Sarjana Rumah Tangga. Itu gelar baruku sejak tujuh tahun yang lalu. Kuliah seumur hidup . Setara dengan S1, S2, S3 bahkan nantinya. Dimana kampusku? Dirumah. Teman belajar dan dosen-dosenku ku adalah suami, anak-anak, mertua, orangtua, ipar, tetangga, tukang sayur, tukang ikan, bahkan pembantu. Keputusan yang kuambil sejak aku masih nikah nyambi kuliah. Dari sinilah cerita ini bermula.
Aku seorang anak perempuan yang biasa-biasa saja, namun aku bangga bahwa abah dan mamah ku tidak pernah membuatku patah asa. Siapa yang tak bangga pada orangtuanya? Jika ada semoga itu bukan anda dan saya. Dibesarkan sebagai sulung aku menjadi sangat dekat dengan mamah. Beliau seorang pekerja keras dan selalu kreatif. Pembelajar otodidak yang bangkit dari harapannya untuk sekolah lebih tinggi dari sekedar SMA. Aku menikmati masa kecil yang indah karena memang aku belum mengenal beban hidup. Baru aku tau cerita-cerita sedih dan keprihatinan saat aku menginjak remaja. Haha. Sejak usia SD –seingatku- ibuku mengelola rumahmakan yang akhirnya berkembang pesat. Tapi sejak saat itu ada sebersit sedih tiap aku pulang sekolah : rumahku gembokan. Kunci dititipkan ke tetangga, atau aku pulang dulu kerumah nenek, atau aku menyusul ke rumah makan ibuku yang memang tak terlalu jauh jaraknya. Tapi itu membekas. Sampai tiga rumah makan sukses dikelola ibuku. Aku bangga karena ibuku tetap profil hebat dalam kenanganku. Mama saya punya berjuta ide yang terus membelah dan beliau seorang yang selalu mendukung cita-cita kami.Tapi, tetap saja kenangan masa kecil sampai remaja itu membekas.Salah satu yang turut Mengkristalkan cita-cita yang benar-benar saya yakini: Aku tak mau bekerja diluar rumah, kelak!
Begitulah. Seolah takdir memang menuntunku pada pilihan itu. Menjadi ibu rumah tangga. Menikah saat masih skripsi, begitu awalnya. Saya bahkan sempat tidak enak hati saat ayah saya secara ‘terselubung’ sebenarnya masih ingin anak sulungnya ini meniti karier profesional sesuai ilmu hukum yang ia punya. Mungkin ayah saya pengen lihat putrinya yang ‘aktivis’ ini jadi pengacara, atau notaris begitu . Tapi setelah menikah, saya bertekad bahwa saya akan sukses dengan menulis, mengasuh anak-anak, mendukung karier dan dakwah suami saya. Saya yakinkan abah dan mamah saya bahwa saya akan terus berkarya, menulis dan sukses dengan cara yang lain
Setelah menikah saya masih sempat merasakan sisa-sisa semangat dan idealisme masa muda hehe. Saya masih ingin tetap beraktivitas diluar rumah, mengisi kajian-kajian, kesana kemari sambil membawa anak pertama saya. Apalagi setelah menikah dan melahirkan, saya sempat berpisah dengan suami yang menempuh kuliahnya di Sudan. Tapi setelah kelahiran anak kedua dan mengontrak rumah sendiri, saya mulai merasakan nuansa berbeda. Saya sudah mulai menyadari bahwa ada peran dan target berbeda, ada amanah dan fokus berbeda, pun ada peran dakwah berbeda pula saat kita telah menjadi seorang ibu dan istri. pomah, begitu orang Jawa bilang.Saya mulai menikmati ada dirumah, ngurus anak-anak dan segala hiruk pikuknya.
Saya juga mulai bermasyarakat, membuka rumah baca, mengasuh anak-anak saya dan belajar sedikit demi sedikit mengatur rumahtangga saya. Saya benar-benar belajar mandiri, menyelami problematika rumahtangga dan berinteraksi dengan banyak pihak. Saya pun belajar benar tentang bagaimana bertawakkal, belajar qona’ah, menjaga izzah suami dan keluarga saya. Ya, memang kadang sempat terbersit mengapa ya saya hanya dirumah, tidak berpenghasilan, sementara cita-cita saya banyak sekali, haha. Tapi, saya segera dapat mengubah pikiran-pikiran negatif itu menjadi lebih positif.
Inilah Kampusku
Saat menjelang kelahiran anak ketiga saya benar-benar merasakan puncak semangat sebagai ibu dan istri. Mungkin karena kata orang, memiliki anak lebih dari dua berarti kita benar-benar jadi ‘orangtua’.Ya, karena kita tak lagi bisa bawa anak satu-satu dengan suami, hehe. Kita harus bisa mengatur segalanya seluwes mungkin, menghayati perbedaan karakter anak-anak kita. Terlebih saat anak ketiga lahir, dengan penuh ketulusan suami saya menawarkan beberapa pilihan apakah saya ingin sekolah lagi, berbisnis toko kue atau saa ingin aktif di LSM sambil mengasuh anak-anak? Intinya suami dan saya berkomitmen untuk ’istirahat’ dulu , hehe apalagi persalinan cesar anak ketiga kami memang mengharuskan saya istrirahat dulu. Dan saya memilih yang ketiga : meretas KPPA Benih, LSM yang saya rintis bersama teman-teman saya, fokus mengasuh anak-anak dan menulis sebagai refreshing intelektual saya, serta 'cuap-cuap' membagi ilmu pengasuhan anak yang saya tularkan ke kampung-kampung.sederhana alasananya : karena mengasuh anak benar-benar investasi masa depan.
