Mungkin saya tidak memenuhi kaidah penulisan judul yang benar dalam postingan /note kali ini. Heheh terkadang saya senang dengan bahasa ‘lesan’ yang ditulis, kesannya akrab gitu.
Karakter yang kita akan ulik kali ini sepertinya menjadi jamak pada sebagian besar masyarakat kita, bahkan mungkin sempat kita idap (dan semoga sudah tidak lagi) . Banyak sekali peluang-peluang keburukan disekitar kita. Apakah itu kita lakukan atau orang lain lakukan. Aib menjadi sebuah makanan yang bebas konsumis seolah peringatan Allah tentang ‘memakan bangkai saudaramu yang telah mati’ tak lagi mempan.
dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati? Tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (QS 49 :12).
dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati? Tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (QS 49 :12).
Hidup dalam masyarakat yang menikmati aib orang lain sebagai kesenangan sungguh menyedihkan. Betapa tidak? Selain merugikan orang lain, jika kita memiliki dua karakter ini, bisa jadi kita akan mengidap penyakit hasad yang perumpamaannya Allah sebutkan seperti api memakan kayu bakar.Mari kita waspada, jangan-jangan kita masih mengidapnya!
Karakter menyedihkan yang pertama adalah saat kita sangat antusias dan high respon terhadap aib dan keburukan orang lain, kelompok lain, keluarga lain dan bersemangat menyebarkannya. Jamak sekali sikap ini. Orang-orang yang memiliki kegemaran mengulik, mengamati dan menghebohkan aib orang lain biasanya lebih bersemangat membahasnya meskipun telah berlalu sebuah kesalahan dan ingin terus menghidupkan tema yang sama. Menyedihkan karena karakter demikian ini akan menyusutkan kewibawaan, membosankan dan menjatuhkan citra dirinya dan orang lain (pemilik aib). Padahal, dosa ghibah hanya akan terhapus jika si pengumbar aib meminta maaf langsung atau mengakui pada orang yang dighibah.Nah loo.. lha kalau kesempatan itu belum didapat dan fitnah, aib dan keburukan atas orang lain terus menyebar karena kita?Betapa menyedihkan
Karakter kedua yang biasanya berhubungan dengan orang yang gemar mencari-cari aib adalah nylekenthem terhadap prestasi orang lain. Hehehe mungkin Anda bertanya-tanya apa itu nylekenthem? Ini istilah popular di keluarga saya yang Solo banget ini. Sebuah sikap yang bisa diartikan ‘diam’, pura-pura tidak tau, malu mengakui, tidak mau bicara terus terang. Intinya memilih diam. Dalam hal ini, orang-orang berkarakter ‘hasad’ (semoga Allah melindungi kita) biasanya memilih sikap ini terhadap orang yang ia dengki terhadapnya. Sikap tidak seimbang antara bersemangat mengumbar aib namun terkesan cuek, dingin, sinis saat orang yang sama memiliki prestasi bahkan sengaja menutupi dan melupakannya adalah indikasi dari kotornya hati.
Lalu, bagaimana terapinya? Mungkin sama dengan menterapi sifat hasad dihati, jika ada bibit-bibit dua sikap diatas, cobalah ‘terapi’ ini
- Jika kita melihat peluang aib, maka segera menghindar darinya. Jika berita itu tentang sesama muslim, maka bersihkan hati dengan khusnudhon lebih dahulu. Jangan terima mentah-mentah dan bertabayunlah (cek ricek)
- Ubah dengan tangan jika mampu. Jika ada provokator penghembus aib, hendaknya kita tegur dengan bahasa yang baik dan bernada mengingatkan “emang Anda udah tabayyun sama si fulan?” Netralisir, jangan malah mengompori
- Bersikap gentleman terhadap prestasi orang lain meskipun pesaing berat sekalipun. Jangan sinis terhadap prestasi orang lain. Jadilah orang yang senang dengan kesuksesan orang lain
- Milikilah visi menambah teman dan sahabat. Ini penting misalnya kita harus menerima ‘kekalahan’ atau kritik, positiflah menanggapinya. Peliharalah visi bersahabat dan belajar dari siapapun, mudah memberi apresiasi positif terhadap prestasi orang-orang yang sudah atau akan kita kenal sekecil apapun.
Begitulah. Semoga kita tidak menjadi pribadi yang meminimalkan gossip dan aib yang mampir ke indra dengar dan hati kita, serta mampu bersikap bijak menyikapinya. Pun terhadap prestasi dan kebaikan-kebaikan orang lain semoga kita senantiasa bersikap sportif, adil dan tidak melupakannya. Menghakimi aib dan membesarkannya akan menutup kebaikan kita dan orang lain. Wallahu a’lam. Salam inspiratif!
jelang tengah malam, 29 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar