Minggu, 04 Juli 2010

Suatu Hari tentang pelajaran Solidaritas

Bagi banyak orang, mungkin mengajak anak-anak berdemonstrasi adalah sesuatu yang kurang bijaklah, tidak kasihan anaklah.Tapi bagiku pribadi..terkadang, jalanan mengajarkan tentang spirit luarbiasa, tentang solidaritas, kepedulian, pengorbanan, tergantung pada bagaimana kita membahasakan pada anak-anak tentang mengapa kita melakukannya.


Seperti jumat pagi itu aku dan sulungku berbincang tentang kasih sayang. Aku yang sejak tiga hari menonton berita tragedi Mavi marmara punya 'misi' untuk dua putri tertua kami.
" Umi mau demo untuk Palestina siang ini. Yah..sperti saudara-saudara kita tadi yang di TV" kataku .Aku sempat tidak membolehkanya ikut sebagai akibat dia 'memukul adeknya
" Anak Umi yang Sholihah tidak mukul, sebab Allah tidak memberi kita tangan untuk memukul. Jadi mungkin lebih baik kakak tidak ikut kalau belum minta maaf.” Mulailah ia merayu
" Mi., Aku sudah minta maaf. Aku ikut ya? Kan aku pengen tau, demo itu gimana, kan yang dulu umi demo aku ndak jadi ikut. Aku boleh ikut ya mi..." kata sulungku merayu. Baiklah.
"ya, boleh,adek Salma juga boleh ikut" toh aku merencanakan hari ini sejak dua hari lalu jadi kululuskan ia ikut.
Siang itu aku mempersiapkan diri.Aku 'briefing' anak-anakku dengan menonton berita tentang Palestina terlebih dahulu. Ini penting agar mereka terbiasa mengetahui untuk apa mereka melakukan sesuatu. Sambil kusuapi mereka makan siang, si sulung mulai tanya-tanya
"Maksudnya itu apa sih Mi? Dulu itu anak-anak palestina dibunuhi kan?Trus sekarang apa mi?? Memang ya...Israel itu kok kejam ya mi"
"Yaaa gitu deh. Nah, itu gini Maura, kapal itu isinya makanan, obat untuk saudara-saudara kita di Palestina. Itu tentara-tentara Israel mukulin saudara-saudara kita yang mau ngantar makanan itu. Padahal kan Allah nggak ngasih tangan untuk mukul apalagi nembak ya, Nak" kumasukkan 'review' tentang pelajaran tidak memukul. ia pun mengangguk malu-malu.Giliran si tengah Salma Haniyya menyahut
" Nhaa... tuh kayak kaka tadi mukul aku kan ndak boleh ya Mi..?" aku geli. Si kakak melanjutkan , ehm. biasa...mengalihkan pembicaraan saat mulai merasa bersalah hehehe
"oooo aku tau, jadi itu yang dipukul yang mau nolong ya mi, namanya apa mi kemaren..aku lupa"
"hehehe ..namanya R E L A W A N sayang" rupanya dia dengar saat aku dan suamiku menyebut-nyebut kata relawan

Sesaat kemudian RCTI menampilkan Rachel Corrie saat berusia 5 tahun, aku menceritakan ulang padanya
"Nah, anak kecil itu usianya 5 tahun, seumuran dengan Maura. Tapi dia sudah berani berpidato tentang cita-citanya menolong anak-anak yang kelaparan. Subhanallah...”
“aku juga mau ah, ngummpulin makanan buat orang yg gak bisa makan” timpalnya.Lalu berita selanjutnya tentang Rachel Corrie yang akhirnya menjadi martir
“Lho Mi’ mbak nya yang ngomong tadi itu mati? digilas tank?kasian ya Mi…”
“Maura, kadang orang harus mau berkorban untuk membela orang lain. Anak-anak palestina juga berani membela Islamnya, negrinya meskipun masih kecil..mereka tidak takut karena mereka benar”
“OOOO…mereka ndak takut ya mi sama Israel. Hanya takut pada Allah ya Mi? “ kubiarkan putri-putriku berkomentar dengan alam pikir kanak-kanaknya. Sedikit demi sedikit kutanamkan ‘perang ideologi’ biar saja.

Begitulah. Meskipun tak ikut longmarch dan hanya potong jalur nyegat ditempat finish (maklum, tak ada suami jadi berangkat Cuma sama anak-anak deh), sepanjang perjalanan berbecak kuceritakan pada putri-putriku siap Israel, kusebut-sebut Palestina sebagai saudara-saudara mereka. Kubiarkan mereka berkomentar lewat celoteh-celoteh mereka.

Akhirnya kami pun bergabung dengan para peserta aksi. Dia tampak heran melihat orang-orang bertakbir, bersemangat (maklum terakhir dia kuajak demo kalau tidak salah saat masih usia 2tahun!) hehe. Namun kemudian sorot mata sulungku berbinar dalam tanya. Kuajarkan ia mengepalkan tangannya, mengumandangkan yel-yel. Akhirnya sulungku bergabung dengan ayahnya.Si tengah tertidur dan akhirnya pulang bersama tanteku yang penasaran dengan aksi solidaritas palestina hehe

Terik siang itu memberiku sebuah nuansa. Bahwa solidaritas itu harus ditumbuhkan. Kepedulian itu harus ditularkan. Aku merenung dalam lautan sebagian manusia-manusia peduli dikota ini. Jika sampai hari ini musuh-musuh Islam telah sukses menanamkan permusuhan di hati bayi-bayi mereka, sukses memporak porandakan akidah dan kesatuan kita , sukses mencetuskan bara dalam hati para pemuda mereka dengan menawarkan kemerosotan moral pada para pemuda kita. Rasanya, tak ada yang salah mengajarkan pada anak-anak muslim didunia ini bahwa panasnya jalanan ini tak sebanding dengan peluru. Bahwa kasih sayang sesama muslim menembus batas-batas negri, menyusupi relung-relung hati saudara-saudara mereka melalui takbir yang membahana melewati angkasa. Bahwa persaudaraan tertinggi adalah mampu merasakan derita dan turut lega dalam bahagia sesama muslim.

Menjelang ashar….aksi pun berakhir. Si sulungku kembali bersamaku karena ayahnya akan mengambil motor dari masjid tempat aksi bermula. Kupandangi sulungku,kugandeng tangannya. Kuseka peluhnya.Aku ibunya, aku tau dia mengamati, merasakan ‘pelajaran’ dari jalanan siang itu. . Kuajak ia menyusuri jalan mencari becak untuk pulang.

“ Bagaimana mujahidah kecil? jadi bagaimana menurutmu tentang demo?Capek ya?””
“Asyik mi! Aku mau ikut lagi kapan-kapan. Memang capek mi, tapi aku kalau sudah besar mau ngumpulin makanan, uang mau tak kasihkan orang-orang yang kelaparan” hehe rupanya yang selalu menempel dibenaknya adalah bahwa peperangan itu : Kelaparan.
“ Kita berdoa untuk saudara-saudara kita di Palestina. Anak-anak disana lapar, kak. Panas , ditembakin, dijajah.Kasihan ya?”

“iya Mi...makanya kita harus bersyukur ya mi masih bisa makan, masih punya umi, keluarga” Duuuh...sulungku itu kalau pas keluar 'sulungnya', bicaranya gayaaa bangeet
Aku mengangguk...satu pelajaran lagi. Kali ini tentang solidaritas anak-anak yang tulus. Jalan masih panjang untuk memupuknya. Setidaknya aku bertekad bahwa aku akan menularkan energi ‘perlawanan’ itu perlahan tapi pasti! Sebelum musuh-musuh Allah itu merunyak, merusak pola pikir mereka, menggerus rasa sensitivitas aqidah dan persaudaraan. Allahu akbar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar