Kamis, 18 Februari 2010

Cita Sebuah Keniscayaan Saat Allah Menjadi Tujuan

Tiba-tiba kata-kata itu muncul di up date status adik dari sahabat lama saya, hari ini. Saya mendengarnya sekitar 8 atau 9 tahun lalu dari sahabat saya itu.Hm, kata-kata yang entah darimana ia mendapatkannya tapi luar biasa maknanya.
Saya sendiri menghubung-hubungkan bahwa Allah benar-benar mengijabahi segala cita-cita kita bahkan mungkin jika ia hanya berupa desir keinginan. Allah pasti mengetahuinya. Itulah mungkin hikmah kenapa kita harus selalu berkhusnudhon kepada Allah atas segala hal yang terjadi pada kita.
Cita-cita dan harapan kita bukan sebuah khayal kosong. Kalau bahasa suami saya, cita-cita adalah sesuatu yang akan kita capai dengan sebuah 'sejarah prestasi yang panjang'. Thukul menyebutnya 'kristlisasi keringat'! hehe... Tidak mungkin seorang yang kini 'besar' tiba-tiba saja meraihnya. Hanya orang-orang yang dapat undian berhadiah yang tiba-tiba mendapatkan apa yang diinginkannya.
Saat saya berbincang dengan suami disudut rumah kontrakana kami beberapa bulan lalu (sebelum kami pindah), saya berkata kepadanya "Lihat tulisan sanggar baca benih cendekia itu, Kak.Aku membuatnya dari gabus saat aku masih SMU.hanya diruang tamu.Aku punya cita-cita punya perpustakaan ,rumah baca dirumah kita. ternyata kesampaiannya juga. Rumah baca itu kita sudah merintisnya". Kini pun,kami memutuskan kembali kerumah orangtua yang telah lama tak terurus.Kamipun berniat membuat lagi sebuah nuansa keilmuan di rumah itu. Dan kini tahapannya sedang berlangsung: sebuah perpustakaan keluarga yang bergabung dengan rintisan kantor sebuah pusat kajian siroh nabi.Insya Allah

ALLAH: sebuah orientasi Maha Dahsyat!
Baiklah. kembali pada cita-cita. Ternyata, perbedaan cita-cita orang beriman dengan tidak beriman adalah pada niat dan orientasi. Betul? Seorang mu'min yang memiliki cita-cita dengan niat yang kuat dan bersih, akan menggiringnya pada sebuah ketulusan gerak, derap dan pemikiran. Niat tulus itu juga yang membuatnya tidak pernah padam semangat. Jika pun kadang sedikit lelah dalam perjalanan menempuhnya, orang yang niatnya bersih dan kuat akan segera menemukan lagi alasan untuk tidak berhenti. Dia bangkit, mengembalikan energinya, dan bergerak lagi!
Begitupun dengan orientasi yang kekal, akan menumbuhkan dan mengakarkan sebuah cita hingga ia tak berputus asa. Allah adalah orientasi Maha Kekal dan Maha Dahsyat. Orientasi cita-cita kita kepada-Nya, akan menjadikan cita-cita kita seumpama energi yang terus menyala. Mungkin energi itu berubah bentuk sesuai peran-peran yang kita jalani. Tapi ia TIDAK MATI. Apa lagi yang tidak akan mati kecuali ALLAH?
Benarlah bahwa seseorang yang yakin pada pertolongan dan keMaha Baikan Allah, ia tidak pernah berhenti bercita-cita. Ia akan terus bermohon agar cita-citanya tercapai sesuai dengan sunnatullah : berusaha, dan berproses. Selain itu, bersyukur adalah sebuah jeda yang hebat untuk menyadari bahwa Allah sampai hari ini begitu baik dengan mengabulkan cita-cita kita sedikit demi sedikit. Maka..FAIDZA FARGHTA FANSHOB, wa Ila RABBIKA FARGHOB. benar-benar bahwa Allah menjamin bahwa seorang mukmin yang bersegera dengan tahapan-tahapan kebaikan yang telah terbentang dihadapannya, ia akan menemukan dirinya berenergi untuk citanya!
ya, Cita adalah Keniscayaan jika ALLAH menjadi tujuan.Wallahu a'lam bishawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar