Selasa, 21 Desember 2010

Revitalisasi Peran- Peran Keibuan: Sebuah Kontemplasi Hari Ibu




kasih Ibu, kepada beta 
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi takharap kembali
bagai sang surya menyinari dunia

Rasanya sendu menyanyikan lagu itu.Dalam dan penuh ketulusan. Kita yang kini berdiri sebagai orang-orang dewasa dan telah memegang peran apapun di kehidupan ini takkan pernah lupa pada sosok ibu. Pewarisan siakp, moral, karakter, kecerdasan seorang ibu melekat pada diri kita semua. Tak ayal bahwa pengasuhan seorang ibulah yang akan benar-benar terpatri dalam jiwa kank-kanak kita hingga kini. dahsyatnya, kita pun terus akan meniru model-model pengasuhan ibu kita pada anak-anak kita. Disinilah proses kontemplasi dan evaluasi terhadap pola pengasuhan ibu kita dimasa lalu layak kita mulai. 

Hari ini banyak sekali problematika anak dan remaja mendera masyarakat kita. Anak- anak dan remaja duduk sebagai pelaku ataupun korban kekerasan, kejahatan, pelecehan seksual, pergaulan bebas dan sederet problem kategori kenakalan remaja dan anak. Solusi dengan penegakan hukum, himbauan-himbauan dan penyuluhan di sekolah-sekolah ternyata tak terlalu mempan mengatasi problematikan mereka. Alih-alih menyelesaikan masalah, para remaja seolah mencibir upaya-upaya formalitas bertajuk penyuluhan dan pendampingan oleh banyak pihak itu. Lalu apa yang mungkin terabaikan? 

Mungkin, ada spirit yang terlupa bahwa ikatan batin (bonding) anak-anak kita ada orangtuanya menjadi fitrah tak tergantikan. Padahal, bukan rahasia jika kini ikatan batin itu merenggang. Dahulu, mungkin kita masih mengalami para orangtua kita yang dengan kesedrhanaan mereka memberikan dekap dan geguritan penuh filosofis tentang harapan mereka. Lantunan syahdu ibu kita dalam gendongan tradisional dan elusan para ayah diatas kepala anak-anaknya menjadi sinyal dan investasi kenangan yang hingga kini desirnya masih kita rasakan. 

Kapitalisme dan Peran-Peran Keibuan yang Tergantikan
Modernitas dan kehidupan yang serba parkatis seolah tak mau berkompromi . Sebut saja, sejak bayi lahir, para ibu tak lagi dipusingkan dengan harus menyusui bayinya. Kampanye bahwa ASI ekslusif  memberi selaksa manfaat ternyata tak sepenuhnya diperjuangkan oleh para ibu muda. Banyak diantara mereka menyerah dengan alasan air susu yang tidak lancar, bekerja dan banyak lagi. Lalu serta merta mereka gantikan peran-peran menyusui dengan susu formula bahkan sejak bayi lahirpun banyak oknum bidan dan dokter berlomba menawarkan susu formula dagangan mereka.

Demikian pula rutinitas mengganti popok yang dahulu dilakukan ibu-ibu kita untuk bangun tengah malam, mengalahkan kantuk dan menimang anak-anaknya yang menangis karena mengompol sambil mengelus dan mendoakan kini tergantikan oleh diapers yang tahan sampai beberapa kali basahan. Diapers bukan lagi digunakan pada ’saat-saat darurat’ namun digunakan hampir disetiap hari dan berjam-jam anak-anak balita  sehingga jangan salahkan anak kita jika ia tak lagi teratur dan mahir mengendalikan hasrat buang air kecilnya. Makanan-makanan bayi dan balita kita? Dengan enteng diserahkan pada berbagai produk susu dan makanan instan dari yang ’biasa’ hingga yang –katanya- mampu menggantikan makanan padat. Jadi, janagan salahakan anak yang enggan makan karena terbiasa kenyang susu dan ogah mengunyah makanannya. padahal, dahulu ibu kita sangat bersemangat mengetim sendiri  nasi untuk kita, menghaluskan semua makanan bergizi untuk kita.

Belum cukup, kini banyak para ayah dan ibu bekerja dan menyerahkan pengasuhan anak-anak pada pembantu, embah,  bahkan pada channel Teve. Atau kalaupun diasuh oleh ibunya sendiri, maka ibu-ibu mereka enggan mencari ilmu pengasuhan yang benar. Ya,ya,ya. dengan alasan ’yang penting kualitas pertemuan’ maka anak-anak jarang bertemu orangtuanya. Maka, jangan salahkan jika disekolah dan dimana mereka berada, masalah selalu timbul darinya. Dari bicara tak sesuai usia, menyanyikan lagu dewasa, hingga melakukan kekerasan kecil-kecilan hingga kriminal yang mencengangkan. 

Peran-peran keibuan yang tergantikan itu mungkin yang tak bisa diseminarkan. Pelukan dan segala macam naluri keibuan itu harus dimunculkan kembali. Jika mungkin telah terlanjur, mungkin hari ini kita bisa kembali ’mencobanya’. Mengganti popok anak-anak kita, mencuci kotorannya, meninabobokkannya hingga memasakkan snediri makanan mereka. Ya, mari kita tumbuhkan lagi naluri keibuan itu di hati kita. Menghayatinya dan ikhlas menjalankannya. Semua itu agar jadi kenangan indah dihati mereka serta kita pantas mendapatkan do’a dari anak-anak kita hingga ke surga. Selamat Hari Ibu!












2 komentar:

  1. Selamat ya atas kemenangannya hhe. oh ya mbak, Kalau boleh tau apa ya rahasiannya supaya bisa seperti itu? soalnya mbak kan udah menang. Trik yang di pakai itu gimana? mohon ditularkan ke saya hhe cahya nugraha jalan kaliurang km 12,5 sleman jogjakarta ccaahhyyaa1@gmail.com trimakasih atas bantuannya. tetapi kalau tidak keberatan mbak hhe

    BalasHapus
  2. biasa aja kok cahya. nulis aja dari pengalaman, praktis aja, gak banyak teori, trus kebetulan suami juga yang ngutak utik dalam hal mendaftarkan dsb hehehe

    BalasHapus