Sabtu, 09 April 2011

Keluar Rumah Tanpa Resah

Pernah melakukan aktifitas diluar rumah dengan ‘resah?’ Jujur saya akui, Saya pernah. Saya keluar rumah sementara saya merasa bersalah karena meninggalkan anak-anak saya tanpa persiapan yang prima. Masak seadanya, perasan ASI saya tidak optimal, sementara saya sudah dijemput untuk mengisi acara. Apalagi saat pertamakali saya mengontrak rumah dan saya masih gagap mengatur waktu. Saya memang tidak bekerja diluar rumah yang menghabiskan waktu lebih dari enam jam diluar rumah. Sayapun bukan pegawai sebuah perusahaan manapun yang pulang disore hari. Saya hanya keluar rumah untuk urusan aktifitas social dan dakwah. Tapi, tetap saja, keluar rumah tanpa persiapan akan menjadikan sebagian hati kita terasa terburu dan ketenangan kita terganggu.
                Oya, mari kita sepakati terlebih dahulu bahwa dalam tulisan ini, persoalan tujuan kita keluar rumah dan keridhoan suami  atas keperluan kita diluar rumah sudah selesai. Artinya, kita memang keluar rumah insya Allah tidak untuk bermaksiyat dan suamipun ridho. Persoalannya , kita adalah panglima untuk ‘pasukan’ kita (anak-anak dan pembantu) serta  manajer untuk rumahtangga kita. Maka, mari kita pastikan bahwa rumah kita dan pasukan kita dalam keadaan aman terkendali selama kita diluar rumah. Saya pun masih selalu belajar, namun setelah tujuh tahun menikah dan sedikit demi sedikit belajar bersama suami, pembantu dan anak-anak kami, saya menemukan beberapa pola dalam mengasuh anak-anak dan memenej rumah, termasuk agar aktifitas diluar rumah kita tidak mengabaikan hak-hak anak-anak dan tidak menerbitkan kemrungsung. Bismillah, mari kita mulai!
1.Menyampaikan Tujuan Kita dengan Tepat
                Anak-anak harus mengerti aktifitas kita dan manfaatnya. Saya biasa mengajak anak-anak berdiskusi dan melibatkan mereka dengan perbincangan-perbincangan yang memancing mereka berpendapat. Saya ibu rumahtangga yang tidak bekerja diluar rumah, maka saya benar-benar tekankan pada anak-anak bahwa jika uminya keluar rumah maka pasti ada keperluan yang penting. Saya sering katakan pada mereka  “umi punya banyak waktu bersama kalian dirumah.jadi kalau umi pas pergi, insya Allah itu benar-benar ada perlu.Umi mungkin belanja, berbagi ilmu dengan oranglain, pengajian dan keperluan lain.Jadi kalian bisa ya bersabar dirumah?” Saya pun mulai mengenalkan fadhilah atau keutamaan membagi ilmu pada oranglain, mendatangi majelis ilmu dan apapun aktifitas saya.Mungkin terkesan serius tapi tak apa, bagi saya anak-anak akan memahami kita hanya jika mereka dimengertikan
                Hidari pemahaman yang salah pada anak. Misalnya, untuk orangtua yang bekerja, saya sering mendengar kalimat yang akan menjadi boomerang begini : “Ayah/Ibu bekerja untuk cari uang, nanti kan kalu udah dapat uang bisa untuk beli mainan buat adek/kakak, Ya? “ atau “Ibu pergi dulu ya, gak usah nangis nanti kalau ibu pulang kan ibu bawakan oleh-oleh?”   Apa akibat dari dua pernyataan itu? Anak akan salah memahami bahwa bekerja hanya untuk cari uang dan beli mainan.Anak juga akan merasa ‘harus’ dibawakan oleh-oleh saat ayah/ibunya keluar rumah. Bagaimana?Mari mulai belajar menyampaikan pemahaman yang benar pada anak-anak ya bund, ayah!
2. Mempersiapkan Kebutuhan Anak dan Suami
                Kita-perempuan- diberi anugrah alam/fitrah  (Ratna mengawangi menyebutnya female modesty) untuk melayani, mengayomi dan mampu melakukan banyak aktifitas sebagai istri dan ibu. Naluri bertanggungjawab inilah yang harus kita penuhi. Persiapkan kebutuhan anak-anak dan suami sebelum kita keluar rumah. Mungkin ini akan sangat terasa bagi kaum perempuan yang berkarier diluar rumah.
                Saat saya mempunyai agenda keluar rumah diatas satu jam, maka saya harus menyiapkannya seprima mungkin. Dan itu saya awalai dengan bangun lebih pagi! Jika saya keluar rumah pukul 8, misalnya maka saya akan berusaha bangun pukul 3.30 dini hari.Dan sejak jam itu sampai dengan asisten rumahtangga saya datang,  Saya mencuci, memeras ASI (terutama saat masih member ASI ekslusif)menyicil menyapu rumah, menyiapkan seragam atau baju kerja anak-anak dan suami, menyiapkan bahan sarapan atau memasak satu sayur untuk seharian hehe, mencatat apa yang harus dilakukan asisten, memandikan anak-anak yang akan sekolah. Nanti saat asisten saya datang, dia tinggal memandikan anak bungsu saya dan saya bersiap.Atau jika hari libur,maka saya melonggarkan waktu mandi pagi. Persiapan tersebut melegakan saya.Setidaknya saya tidak membiarkan anak-anak kelaparan saat pulang sekolah.
3. Mendelegasikan Pekerjaan dengan Tepat Selama di Luar Rumah
                Saya memang sangat membutuhkan asisten rumahtangga terutama untuk menjaga anak-anak saya selama saya melakukan aktifitas luar rumah. Maka sejak awal saya tidak membebankan semua pekerjaan rumah pada pembantu (khadimat). Saat haru s pergi, Saya memberikan tugas yang focus pada khadimat saya, yaitu menjaga anak-anak. Apalagi jika semua anak terpaksa saya tinggal dan kita hanya punya satu asisten. Itulah sebabnya saya mengerjakan beberapa pekerjaan rumahtangga, sebelum keluar rumah, agar selama saya pergi khadimat saya focus menjaga anak-anak
                Jika kita bekerja seharian, lebih baik kita memberikan catatan pada khadimat, apa yang harus dikerjakannya dan yang harus dilakukannya dengan anak-anak. Jika asisten sudah terbiasa, maka kita hanya tinggal mengeceknya. Jangan membebani khadimat dengan hal-hal yang belum mampu ia kerjakan atau membebani terlalu banyak pekerjaan.
4. Tetap Menjalin komunikasi
                Komunikasi hangat dengan anak-anak  menjadi hal yang paling melegakan. Jalinlah komunikasi dengan anak-anak dan khadimat selama bepergian. Tidak usah terlalu sering tapi cukup mengingatkan jam-jam makan, mandi, sholat atau sekedar say hello. Komunikasi juga akan memberikan kesan dekat dan akan membuat anak-anak merasa diperhatikan.
                Bagus juga saat kita pergi, sesekali kita memberi aktifitas yang prestatif dan kita tanyakan saat menelepon.Apakah itu berbentuk pekerjaan ringan (membantu mbak, membereskan mainan, menjaga adek), ataukah sikap positif (tidak bertengkar, makan dengan tertib,sholat,) atau sekedar mewarnai, membuat kreatifitas dari play dough yang akan mereka tunjukkan pada kita. Berikan reward kejutan.Tak harus mahal.Bahkan saya kadang hanya member reward pelukan atau memasang karya mereka dikamar kami, itu membanggakan.
5.Tetap Bersemangat dan Ceria saat Kembali Pulang
                Bekerja atau beraktifitas beberapa lama diluar rumah pasti melelahkan.Tapi, mari kita tetap antusias dan bersemangat saat masuk rumah. Segera peluk anak-anak,  segeralah bergabung dengan mereka, tanggapi dulu cerita mereka yang pasti sangat bertubi-tubi hehe. Jangan memasang wajah lelah, apalagi mengatakan “ah, nanti saja ya, ibu capek nih” . Kitalah yang harus membayar kerinduan itu. Jika anak-anak telah kita sambut dan kita perhatikan, minta waktu pada mereka untuk sholat, mandi,atau beristiraat sejenak. “ Oke, gimana kalau Umi mandi, ganti baju, sholat, nah nanti kita lanjutkan ya main-mainnya?” Lalu, kembalilah merengkuh mereka. Ya,ya,ya…mereka sudah sangat bersabar menanti kita bukan?
Begitulah. Semoga apapun aktifitas sarat manfaat diluar sana yang kita jalani, memberikeberkahan.Semoga kita masih tetap dapat memberikan hak anak-anak kita.Agar kita menjadi orangtua yang senantiasa dirindukan. Salam inspiratif!

2 komentar: