Kamis, 19 Mei 2011

Ekspresi Anak-anak : Cerminan Kita (Sebuah Muhasabah)

Beberapa hari ini aku merasa begitu ‘jenuh’. Satu kata yang paling tidak disukai suamiku, lelaki optimis yang kukenal setelah ayahku. Baiklah mungkin sedikit uring-uringan atau bete, begitu saja ya! Jujur, ini tulisan yang sangat penuh pengakuan. Bukan tulisan idealis dan memang, kita harus pula mengakui bahwa terkadang kita bukanlah super mom yang selalu berhasil dengan segala teori-teori parenting. Bahkan, menurutku, setiap ibu memiliki ‘teknik’ parentingnya sendiri. Meskipun kadang tepat kadang tidak. Hehe

Seperti akupun. Memiliki tiga anak membuatku banyak belajar dan harus begitu. Ada rapot merah yang kadang kusesali kenapa aku ‘terlambat’ belajar soal ini dahulu. Ada pula kata ‘lega’ saat aku kadang bisa menanamkan sebuah nilai atau pembiasaan. Kuamati bahwa beberapa hari ini si sulungku yang cantik dan dominant itu begitu gampang memukul, berkata kasar, bahkan sedikit ‘ndrawasi’ cara bercandanya. Si tengah juga begitu, lebih sering merengek, berteriak, dan selalu merasa ingin sama. Anak-anak tertuaku sering bertengkar. Huuuh..ada apa ini? Mengapa mereka seolah terus menerus membuat ulah yang tak biasanya? Mengapa aku juga gagal menghadapi mereka, lebih sulit dari biasanya?

Akupun egois dan mulai sedikit mencari kambinghitam (meskipun nada bicara agak sopan) “Maura kenapa ya kok begitu? Kok marahnya aneh ya? Disekolah ada yang ditiru ya? “ atau “Haniyya, sudahlah ….masak begitu aja dibikin rewel tho naaak…” Aku tetap dengan aktivitasku. Sampai sepertinya kemarin sebuah celetukan mereka membuatku terhenyak. “Ah, umi pasti komputeran lagi. Ayo main lagi mi…” Celetukan yang kusambut dengan tercenung (padahal aku justru sedang tidak didepan computer, aku sedang masak). Betapa lalainya aku. Aku yang selama ini berkomitmen untuk tidak beraktivitas didepan computer jika anak-anak belum tidur atau sekolah ternyata sedikit kulanggar. Aku segera bersyukur. Aku yang salah. Anak-anak mungkin merasa waktunya bersamaku kurang. Atau…KURANG BERKUALITAS meskipun aku ada disekitar mereka. Aha! Mungkin memang ini masalahnya.

 Aku menemukan obatnya. Maka aku menyebutnya TERAPI KEBERSAMAAN.Mungkin mulai esok aku akan kembali lagi pada ‘jadwal lamaku’. Membersamai mereka seasyik mungkin, melucu, bernyanyi, menciptakan lagu-lagu baru (mereka hafal lagu terbaruku ‘Jari-jariku’ 2minggu lalu). Menyalakan computer -yang diam-diam membuat mereka cemburu - saat mereka sudah lelap atau sekolah. Membacakan cerita-cerita hikmah sebelum mereka tidur atau saat kami bersama (aktivitas ini agak berkurang terutama saat malam.aku sudah mulai sibuk menidurkan si bungsu)

Ada lagi. Mungkin aku lelah dan bermalas-malasan. Aku perlu kembali mendisiplinkan olahragaku, mengatur pola makan dan minumku. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk memberikan energi sisa untuk mereka :suami, anak ,asisten dan bahkan untuk semua aktivitasku. Ya,ya..mereka harus kuberikan haknya.

Lalu, siang sampai sore tadi aku mendapatkan ‘tambahan’ obatku, bahkan yang terpenting. Forum Jalasah Ruhiyah , sebuah program  dalam komunitas mengajiku cukup memberiku amunisi ruhiyah lagi. Aku pulang dengan semangat baru. Kutemukan aku yang dua pekan ini adalah seorang ibu yang sedang bolong-bolong aktivitas ruhiyahnya. Tilawahku kurang dari target, dzikir ku, sholat malamku, sholat dhuhaku, semua masih begitu minim. Tidaaak!!!! Pantas saja anak-anakku begitu menguji kesabaranku dan parahnya aku bebrapa kali mungkin termasuk  tidak lulus. Ya, aku tidak malu mengakuinya sebab aku harus terus belajar.
Ya,ya,ya..maghrib tadi kumulai merengkuh  mereka lebih dalam lagi, bukan dengan energi sisa. Kuceritakan tentang keajaiban menahan diri, "Oleh-oleh dari pengajian umi tadi.Kalian mau dengar?".Mereka melingkar didekatku, sebelum abi mereka datang sebentar kemudian.  Itu sebenarnya untukku, nasehat untukku sendiri. Begitulah , aku tau tak semua dapat diteorikan. Dan saat tulisan ini selesai, hari sudah berganti. Jum’at 3.30 aku akan memulai mengobati diriku dengan memohon pada Penggenggam ku. Dan ku akan berdoa  : Rabbi….mudahkan aku mendidik diriku untuk lebih sabar, dan mudahkan kami membimbing mereka.jalan masih sangat panjang. Terimakasih teman untuk mendengarkan celoteh penaku. doakan aku ya! Wallahu a’lam bisahwwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar