kasus 1 :
”prang!!!!” tutup toples itu akhirnya pecah oleh anak seorang temanku.Sebelumnya si anak mengaduk-aduk isi toples, berpindah dari satu hidangan ke hidangan lain, tanpa dihabiskan! Kami yang dari tadi miris dan melihat si empunya rumah juga ’cemas’ namun pekewuh negur akhirnya hanya bisa saling pandang dan menggelengkan kepala. Teguran kami sedari tadi tak meredakan tingkah super ngglidisnya, sedang ibunya? hanya berkomentar ”Nah, mbak nana ( bukan nama sebenarnya), pecah kan?Maaf ya Bu...” Dari tadi ngapain aja buuu??? Ada lagi yang curhat, tanaman hias kesayangannya tercabik-cabik karena tamu kecilnya tidak dihandle dengan baik oleh ibunya.
kasus 2:
Dari tadi beberapa anak itu kok gak bisa diam ya. Naik turun panggung, mengganggu pembicara (ustadz) Sang ustadz sampai agak jengah dan wajar jika kehilangan mood dan konsentrasi. Forum yang tadinya menjadi harapan kami menimba ilmu dan merefresh ruhiyah kami, sontak menjadi ajang teriakan, lari-larian. Sebalnya, orangtua anak-anak itu –padahal datang berdua- tidak aada yang beranjak dan mengajak anaknya menjauhi arena atau memberi kegiatan ’alihan’. Diam, hanya ragu-ragu dan memanggil-manggil, atau –bahkan- asyik mengobrol. Ndilalahnya (solo banget) selalu mereka yang jadi ’bintang panggung’.Hiiiih kalau saya orangtuanya, sudah saya angkat anak itu dan saya korbankan tempat duduk saya.Resiko mengajak anak kan?
kasus 3:
Diacara pernikahan seorang kerabat. Seorang anak memaki anak-anak saya dengan berteriak-teriak .”Ini kursiku semua, jangan duduk disitu!!! Jelek kamu”. Selanjutnya si anak tadi meneriaki ibunya, membuat onar, mengacak-acak sup. Ibunya yang malu semakin panik. Saya hanya memberi isyarat anak-anak untuk diam dan pindah.Jujur saya malas menegur. Anak saya yang memang dari siang sudah saya kondisikan jika jadi ikut, untuk duduk ditempat yang lapang, dideretan belakang dan ambil kursi dekat meja agar bisa makan dengan santai. Anak-anak heran dan berbisik ”mungkin dia tadi belum dikasih tau mamahnya ya, Mi?” Yang tengah berkata ”Kok dia gitu ya mi, itu mamahnya kan malu ya. ini kan kursinya bukan punya dia ya, kan bukan rumahnya” hehe
Begitulah.Itu tiga kasus paling sering saya jumpai. Anak-anak di forum serius orangtua.Apakah rapat sekolah, acara-acara pengajian pekanan, seminar (kecuali yang emang boleh bawa anak), undangan pernikahan atau sekedar bertamu. Yah sebenarnya ini secara umum tentang mengajak anak bepergian dan bertandang diluar rumah, tapi saya senang memakai judul diatas
Sebenarnya, anak-anak memiliki dunia bermain dan waktu konsentrasi yang bisa kita pelajari dan kita kondisikan. Sikap dan attitude diluar rumah pun bisa kita biasakan. Mengajak anak-anak di forum yang ’bukan’ milik mereka menawarkan konsekuwnsi yang mestinya telah kita prediksikan. Bukan untuk kenyamanan kita saja, tentunya, tapi untuk orang lain di forum yang sama. Ya, Saya pun sadar, mungkin kita terpaksa mengajak anak-anak di forum yang serius dan penting karena tidak ada pihak lain yang bisa kita titipi selama kita pergi. It’s oke sebenarnya, itu pilihan namun sangat perlu kita persiapkan. Semoga sharing pengalaman ini sedikit membantu
1. Pra kondisi itu perlu
Sebelum mengajak anak-anak, pastikan bahwa mereka mengetahui acara yang akan mereka datangi. Beri gambaran, kemudian beri pilihan. Jangan mendadak mengajak atau juga meninggalkan mereka. Maaf, biasanya saya memberi tahu jadwal acara keluar rumah pada anak-anak sehari sebelumnya. Anak-anak mengerti bahwa saya pengajian pekanan di hari Senin, rapat sekolah mereka, tugas di Posyandu, pergi dengan abi dan semua kegiatan saya. Saya mencoba mendiskripsikan satu-satu dan mengusahakan memberi mereka pilihan. Tidak setiap saat karena sekarang anak-anak sudah ngerti bahwa mereka bisa ikut atau tidak.
Misal jika saya pengajian pekanan. Saya bilang ke mereka begini
Saya:”Umi besok pengajian, halaqoh”
Anak-anak:”Liqo’ ya mi? Dirumah sini atau di rumah teman umi?”
Saya: ”Dirumah teman umi ?”
Anak-anak :”Rumahnya luas atau tidak? Kalau rumahnya luas, kami boleh ikut kan kata umi?Kalau rumahnya kecil ya..kami gak ikut”
Saya: “Ya, boleh.Jika kamu ikut, adek umi tinggal sama mbak ros (atau pengasuh), dan kalian bersiap karena umi tidak mau terlambat. Tapi sampai hampir maghrib lho acaranya dan disana ada aturan, kalian tidak mengganggu umi ataupun ibu-ibu yang lain. Karena umi disana mengaji, bukan bermain santai. Kalian bawa persiapan yang biasa kalian bawa untuk mengisi waktu. “ Maaf saya memang terbiasa mengajak anak2 berbicara’ serius untuk hal serius
Anak-anak “Hm... sampai maghrib ya.Berarti aku gak bisa nonton TV champion Zona Juara ya? Trus kalo misalnya aku gak ikut? “
Saya:“Ya, kalian bisa membuat snack sore ( dengan bahan seadanya.Biasanya minimal saya mnyediakan nutrijel ), mandi agak nanti, iqro’ dengan mbak Ros, nonton Zona Juara, atau jika Yangti Lia (tantenya Suami)nanti datang dan mengajak kalian ke alun-alun, kalian boleh juga ikut, asal tidak sampai maghrib.Gimana? Silakan aja pilih”
Biasanya si sulung memilih stay at home, sitengah juga ikut kakaknya. Atau ikut saya. Sayapun siap dengan pilihan anak-anak. Jika mereka akhirnya ikut dan ‘bosan’ mereka akan ingat aturan saya dan biasanya lumayan bisa agal bersabar.Yah, semua pilihan ada akibatnya itu prinsip saya. Itu selalu begitu dalam tiap acara yang saya ikuti.
2. Persiapan
Saya terinspirasi dengan seorang teman mengaji saya. Ia seorang dokter.Saat itu seingat saya, putranya yang sebaya dengan sulung saya berusia 2 tahun dan si sulungnya berusia 5 tahun (kalau tidak salah). Saat pengajian beliau membawa bekal makan sore lengkap nasi dan sayurnya, dengan sendok dibungkus kantong plastik, terlihat higienis dam cermat. Saya senang melihatnya dan saya ingat-ingat terus. Ternyata, itu adalah cara beliau untuk menjaga ’jadwal makanan’ anak-anak. Luar biasa. Begini jelas beliau setelah sekian lama saya ingatkan lagi peristiwa itu, ”anak-anak usia dibawah 7atau 8 tahun umumnya belum bisa menahan lapar, bu.Jadi jika tidak terpaksa, jangan mengajak pergi menabrak jam makan. Jika itu terjadi, bawakan bekal, agar jadwal makannya tidak terganggu” Itu salah satu ilmu yang saya dapat dari ibu-ibu yang cermat. Pun demikian ada pula –pelajaran – sebaliknya. Saya pernah melakukan ketidaktelitian dalam mempersiapkan anak-anak saya keluar rumah, saya lupa membawa baju ganti.
Ya, jika memang kita memilih anak-anak ikut ke forum dan acara kita, persiapan yang cermat akan membantu kita untuk tenang. Perlengkapan pribadi (baju ganti, popok/diapers/celana cadangan, tisue basah, handukkecil, obat-obatan sederhana , minyak telon, bekal makanan-minuman), perlengkapan mengisi waktu ( buku cerita, majalah, buku gambar dan crayon, kertas lipat, lem, gunting, play dough, plastisin, dll)
Siapkan pula kemungkinan terburuk jika pra kondisi tidak berhasil ditengah acara. Misalnya, cepatlah membuat anak tenang dan atau carilah tempat duduk yang memungkinkan kita segera mengajak anak keluar arena saat mereka bosan
3. Menghandle Anak Bersama
Jika kita memang datang di acara tersebut berdua, dan memang telah disepakati untuk tidak menitipkan anak-anak pada pihak lain (hehe) ya semestinya kita dan pasangan dapat bekerjasama. Terus terang, saya dan suami biasa melihat substansi acara untuk memutuskan mengajak anak-anak atau tidak. Jika kami memiliki pengasuh, atau tante kami longgar dan bersedia mengajak dua putri tertua kami, ya kami memilih tidak membawa mereka. Bukan apa-apa, kami mencoba mempertimbangkan apakah forum ini bisa ’dinikmati’ anak2 atau tidak. Apakah kami bisa menghandle ank-anak atau tidak, apakah kehadiran anak-anak kami mengganggu forum atau tidak.
Atau...jika kami memang harus membawa anak ke sebuah forum, semua persiapan harus prima dan kami harus bekerjasama menghandle mereka. Saya kadang gemas melihat suami istri, membawa anak –lebih dari satu- dan hanya si ibu yang repot dan kalangkabut saat anak-anak mereka rewel. Sang ayah hanya duduk bersedekap atau bahkan tidak hafal tangisan dan amukan anaknya hehe.
Kadang-juga- orangtua tidak peka bahwa ke’aktifan’ anak-anak mereka sebenarnya mengganggu orang lain. Mungkin, mereka anggap ini sebuah bentuk ’keberanian’, kreatif atau lucu. Padahal, anak-anak mulai usia 2tahun sudah dapat diberi tahu tentang adab dan kesopanan. Saya termasuk yang sering risih dengan pemandangan hiruk pikuk anak-anak di forum serius meskipun tentunya saya harus menahan diri.Orangtua harus jeli saat membawa anak-anak apakah tingkah anak mereka membahayakan, merisihkan atau bahkan membuyarkan konsentrasi. Apalagi jika mereka memilih tidak menitipkan anak-anak ke tempat hadhonah atau children area.Sejauh ini selalu saya tanamkan pada anak-anak bahwa setiap tempat memiliki aturan, jadi jika mereka ikut acara kami mereka tau apa yang harus mereka jaga ditempat berbeda. Hal itu sangat kami ingatkan terus. Biasanya kami pun memberi 'reward' jika mereka bersikap disiplin dan menyenangkan, mentaati perjanjian hehe
4. Hadhonah dan Children Area : Rekomendasi Untuk Penyelenggara
Anak-anak dibawah lima tahun memang tak bisa berkonsentrasi dalam waktu lama. Maka jika kita menyelenggarakan acara atau dapat mengusulkan pada penyelenggara, jasa hadhonah (penitipan anak dan pengasuhan) dan children area mestinya harus diprioritaskan. Sebab, saya menyadari semua orang ingin datang kesebuah acara penting dan memang tidak semuanya bisa meninggalkan anak-anak dirumah. Maka tim menghandle anak-anak disebuah acara (misal daurah, seminar, atau pengajian bahkan) harus ada.
Suami saya pernah dengan tegas meminta panitia dan para orangtua disebuah acara untuk menghandle dan menenangkan anak-anak. Secara, sesion beliau mengisi waktunya siang hee. Ya,ya... penyelenggara yang profesional akan mencoba memfasilitasi children area di forum serius. Lalu bagaimana dengan orangtua yang –maaf- kadang ngeyel untuk tetap mengajak anaknya didalam forum? Orangtua sebenarnya bisa memasukkan poin ini pada tahap ’pra kondisi’ dengan mengatakan pada anak-anak ”jika kamu mau ikut, nanti disana ada tempat untuk anak-anak kamu disana ya atau jika tetap ingin sama umi kamu bisa tenang” dan jika kita akan menitipkan anak-anak di children area atau hadhonah, usahakan datang lebih awal agar anak enjoy dahulu dan tidak kaget
Begitulah, mungkin tulisan ini terkesan ih mau ajak anak aja kok ribet. Tapi jujur, tulisan ini sudah mengendap beberapa waktu. Terus terang dengan sangat jujur saya akui saya sering merasa terganggu dengan acara yang sudah dipersiapkan, kita dapat amenggali ilmu, pembicara pun sudah didatangkan jauh-jauh dan tentu sudah mempersiapkan diri, ternyata nuansa tholabul ilminya gak dapat dan bahkan rusak karena teriakan anak-anak. Semoga ini nasehat untuk diri saya sendiri.Salam inspiratif!
Assalamu'alaikum Mba Vida
BalasHapusDi kasus yang sama, waktu sholat tarawih keponakan saya ikut ke masjid. Wah... muter-muter gak karuan, teriak-teriak, lari-larian ma anak-anak yg lain, meski maennya di teras / nggak lari2an di sela2 orang sholat. Tapi ganggu ketenangan juga....
Malu juga waktu itu, rasanya kok belum bisa ngendalikan. Waktu itu adanya saya sama ibu (neneknya). Akhirnya Ibu ngalah nggak tarawih, njaga keponakan saya biar diem. tarawihnya diganti di rumah.
Makasih sudah share ilmunya Mba, sekalian ijin pasang link blog ini di tempat Litha.
Syukron :P
wa'alaikumsalam talitha... terimakasih kunjungannnya silakan jika berkenan,ngelink senang hati
BalasHapussangat bermanfaat sekali artikelnya buat di simak , ....
BalasHapussukses selalau gan, atas infonya , ..
BalasHapus