Minggu, 20 Februari 2011

Menumbuhkan Karakter Kepemimpinan Rumahtangga



Saya tidak tau apakah judul diatas bisa ditangkap maksudnya. Tapi catatan ini saya buat dengan niat baik. Catatan yang saya buat berdasarkan pengamatan dan rasa gemas atas beberapa potensi kepemimpinan para ikhwan, pemuda atau apalah sebutannya  setelah menikah dan berumahtangga dan untuk para suami. Betapa banyak hal yang kadang menjadi hambatan dalam hubungan suami istri maupun dengan keluarga besar. Ditambah-kegemasan- bahwa sangat sedikit forum-forum pelatihan pranikah yang diikuti oleh para pemuda dan sebaliknya, lebih sering diminati dan diperuntukkan bagi para pemudi, akhwat. Yah..dasar saya, menulis bagi saya adalah senjata terampuh untukmeredakan kegemasan dan kegelisahan pikir  itu hehe.

Problem-problem yang sering dicurhatkan pasangan muda kesaya (hayah berasa tuwa padahal baru tujuhtahun menikah) diatranya: ”suami saya kurang komunikatif’, ’suami saya tidak bisa mengambil keputusan’, ”suami saya tidak tegas pada saya dan ibu mertua”, ”suami saya cuek”,”suami saya tidak care dengan keluarga besar saya”,”suami saya ternyata gak sehebat jaman dikampus”, ”suami saya selingkuh dengan teman SMUnya”, ”suami saya bla...bla..bla” 
 Memang tidak semua salah si suami, tapi untuk catatan ini mungkin pembahasan emang untuk para calon suami.Bahwa menjadi anak perempuan tidak mudah, bro! Setelah kalian menikah, maka sebenarnya hak penjenengan (anda) untuk membawa kemana istri dan rumahtanggamu. Masalahnya banyak para calon suami yang gagap dan enggan segera memulainya.Jadilah ada dua kutub ekstri: terlalu kaku pada istri dan keluarganya ATAU terlalu mengalah dan tertindas (hahah kasian banget) oleh istri dan keluarganya.So, catatan serius tapi santai ini semoga memberi masukan terutama bagi yang akan menikah tau yang sampai hari ini masih bermasalah dengan istri dan keluarganya. Oya, maafkan jika saya kadang menggunakan bahasa yang sedikit mbeling dan apa adanya.

1. Menjadi Decision Maker 
Jadilah pengambil keputusan yang jitu. Jangan pernah ragu dan bimbang. Kebimbangan anda akan sangat berpengaruh pada istri dan anak-anak. Saya amati, suami yang peragu hanya akan menjadikan rumahtangganya mengalir biasa saja. Mungkin benar, tanpa konflik tapi menurut saya tidak sehat. Para suami yang tidak dapat mengambil keputusan yang tepat akan lebih sering menjerumuskan rumahtangganya pada persoalan yang sama, berulang dan itu-itu saja. Menjenuhkan bukan? Awali dengan  JANGAN BERKATA TERSERAH pada istri anda saat ia meminta pendapat. Jika itu anda lakukan, bersiap-siaplah menjadi suami yang menjemukan. Parahnya, jika istri benar-benar melakukan terserah dia, dan salah langkah, berarti Anda pun harus siap dong? Beri pemantapan sebab kadang istri butuh jawaban tegas

2. Menjadi Pendengar Yang Baik
Ada seorang teman yang gak pernah bisa bicara dengan suaminya. Kenapa? karena suaminya selalu memotong pembicaraan saat teman saya sedang antusias bercerita. Hasilnya? teman saya mati rasa.Wegah crito sama suaminya. Hm...bapak-bapak, memang perempuan itu suka bercerita. Bagi mereka, dengan bercerita, maka 50 persen masalahnya teratasi.Jika istri adalah sahabat untuk Anda , mengapa tidak anda luangkan waktu menjadi teman bicaranya?

3. Pemimpin yang Tegas dan Diplomatis
Ini faktor penting. Hampir mirip dengan yang pertama tapi ini lebih pada pihak ketiga. Orangtua, mertua, ipar, adik kandung, keluarga besar, tetangga, dll. Banyak para suami yang takut istri, takut mertua, takut orangtua, akhirnya benar-benar ’menggantung’. Tidak bisa melobi untuk kepentingan kepemimpinanya dalam rumahtangganya. Akibatnya? dia tidak pernah bisa luwes dan tidak pernah pula bisa mempertahankan prinsip. Mengekor istri, terlalu manut mertua/orangtua, tidak punya keputusannya sendiri  dan mengorbankan rencana-rencana dan visi rumahtangganya (baca catatan saya: blueprint keluarga itu penting)

4. Pemimpin Yang Giat, Pemurah dan Optimis dalam hal Nafkah
Saya sangat beruntung menikah disaat ’belum mapan’. Masih kuliah, suami juga kuliah diluarnegri, dan saya jug a’gengsi’ minta ortu pasca menikah. Saya tunjukkan bahwa suami saya dan saya mampu qona’ah dan selalu merasa cukup. Memang siapa yang tidak punya hutang piutang? Hehe.Tapi seorang suami harus mampu menanamkan rasa optimis dan percaya diri pada istrinya. Mendidik istri disaat lapang dan sempit. Tidak pelit tapi juga mampu menanamkan sifat qona’ah pada istrinya. Apalagi saya memilih tidak bekerja diluar rumah tapi mencoba tetap berpenghasilan dengan menulis hehe. Suami yang optimis dan giat memberikan aura tersendiri pada keluarganya. Ini pelajaran yang saya ambil dari dua lelaki optimis dalam hidup saya: abah saya dan suami saya.
6. Pemimpin yang Hangat dan Ekspresif
Saya pernah katakan pada suami bahwa ekspresi itu penting. Mungkin tidak sellau kata. Tapi careness dan sikap gentle juga perlu. Pada anak, istri keluarga saya kadang katakan pada suamai” mungkin aku bisa memahamimu, tapi kadang oranglain membutuhkan ekspresi kita”. Ungkapkan penghargaan pada istri dan anak-anak agar mereka merasa berharga untuk Anda. Kepemimpinan yang sarat dengan penghargaan akan menjadikan keluarga kecil kita solid. Maka luangkan waktu untuk anak-anak sesibuk apapun. Sebab masa itu tak kan terulang. 

7. Pemimpin Yang Charming, Smart dan Good Looking
Hehehe. Maaf jika ini agak vulgar.Tapi jujur saya kadang merasa bahwa penampilan suami itu penting. Kalau saya yang tujuh tahun menikah ini kadang masih merasa ‘jatuh cinta’ pada suami saya. Mungkin beliau memang berbobot (hehe) tapi saya selalu menyarankan beliau memangkas pendek rambutnya agar lebih charming dan terlihat fresh. Pemimpin yang keren itu akan diidolakan istri dan anak-anaknya . Putri saya yang kedua, yang lebih ekspresif sangat biasa memuji abinya saat habis potong rambut atau pakai baju yang serasi “ Abi keren, nih” atau kadang si Abi minta pendapat kami tentang penampilannya hehhehe. Itu menyenangkan dan romantis! 
Ayah dan suami yang smart juga membanggakan. Saya belajar dari ayah saya yang selalu optimis, menguasai banyak ayat yang menguugah, kata-katanya selalu bersemangat dan penuh himmah dan hikmah. Begitupula dari suami saya. Saya belajar darinya ketelitian (saya agak slebor), saya belajar darinya tentang teknologi, memenej keuangan ( lumayan meskipun colut dari STAN), suami saya sering membuat saya salting karena saat saya gegap gepita bercerita tentang sesuatu ternayat beliau sudah tau lebih dahulu. Dan yang paling penting dari ke –smartannya, ayah dan suami saya mengerti betul tentang bagaimana Islam mengatur segala persoalan menjadi begitu mudah, jelas dan menenangkan. Pemimpin yang smart akan membuat kita mentaatinya dengan mantap dan berdasarkan pemahaman, bukan hanya taklid apalagi hanya taat karena ‘takut’.
Mungkin itu saja .Tujuh saja, karena saya sedang suka dengan angka tujuh. Sesuai dengan tujuh tahun pernikahan kami. Semoga catatan kecil ini menginspirasi untuk para suami dan calon suami.Wallahu a’lam bishawwab

1 komentar:

  1. Nice note, smoga bisa belajar. Bukan hanya utk para suami/calon suami tapi juga para istri/calon istri agar smua berjalan seirama & lebih harmonis.
    Terus terang sy masih sangat kurang memahami sosok laki-laki. Saudara sy perempuan semua. Sy lebih senang bercerita atau diskusi dg Ibu krn Bapak lebih cuek. Jika yg dianggap Beliau tdk benar2 penting, tdk pernah mau mengajak diskusi atau diskusi jika hanya ada waktu senggang saja. Sy jg tidak pernah dekat sama laki-laki, hanya berteman biasa. Ketika memulai mengenal laki-laki (berikhtiar utk menikah), banyak tanya dan bingung dalam menyikapi. Apalagi klo pas susah diajak komunikasi. Ternyata banyak sikap sy yg salah (padahal menurut sy biasa sj). Mbak, gimana cara menyikainya? Hehehe...kok jd curhat gini

    BalasHapus