Ya, ini pilihan yang membahagiakan saya. Saya memang memiliki keinginan besar untuk kuliah lagi atau berbisnis kecil-kecilan. Tapi semua saya tunda. Saya melihat bahwa mengasuh anak-anak kita sampai dengan karakter dasar mereka terbentuk tidak dapat setengah-setengah. Saya mungkin belum menjadi ibu yang hebat.Tapi setidaknya menurut saya, senantiasa ada saat anak-anak memanggil dan membutuhkan saya adalah suatu masa yang tidak akan dapat saya tukar dan ulang lagi. Mungkin saya juga belum menjadi ibu yang sabar, tidak pemarah dan kadang pun masih bete dengan kejenuhan. Tapi, saya benar-benar belajar dari rumahtangga saya ibarat seorang ’murid’ atau mahasiswa. Tiap hari mata kuliah baru dalam hal pengasuhan dan manajemen rumahtangga saya dapatkan justru dari anak-anak saya. Saya belajar dari rumah. Dan inilah ’aktivitas’ kuliah saya dirumah
1. Saya dan ’Civitas Akademika’ di Kampus saya
Di Universitas rumah tangga saya berteman sekaligus menimba ilmu dari semua. anak-anak saya, suami, pembantu, mertua, adik ipar, kakak ipar, penjual sayur, penjual ikan, tetangga dan guru-gur u anak saya. Yang paling utama ya keluarga inti : anak-anak, suami dan pembantu.
Saya menikmati hari-hari saya bersama mereka sebab tiap hari ada mata kuliah baru yang saya dapatkan. Stay at home mom adalah pilihan saya untuk terus belajar setiap hari dan waktu.Tidak ada hari libur, yang ada aktifitas belajar tanpa jeda. Mengenal dan terus memperbarui rasa cinta pada ’civitas akademika’ saya adalah kunci dari semangat saya untuk tetap ada disini : dirumah
2. Membuat Jadwal Kuliah dan Skill Aktivity
Saya terinspirasi dengan tulisan sahabat saya, Jazimah al- Muhyi yang suatu hari menulis sebuah catatan tentang jadwal sehari-harinya bersama anak-anak dan sebagai istri. Saya senang karena dari sana sebenarnya hikmah tentang kata ’belajar’ itu kita dapat.
Para ibu yang tetap dirumah memiliki rutinitas yang hebat, 24 jam nonstop. Saya merasakan itu. Jadwal-jadwal kuliah di ’universitas’ saya ini kami buat sendiri. Saya harus berkomitmen. Awalnya saya memang belum bisa mengatur ritme. Jujur, saat pertamakali menikah sayapun harus beradaptasai (kayak ospek eheh). Memilih menjadi stay at home mom berarti siap untuk menghadapi rutinitas yang –kadang- menjemukan.
Namun seperti halnya ’ngampus’, saya tidak mau menjadikan rutinitas itu sebagai pekerjaan.Namun sya menjadikannya kerier,jenjang-jenjang dan kualitasnya harus saya lampaui dengan manis dan terus bertambah baik , meskipun ’pekerjaan’ dan aktivitasnya sama tiap hari.
Sayapun mulai mengatur jadwal mata kuliah tiap hari. Misal untuk mata kuliah ’nutrisi’, maka saya setiap hari harus menyusun menu yang baik dan bergizi selain lezat. Saya harus memasak dengan kualitas yang bertambah baik dengan pengetahuan yang semakin baik pula tentang masak, memasak. Itu misalnya. Setiap hari dosen-dosen kecil saya dan segala peristiwa dirumah dan sekitarnya pasti menjanjikan mata pelajaran baru. Dan...saya mencoba lulus dengan baik!
3. Mencari Referensi ’Kuliah’ : Memanfaatkan Teknologi dan Jaringan
Siapa bilang ibu-ibu kuper? Saya mencoba tidak. Mmeutuskan menjadi stay at home mom, tidak menjadikan saya katak dalam tempurung. Saya tetap mengakses informasi, menjalin hubungan dengan dunia luar yang positif. Untuk referensi ’kuliah’ dirumah, suami saya menyediakan fasilitas internet. Saya pun memiliki teman-teman yang luar biasa.
Berkumpul dan berbicara bagi seorang perempuan adalah setengah dari solusi segala permasalahan. Saya bertemu dengan ibu-ibu hebat berkat teknologi dan jejaring sosial. Saya membuat pengajian dirumah, berbagi dengan ibu-ibu dikampung.Saya cari refernsi agar ilmu mengasuh anak, memenej rumahtangga dan menjadi perempuan yang tetap berkarya serta melek wawasan selalu berjalan seiring.Saya tau, saya harus terus menyegarkan intelektual, ruhiyah dan berbagi pengalaman dan itu saya lakukan bersama banyak perempuan dan ibu-ibu hebat : sahabat-sahabat saya.
4. Praktikum : Memasak, Membuat Mainan, Membuat Jadwal Micro teaching, Outing Class
Di kampus rumahtangga ini saya belajar tentang banyak hal, mempraktekkan ilmu dari mencoba aneka resep masakan, membuatkan mainan anak-anak saya dengan barang-barang bekas, membuat jadwal belajar anak-anak, mempraktekkan teknik-teknik pengasuhan anak (parenting) dan bagaiamana mengatur detil-detil urusan rumah
Sayapun berpartner dengan asisten rumahtangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang tak berjeda ini. Rumah bersih, anak-anak sehat dan bebas berekspresi dirumah, agar tidak berulah diluaran, hehe
Sesekali kami lakukan outing class : mudik, jalan-jalan diluar rutinitas, mengunjungi teman-teman, pengajian. Intinya, hampir 80% ilmu kita dipraktekkan dirumah. Bagaimana kita bersikap, mengendalikan emosi, adil, toleransi dengan tetangga, saling memberi hadiah pada anak-anak dan para sahabat, membagi masakan kita, bersedekah, mengajarkan anak-anak baik buruk dan berbagai ketrampilan hidup. Itu semua adalah pelajaran berharga untuk kita. Kita pun akan semakin terampil
5. Menulis Resume Aktivitas , Nge- Blog dan Membuat buku: Refreshing Intelektual, Berkah Ilmu
Setiap orang harus menjadi penulis. Itu menurut saya. Tak terkecuali ibu rumahtangga. Menulis mendokumentasikan pengalaman dan prestasi kta sekaligus sebagai bahan evaluasi sejauh mana kita berproses. Setiap hari aktifitas menulis harus saya lakukan.
Senang rasanya saat kita menuliskan banyak hal, karya dan bisa bermanfaat bagi banyak orang. Saya berkomitmen untuk me-refresh pikiran saya dengan menulis. Menulis di facebook, blog atau menulis buku menjadi sebuah jalan bagi saya berbagi berkah ilmu. Maka saya mengajak para emak untuk menulis. Ya, ya ya..universitas rumahtangga menjadi bahan penulisan yang kaya dan selalu segar.Maka, bagi saya menuliskannya adalah keniscayaan agar saya semakin mencintai tempat belajar saya ini : rumah saya.
Begitulah, saya selalu optimis untuk menjadi perempuan yang mencintai kariernya sebagai ibu rumahtangga, sebab pilihan menjadi istri /ibu yang tetap dirumah dan produktif akan menjadi sebuah prestasi dihadapan anak, suami dan Sang Maha Mencintai : Allah SWT saat kita tulus, sadar dan mau terus memperbaiki diri. Dan jika sudah begitu, keberkahan semoga dapat kita sebar di jagad semsta ini. Amiin.
Assalamualaikum Wr. Wb
BalasHapussalam kenal ya mbak.
ide menjadikan rutinitas dalam rumah, sebagai "jenjang kurikulum" sangat menarik ya.
belum terpikir oleh saya sebelumnya.
terlebih di tiap jenjang itu harus lulus, dan mencapai nilai yg lebih baik.
kadang untuk memasak dan detil lainnya, sy ingin nyerah saja. terserah apa jadinya. masak ya gitu2 saja, pokoknya kenyang.
konsep kuliah nutrisi yg mbak tulis, membuat sy sadar. oh iya ya, dapur adalah pengendali kesehatan keluarga juga :)
makasih mbak diingatkan.
saya ingin sekali bisa berbagi dgn ibu tetangga. tapi belum bernyali. jadi saya masih diam di padepokan saya nih. karena sy masih banyak kurangnya, ga pede ngasih tahu yg baik2. nanti dikira sok suci gimanaa gitu. takut juga. tapi sy akan cari cara lain, mungkin dgn menuliskan buletin pengajian rutin. atau apalah. karena sy menghindari bertemu tetangga yg lebih rileks kalau bicaranya ttg gosip :P
untuk sementara jadinya saya sembunyi dulu.
anyway, keep sharing ya mbak. i followed your blog lho.
dan terima kasih lagi, karena mbak yakin akan sukses karena menulis.
jadi, sya ikutan yakin utk menjadikan menulis sebagai penyemangat dan refreshing intelektual. saya akan mulai menulis lebih sering dan lebih banyak lagi sekarang, tanpa beban, makasiiiiiiiiiiiih ya mbaaaaaaaaaaaak. semoga ada jodoh kita bisa ketemu langsung. saya di surabaya mbak.
jazakallah khoir Mbak atas share ilmunya... smg lbh memotivasi qta untuk terus belajar, tentang berbagai hal, dan dari berbagai hal. Salam kenal.
BalasHapussalute...:)
BalasHapusNice notes....
mb...ternyata ada banyak yg harus saya pelajari, rasanya menemukan tempat berbagi disini.
BalasHapus