Kamis, 26 Mei 2011

Lha Emang Ini kerjaan Kita, Kok!

Kamu nyetrika, Da?lha khadimatmu ngapain?” sms dari tanteku di ibukota, kami biasa berdiskusi tentang banyak hal.
“Mbak  Vida kok nyapu halaman, rewangnya gak masuk ya?” selidik tetanggaku saat aku nyapu halaman total sambil nyabutin rumput2
“Lha rewangmu penak nho mbak, pekerjaannya apa kok belonjo , masak panjenengan juga” kata temannya ibuku, ketemu ditukang sayur.

            Hmmm.Sebenarnya pertanyaan wajar, tapi apa salahnya? Bukankah ini rumah kita? Ini masakan untuk keluarga kita? Baju-baju itu juga begitu puas jika kita melihatnya rapi terpakai sang buah hati dan suami dari hasil setrikaan kita? Bukankah semua-muanya di setiap sudut ruang rumah ini awalnya adalah P E K E R J A A N  kita? Amanah kita? Lalu, Rewang, pembantu, khadamat, asisten rumahtangga, atau apalah namanya datang menawarkan jasanya? Membantu sebagian dari pekerjaan kita dan kita mengupahi tenaga dan waktunya? Lalu, apakah orang yang hanya membantu itu tiba-tiba harus mengambil alih semua pekerjaan kita? Lalu kita? Mungkin  keenakan ini yang membuat kita kembali lunglai saat si ART tidak masuk/keluar tiba-tiba.

            Saya sering melihat gambaran kurang menyenangkan tentang pembantu rumahtangga. Dalam sebuah rumah seorang pembantu seperti mesin pekerja yang begitu kelebihan beban. Dari Pagi hingga malam mereka harus bekerja cepat dan beres. Tidak dan tidak untuk kami. Sedari kecil, ibu saya memiliki banyak ’asisten’ atau  pembantu. Dari yang pocokan sampai yang sangat cerdas,loyal dan sanggup melaksanakan apa yang ibu saya mau hanya dengan membaca catatan ibu saya (bahkan hanya saya, mbak Waqi’ah itu dan dua orang lagi yang bisa membaca tulisan latin mamah saya yang kadang masih ejaan lama, wkkk). Tapi almh.mamah selalu berkata pada saya ”mereka hanya membantu, nok. kitalah lakonnya”. Saya masih ingat bagaimana mamah saya menempel banyak tulisan peringatan, peraturan di tempat-tempat tertentu agar tiak banyak omong, katanya.Bahkan sampai kini ada 'asisten' almarhumah mamah saya yang masih sering main kerumah dan tiba-tiba memasakkan saya dengan masakan setara katering, hmmm (yang ini namanya Mbak Parmi) heheh jadi seneng.

            Saat ini banyak keluhan ibu-ibu bahwa khadimat / prt/art/rewang semkain susah dicari. Kalau ada,kadang kerjaan gak beres, kalu masih muda gak terampil, kalau udah berumur susah dikasih masukan. Kalau udah lama ikut, eee...ngelunjak. Astaghfirullah, alamaak. Tapi...apa iya semua semata-mata karena si ART?Jangan-jangan karena kita emang belum lihai berinteraksi sehat dengannya lahir batin hihihi

         Tujuh tahun pernikahan saya sudah berganti sekitar 8 orang prt, termasuk yang terakhir ini-semoga betah-. Dari berbagai tipe saya alami. Dari mulai yang suka klepto, galak dan bahkan kasar sama anak (syukurlaah akhirnya saya memiliki  rasa 'tega' untuk memberhentikannya karena benar-benar sudah tidak dapat saya tolerir), ada yang sakit-sakitan, baik hati tapi gak bisa kerja berat, dll.

Detil is Our Duty, moms!
Syukurlah justru dari mereka  saya mengambil pelajaran bahwa kitalah yang harus benar-benar menghandle hal-hal detil atau tak terpikirkan olehnya, hehe Membersihkan bak kamarmandi sampai bersih dan menggosok lantainya yg kadang licin karena tumpukan sabun, mengurasnya dengan benar, menyetrika baju-baju suami , baju pergi saya dan anak-anak, mengoperasi bersih dapur, kamar anak-anak, mensortir barang-barang, memasak, membersihkan kamar saya, bahkan sesekali mengelap semua perabot dan membersihkan kipas angin disetiap kamar adalah  TUGAS SAYA. asisten saya kadang hanya saya suruh melihat ! ”lihat ibu melakukannya, ros.Lalu jika suatu saat ibu meminta tolong melakukan ini, lakukan dengan begini ya?!” hasilnya saya tidak pernah makan hati dengan asisten, atau lebih tepatnya jarang :).

            Ya,ya, ya. Hal-hal detil tidak mungkin dilakukan pembantu kita. Begitu kata ayah saya pada suatu hari. Betul juga. Kecuali kita mendaptkan yang cerdas, terlatih dan loyal. Dan itu sulit. Dan jika kita tidak mau memendam perasaan sebal, tidak ingin ribut dan sudah berulangkali prt melakukan pekerjaan detil itu dengan ’salah’, maka... kerjakan saja sendiri, bu!

            Ini saya pelajari dan akhirnya saya coba  menikmati. Tidak ada ketergantungan, saat mereka datang kita syukuri sebagai bentuk pertolongan Allah atas pekerjaan rumah yang tak berjeda.Saat mereka tidak datang atau bahkan tiba-tiba keluar tanpa pamit kita juga tidak panik, tinggal sadari saja ’pekerjaan kita kembali kesemula :banyak’ dan pahala kita utuh (hihi gak dibagi ama pembantu soalnya). Yang bisa dikerjakan ya dikerjakan, yang belum bisa yaah tunda dulu gak masalah. Capek istirahat, anak-anak dikondisikan.Dibikin santai. Nyatanya dengan menasehati diri sendiri dan benar-benar meyakini bahwa hal-hal detil memang harus kita yang melakukan, saya merasa lebih baik. Kini saya mempunyai asisten yang masih remaja, yaah memang masih harus selalu mengingatkan tapi saat saya sudah malas menegur dan contoh-contoh saya ’lupa’ dikerjakannya. Lakukan sendiri! Contoh lebih mengena, dan biasanya si dia (ART) cengar cengir dan merasa salting. Jadi mulailah menyadari bahwa detil is our duty.
Apakah hal-hal detil yang tak terpikirkan oleh ART kita itu?Tunggu saja catatan berikutnya.Okay emak-emak semangat!!

1 komentar:

  1. fakta baru ttg hubungan asisten dan ibu host-nya :))

    menarik untuk disimak.
    masih takut untuk dilakukan.

    BalasHapus