Selasa, 19 Juli 2011

Anak-anak ku Sedang Belajar tentang ‘Perpisahan’

Dua hari ini ketiga krucilku sangat ekstrim tingkahnya. Si sulung Maura sangat sering tiba-tiba memarahi kami semua, kasar dan suka memanas-manasi adik-adinya (termasuk menjahili dan membuat saya memakai nada ‘si’ untung menegur, atau jika emosi saya sedang lumayan terkontrol, saya hanya diam bersila didepan si Teguh Pendirian yg sedang uring-uringan sambil memandanginya, beristighfar lirih dan jika ia benar-benar ‘tantrum’ ekstrim, saya bisa sampai melelehkan airmata dengan posisi itu tapi ajaibnya tidak marah). Farwah, sejak abinya pergi dan lalu mbah Kung nya pamit pulang juga marah dan menangis memilukan.Hayah. Hanya si Tengah Salma yang lumayan biasa aja tapi juga sedikit-sedikit rewel dan mudah menjerit, heheh.
Sebenarnya, ini diam-diam berhubungan dengan kepergian si Abi ke Taiwan dua bulan kedepan. Pengkondisian terhadap moment ini sudah kami lakukan sebulan lalu, kami juga sudah melengkapi sarana komunikasi dan webcame dirumah agar perpisahan ini tidak membuat anak-anak kehilangan sosok idolanya (walaupun kak Maura sering ‘jaim’ didepan abinya karena kemiripan sifat kali ya hihihi).Tapi, toh anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka belum mampu menyeranta perasaannya. Meskipun mereka sudah sering ditinggal keluar kota, moment ini pasti berbeda.Mereka tau bahwa 2 bulan itu lebih lama dari dua hari atau dua malam,batas biasanya mereka menanyakan “abi kapan pulang?”.
Luarbiasa. Abi. Sosok yang ternyata mereka idolakan lho.Karena meskipun abinya sering pergi dan padat aktifitas, anak-anak suka pada ngeriyung saat beliau stay at home. Main tebak kata, tebak gerak, tebak kesukaan.Abi juga tidak mudah marah, gak seperti Umi yang ‘banyak menegur’ (bahasa halus dari cerewet hihihi) .Farwah apalagi, sejak bisa jalan sendiri, dia yang paling ‘romantis’ sama abi. Paling semangat mengantar abi sampai ke pintu, paling semangat pula menyambut abi pulang, paling ‘caper’ dan mesra panggilannya “Abiii’…(sambil diam, melirik kemaki dan menggemaskan)”
Begitulah. Pekan ini dan dua bulan kedepan anak-anak akan sangat belajar bahwa mereka mencintai abi.Perpisahan sejenak pernah kami lakukan pada dua putri kami sesekali. KAmi meninggalkan mereka bersama tante kami dan ART untuk pergi ke Kudus selama dua hari.Kami pergi hanya dengan ‘paket kecil’ : saya, abinya dan si bungsu, Farwah.Itu bermanfaat, karena mereka jadi mengerti apa itu amanah saat abi dan umi tidak dirumah.Mereka jadi tau apa arti kebersamaan dan saling membutuhkan. Pekan ini adalah adaptasi terpenting bagi anak-anak. Saya pun berusaha kompak dengan asisten yang menginap dirumah selama abi pergi, juga dengan tante kami yang biasa mengantar jemput mereka sekolah.
Anak-anak harus kita bantu memaknai perpisahan sebagai sebuah bagian dari kehidupan.Perpisahan dan pertemuan karena Allah akan menjadikan kita kompak. Password andalan yang kami ciptakan: karena kita bersaaaatuuuu yang kami ucapkan sambil menautkan jari/tangan kami menjadi yel-yel memperbarui semangat. Selalu begitu saat saya ingin membangun kerjasama dengan mereka. Anak-anak tidak dapat berpisah dari ayah bundanya, itu pasti. Namun kita harus pula mengajarkan ketegaran dan menularkan semangat-semangat para keluarga pejuang dijalan Allah dimana saat bersama dan berpisahnya begitu berkualitas. Mungkin bagi saya ini long distance love yang sudah biasa. Tapi tidak bagi anak-anak. Maka kitalah yang harus lebih memahami bahwa segala ekspresi mereka tentang perpisahan harus kita apresiasi dengan penuh empati meskipun tidak harus berlebihan dan meruntuhkan ketegaran.
Ekspresi keberatan itu akan muncul dari bahasa penolakan, pelanggaran aturan, atau perilaku fisik yang menguji kesabaran. Tapi inilah kita : seorang I B U.Seseorang yang harus mampu mempelajari banyak bahasa jiwa dan kasih untuk mendidik anak-anak yang unik. Mengajari mereka tentang sikap tegar dan tidak merubah mereka menjadi malaikat yang selalu sempurna. Jika sedang marah,biarkan mereka marah, arahkan dan gali keinginannya.JIka sedang menyenangkan, beri pujian wajar dan menentramkan.Mereka manusia kecil yang perasaan dan pribadinya akan terpahat melalui kita.Jadi, mari mengenali perasaan mereka dan menyambungkan dengan naluri kita, lalu membina mereka berproses menjadi anak-anak bermental kuat , empatik dan berjiwa pejuang . Dan kali ini dari sebuah moment PERPISAHAN.Insya Allah!

2 komentar:

  1. seperti badai pasti berlalu, 2 bulan nnt juga berlalu mba :)

    BalasHapus
  2. uu uu uuuu... aku jadi pengen cpt2 jadi ibu :(
    *hloh? salam buat maura, salma, dan farwah ya, mbakkk :)

    BalasHapus