidak pernah memotong gaji harian pembantu yang tidak masuk karena sakit, baik dia atau keluarganya. Tapi ada juga pembantu pocokan yang sering tidak masuk, nah kita perlu memberi ‘warning’ dengan aturan gaji sesuai kedatangannya.

Yang jelas, gajilah pembantu dengan layak. Apalagi jika ia seorang yang loyal pada kita, berilah bonus atau hadiah yang menyenangkan hatinya, meskipun tak harus selalu berbentuk uang. Ingat, jangan terlalu pelit namun juga tetap profesional

c. Mintalah Komitmen Kerjanya dan Buat Aturan Kerja yang Jelas

ya, ini benar-benar pengalaman berharga. Saya pernah mengalami berganti khadimat setiap 3 bulan! Entahlah, saya sampai risih dengan komentar beberapa tetangga “kok ganti lagi, Bu Vida”. Kesannya saya ini orang yang ‘sulit. hehe. Padahal, hampir semua pembantu yang keluar kebanyakan karena problem mereka sendiri dan yang membuat saya jengah, mereka biasanya tiba-tiba tidak masuk beberapa hari tanpa kabar dan tiba-tiba..keluar! Bahkan saya pernah sedikit malu karena khadimat saya meninggalkan ‘hutang’ pada tetangga dan pada saya (yang ini sih udah diikhlaskan kok, tapi tetap ditulis untuk ambil pelajaran, gak papa doong) .he..he.Ya sudahlah. Semoga Allah memberinya jalan keluar dari kesulitannya.

So, dari sinilah saya semakin teliti dalam menyeleksi khadimat. komitmen untuk masuk tiap hari saya letakkan diurutan ketiga setelah : ia muslim dan sholat, dia jujur dapat dipercaya. Barulah yang ketiga: bersedia masuk setiap hari dan tidak sedikit-sedikit membolos. Karena, meskipun saya dirumah full, saya kadang saya harus keluar rumah, menulis buku, dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan 'pihak' ketiga untuk membantu saya.Alhamdulillah setelah lima kali saya mendapatkannya.Meskipun lagi-lagi tak ada orang yang sempurna. Saya tetap menemukan kekurangannya. Namun kriteria utama dan prioritas , segera membuat saya ‘beradaptasi’ dengan kekurangannya dan mengingat segala potensi baiknya.

Aturan kerja yang jelas itu penting. Apakah ia hanya mengasuh anak, ataukah ia hanya mengerjakan pekerjaan rumah, atau keduanya? Buat aturan juga kapan boleh nonton TV, apa yang boleh ia tonton bersama anak-anak kita,adab berpakaiannya, dan hal-hal yang menjadikan kita sreg jika ia melakukannya, sangat penting kita komunikasikan. Bukan apa-apa, kita turut bertanggungjawab juga kan terhadap kebaikan siapapun yang ada dirumah kita bukan?
d. menginap/ setengah hari?
Setiap pilihan ada konsekuensi. Kadang yang menjadi pilihan kita tak selamanya menyenangkan. Saya tidak pernah mempunyai pembantu menginap. Namun sejak saya akan melahirkan anak ketiga kami yang akhirnya harus cesar, saya meminta khodimat saya menginap. Awalnya saya terbantu karena saya foskus mengurus si kecil.Namun lama kelamaan saya seperti kehilangan anak-anak tertua saya. Saya mulai jarang membacakan cerita dimalam hari, mereka juga sering terpengaruh bicara si 'budhe' pengasuh yang kadang bikin hati saya kurang sreg, atau budhe pengasuh yang karena lelah jadi sering 'cuek', sedikit 'galak' dengan saya hehe.
Akhirnya tepat dua bulan, saya memilih mempekerjakannya setengah hari atau karena rumah beliau dekat, beliau ringan hati untuk pulang agak malam saat saya harus ada acara dimalam hari.Subhanallah, meskipun capek, tapi anak-anak saya 'kembali' ke pangkuan saya. dan Allah mudahkan...mereka kini sudah punya 'jam biologis' kapan tidur malam dan tidak sering terbangun dimalam hari. Itulah mengapa saya tetap cenderung menyarankan khodimat tidak menginap agar kita tetap punya 'kedaulatan' dirumah kita sendiri dan tidak terlalu 'bergantung' pada pembantu yang kadang justru menimbulkan masalah dikemudian hari

Tentang pengalaman mencoba ‘beradaptasi’ dan sabar itu...mungkin akan saya tulis berikutnya,ya! Insya Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar