Semarak ramadhan akan kita jelang sebentar lagi. Pun begitu masih selalu ada satu hal yang saya risaukan setiap kali Ramadhan datang. P E T A S A N. Ya, hampir di setiap menjelang dan selama bulan suci Ramadhan dentuman petasan dari semua jenisnya mewarnai hampir tiap-tiap waktu. Dari sekedar kembang api, mercon lombok, petasan bumbung, sreng dor cukup membuat jantung deg-degan. Alhasil, bulan yang mestinya khusyuk, tenang menjadi penuh gerutu karena menahan sebal.
Petasan Ramadhan: Teror Kecil-kecilan
Maraknya petasan di bulan Ramadhan bukan tanpa efek. Berapa banyak kita baca berita-berita warga yang terserempet petasan, tahun lalu beberapa pabrik bahan petasan dikabrakan meledak, anak yang meninggal karena petasan meletus ditangan, atau bisa saja orang yang meninggal karena kaget mendengar petasan yang tanpa mengenal waktu. Bayangkan saja, sepulang tarawih atau saat khusyuk sholat tarawih kita terganggu dan terhadang oleh anak-anak muda atau anak-anak kecil yang bermain petasan. Begitu juga petasan yang sudah ‘beroperasi’ di pagi hari saat orang-orang selesai sholat subuh.
Sungguh petasan di bulan Ramadhan termasuk teror kecil-kecilan yang mencemaskan. Bukan sekedar permainan. Seperti juga teror bom yang sempat mengguncang negri kita yang mencoreng moreng wajah Islam dan dakwahnya, petasan juga bisa jadi menjadi teror kecil-kecilan yang diimejkan dengan bulan Ramadhan. Sebab, petasan juga mengganggu kenyamanan orang-orang secara umum, dan menjadikan image bulan Ramadhan sebagai bulan yang semestinya khusyuk, tenang menjadi ‘bulan petasan’ yang memancing gerutu umat diluar Islam juga.
Ramadhan Tanpa Petasan: Harapan Kita
Saya pikir bukan berlebihan jika kita mengharap tradisi petasan semestinya mendapatkan perhatian serius. Jika hal-hal kecil seperti petasan, miras dengan skala kecil saja tidak mendapat tindakan tegas, tak heran jika masyarakat kita menjadi biasa saja dengan melakukan kesenangan-kesenangan yang merugikan orang lain
Semestinya razia pemasok ,penjual atau pengguna petasan juga dilakukan dengan serius oleh aparat setempat . Jangan hanya dianggap sebagai hal biasa, rezeki tahunan, sehingga diremehkan pengawasannya, dan menghilangkan efek sosial yang ditimbulkan. Begitu juga orang tua, orang-orang dewasa juga semestinya tidak membiarkan anak-anak mereka memainkan petasan dengan bergerombol, dipinggir-pinggir jalan yang artinya membiarkan mereka mengganggu ketertiban dan kenyamanan orang lain. Meskipun kadang yang memprihatinkan, justru orang-orang dewasa yang menganggap ‘biasa’ membelikan, mengajari anak-anak mereka bermain petasan dengan suka suka. Apa mungkin ini menjadi karakter masyarakat kita yang sangat suka melakukan hal-hal yang menyenangkan dan memuaskan diri sendiri dan tidak hirau dengan ketertiban sama halnya dengan membuka knalpot kendaraan yang bersuara bising?
Semoga Ramadhan yang akan kita jelang di tahun ini dan ramadhan-ramadhan berikutnya bisa kita jalani tanpa kemubadziran, hura-hura, merugikan orang lain. Ramadhan tanpa petasan adalah sebuah harapan tentang menahan diri dari hawa nafsu bersenang-senanag tanpa peduli dengan kenyamanan orang lain. Sepertinya perlu mulai kita tradisikan RAMADHAN TANPA PETASAN saat ini juga dan seterusnya.Wallahu a’lam bishawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar