Rabu, 24 Februari 2010

Mengenangnya Mendidik Kami: Catatan Rindu untuk Mama

Kepergian seorang ibu, menyisakan desir rindu yang menandak-nandak.Setiap sudut rumah ini, menerbitkan rindu padanya.Ya...R I N D U. Ibu meninggal karena komplikasi diabetesnya yang sudah tak lagi teratasi. Perjuangan yang lebih dari cukup untuk menahan lelah, penat dan ikhtiar manusiawi untuk berobat membuat beliau masuk keluar RS. Tapi kali ini...akhir Februari tahun lalu..ah rasanya masuk rumah sakit yang ini begitu 'berbeda' dalam rasa kami. 23 tahun dengan diabetesnya, mamahku terbilang ‘penderita cerdas’ begitu istilahnya. Namun, gempuran sakit yang bertubi, tekanan psikis dan lelahnya jiwa mungkin tak lagi bisa menawar takdir. Akhirnya, 4Maret 2009…Allah lebih Maha Tahu bagaimana mencintai perempuan luarbiasa itu. Mamaku, Meninggal dalam keadaan koma. Semoga Allah menempatkan beliau pada tempat yang mulia disisi-Nya.

Dan hari ini, Aku hanya ingin mengenang kebaikan mamah kepada kami. Agar kami terus merasa beruntung pernah diperjuangkan olehnya menatap dunia. Keunikan-keunikan beliau dalam mengasuh kami, kecerdasan dan ketegaran serta semangat hidup yang luarbiasa. Semangat belajar beliau tentang banyak hal dan cita-citanya yang begitu banyak, sempat membuat kami, anak-anaknya terlambat mengikuti alur keinginannya.

Aku sulung yang beruntung. Meskipun mamah dan abahku belum dapat dikatakan ‘mapan’ dalam hal ekonomi saat aku lahir tapi mamah bersungguh-sungguh dalam mengasuhku. Maklum, menurut cerita beliau, sebuah keajaiban bahwa beliau dapat segera hamil lagi setelah keguguran ‘kakak sulungku’ dalam usia kandungan 6 bulan. Beliau harus menjalani kuret. Katanya kakak ku itu laki-laki. Hm… “ Aku memberinya nama : Adam” begitu beliau kala itu sering bercerita.

Ibuku seorang yang keras hati dan multi talenta. Kemauannya, cita-citanya menembus batas-batas kebiasaan. Semangat belajarnya tentang sesuatu menuntunnya menjadi seorang yang telaten dan kadang seolah ingin mencurahkan semua cita-citanya. Memasak, mendesain, menghias kue. belajar herbal, melukis,menulis, semua pernah beliau coba

Ibuku pernah bercerita bahwa dia segera menabung uang jajan yang didapatnya dari menjual agar-agar di warung sayur saat mendengar manfaat apel merah dari siaran radiao BBC London *_* . “Apel saat itu buah mewah, Nok! Mamah Cuma bisa beli berapa biji dari hasil menabung. Dan mamah memakannya sendiri setiap pagi...biar sehat dan.cantik!” haha lalu kami tertawa bersama. Ya,selera humor ibuku lumayan.

Kehidupan sebagai sulung ditengah keluarga yang tidak bisa dikatakan kaya, memaksa ibuku memenggal banyak cita-citanya. “aku pernah dijanjikan melanjutkan sekolah oleh kakekmu tapi tak pernah terwujud. Kakekmu saat itu masih merintis dakwah dikota ini. Kata kakekmu banyak orang terkenal dan sukses tanpa sekolah tinggi. Ah,…meskipun itu sempat menghiburku tapi aku menyesal. Teman-temanku sudah banyak yang sukses dengan pendidikan mereka. Aku? Cita-citaku menjadi ahli gizi kandas!” jika sudah bercerita tentang itu, kami berpelukan.Lalu beliau selalu berkata
"Mungkin...kalau cita-citaku kandas...aku bisa mengantarkan kalian sukses ya nok!"
" Insya Allah Mah...mamah itu ibu luarbiasa" indah. Indah sekali jika kami sudah saling bertukar ide.Saat itu ...ya..saat mamah masih memiliki semangat hidup meskipun sakit demi sakit sudah dialaminya.
"Nok, aku pengen bikin karikatur: seorang ibu yang mulutnya panjaaaang banget.trus diatas mulut yang panjang itu berjejer seorang penulis kayak kamu, seorang guru bahasa inggris yang punya sekolah bahasa, kayak cita-citane Mira, seorang penyiar hebat kayak Iqbal, atao ustadz, dokter, insinyur..." kata ibuku.
"Artinya...seorang ibu itu meskipun 'cerewet, tapi dari kecerewetannya itu lahir anak-anak yang sholeh, sukses. Kalau ibunya terlalu 'menengan' (pendiam), anaknya salah didiemin, ya...anak-anaknya jadi gak punya aturan dan bodoh.Ya tho?" aku tertawa dan mengangguk.Aku terenyuh mengenangnya. Betapa mamahku selalu ingat dan jeli terhadap keinginan dan cita-cita anak-anaknya

Itulah sebabnya ibuku belajar otodidak tentang semua hal terutama tentang makanan, nutrisi, herbal. Tak sia-sia... ibuku pernah masuk 10 finalis lomba kraesi makanan bayi yang diselenggarakan oleh sebuah majalah parenting terkenal dinegri ini. Hm...aku masih ingat dalam memori kanak-kanakku bagaimana ibuku datang ke Jakarta untuk menghadiri acara itu dengan mengajakku.Saat itu mungin usiaku sekita 6 atau 7tahun

Untuk ukuran ibu-ibu dimasa 80-an ibuku sangat modern dalam hal mendidik anak-anak. Ibuku berlangganan majalah Ayahbunda dan membundelnya dengan telaten (bahkan masih bisa kunikmati hingga kini), semangat membacanya yang dahsyat dan minatnya didunia kesehatan membuatnya berlangganan beberapa majalah kesehatan populer.

Aku masih ingat banyak hal tentang perjuangan ibuku mendidik kami. Ibuku bukan perempuan manja. Ayahku yang sejak kami kanak-kanak telah berwirausaha diluar kota bahkan diluar pulau, keadaan itu membuat ibuku tegar dan mandiri. Ibuku yang pernah sukses mengelola rumah makan itu selalu mendahulukan semua kepentingan sekolah kami. Subhanallah. Aku dan adik-adikku disaat itu telah menikmati antar jemput sekolah dengan becak langganan. Uang bayaran sekolah selalu dibayar tepat bahkan kadang 1 tahun kontan! Apa kata beliau ? “ Aku pernah merasakan betapa malunya terlambat membayar uang sekolah yang menumpuk. Aku pernah dipermalukan oleh guruku”

Dari Ibuku aku belajar keadilan dan kasih sayang. Aku ingat sekali. Ibu selalu membeli semua barang untuk anak-anaknya yang tiga orang. Tempat minum, gelas yang berbeda-beda warna, pensil, semua berjumlah tiga. Sampai saat ibu sudah meninggal, aku menemukan beliau menyimpan tiga patung anak burung dan induknya berjumlah tiga! Disebuah kardus bertuliskan : Vida, Iqbal dan Mira. Aku sempat tersedu. Aku rindu. Meskipun kata ibuku, adil tak harus selalu sama. Ibu memperlakukan kami sangat manusiawi dan adil. Sangat adil

Ibuku sangat memperhatikan masalah gizi kami. Ide-ide kreatif selalu muncul agar kami cukup mengkonsumsi makanan sehat. Bahkan ibu pernah membuat jus sayuran yang beliau campurkan dengan madu yang entah kenapa rasanya jadi lezat agar kami tidak susah memakan sayuran.

Ibuku sangat kreatif, ide makanan bayi yang beliau ciptakan untuk kami dimasa kecil bahkan kupakai untuk anak-anakku. Taukah kau sobat apa nama makanan bayinya? FIVE NUT SONGS! Nyanyian 5 kacang! Yah pokoknya gitu deh terjemahannya menurut ibuku. Intinya, ramuan 5 jenis kacang-kacangan yang diblender dan dicampurkan pada bubur bayi atau ditambahkan buah-buahan. Hmm.. lezat! Luar biasa! Ibuku pernah memberikannya pada anak tetangga kami yang lahir premature dan si bayi mengalami pertambahan berat yang menyehatkan. Jadilah itu ‘proyek sosial’ ibuku dan ditularkannya pada kerabat dan tetangga.

Ibuku mengajarkanku berbagi. Aku masih ingat, saat aku duduk di TK besar, ibu pernah mengatakan padaku “ Berbuat baik pada teman akan banyak pahala. Kalau vida punya makanan, temannya dibagi ya nak…” Selang beberapa hari, ibuku membeli apel merah Washington dan dicarinya apel itu keesokan harinya. Sepulang sekolah dengan riang gembira dan penuh semangat aku menghampiri ibuku
“ Mah, Hari ini aku berbuat baik! Aku membagi-bagikan buah apel pada teman-temanku. Kan kata Mamah kita harus berbagi jika punya sesuatu. ..” kataku polos (menurut cerita mamah)
Ha..ha... Ibuku hanya bisa mengangguk dengan setengah terkejut. Tapi..ibuku tidak marah! Ibuku hanya berkata
“oh....ya, ya....bagus...iya.. itu baik sayang, tapi lain kali Vida kasih tau mamah ya...?” dan ibuku pun tak pernah lagi mengungkitnya bahkan sebenarnya beliau bangga bahwa pelajaran berbagi itu ‘nyanthel’ juga dikepalaku.

Ibuku mengajarkanku tentang kejujuran. Kata beliau “ Nok, orang yang bohong itu salahnya dua. Dia melakukan kesalahan yang ditutupinya, dan kedua dia bohong pula. Jangan pernah bohong ya...Sepahit apapun kejujuran itu lebih terhormat. “ kata-kata itu yang kini kutanamkan pada anak-anakku tentu saja dengan bahasa yang mereka pahami.

Masih banyak kesan-kesan yang kusimpan dari cara ibu mendidik kami. Kusimpan dalam jiwa, sebab ilmunya tak pernah mati.Kepergiannya merupakan kehilangan terbesar dalam hidupku. Sampai hari ini aku masih berdesir dalam kerinduan yang sangat. kerinduan yang melahirkan do'a do'a.Namun aku selalu ingat kata-kata ayahku disuatu malam, sehari setelah wafatnya mama,kurang lebih begini : “ Kita telah kehilangan sesuatu paling berharga didunia ini. Setelah ini, kita akan lebih kuat iman dan lebih siap kehilangan hal-hal duniawi yang lain. Mamah tak tergantikan dalam hidup kita. Tapi kita harus melanjutkan kehidupan.”

Subhanallah. Ayahku dengan ketegarannya selalu mengajarkan optimisme memandang kehidupan. Ayahku pun seorang yang berjiwa besar, penuh semangat dan sangat bersahabat. Aku sangat yakin setiap kita akan bersyukur terhadap ibu dan ayah kita. Sebuah kesyukuran yang akhirnya mendorongku mewujudkan banyak cita-cita beliau yang belum tersampai..Allahummaghfirl
aha warhamha wa’afinii wa’fu anha.

1 komentar: