Judul itu sengaja saya pilih untuk merangkum materi pengajian yang keduakalinya dirintis oleh KPPA Benih sebagai salah satu program Benih Parenting Center. Disepakati setiap Jum’at pekan kedua dan keempat pengajian akan rutin diadakan dari rumah ke rumah. Kali ini dan insya Allah rutin akan diisi oleh Ustadzah dr. Marijati, pengasuh pengajian di MH FM dan pengisi rubrik keluarga, kesehatan dibeberapa media. Dengan gaya beliau yang bersemangat dank khas, kami menjadi begitu tertulari semangat. Dan atas permintaan banyak teman untuk menshare rangkumannya, izinkan saya mewakili BPC-KPPA Benih untuk menuliskannya kembali
Pada pendahuluannya, beliau menyampaikan bahwa dari pengalaman beliau terjun ke lapangan persoalan mendasar pada perempuan dan nantinya istri atau ibu adalah berkutat pada tiga poin
- Peningkatan Kapasitas Diri
Pada umumnya perempuan mudah merasa ‘puas’ dengan apa yang telah dicapai. Sudah menikah, punya ana, nafkah cukup, tidak banyak masalah maka mereka gampanga mengatakan “Ah begini ini saja saya sudah lumayan”.
Saya sendiri mengamini pendapat bu Marijati tersebut. Lihat saja majelsi-majelis ilmu tidak terlalu banyak dipenuhi perempuan-perempuan usia produktif (termasuk merintis pengajian ini, hee) Para perempuan sangat minim semangatnya dalam mencari ilmu dan meningkatkan kapasitas dirinya. Pantas saja batin saya, para perempuan banyak sekali yang merasa ‘wegah’ saat sudah memiliki putra, sudah merasa cukup dan nyaman dan enggan berproses pada kemajuan-kemajuan.
Tentang semangat meningkatkan kapasitas diri ini, dr.Marijati mencontohkan sosok Asma’ binti Abu Bakar yang hingga usianya 100 tahun semangatnya masih menggebu (tentang shahabiyah ini insya Allah akan saya share dalam catatan berbeda)
Tentang semangat meningkatkan kapasitas diri ini, dr.Marijati mencontohkan sosok Asma’ binti Abu Bakar yang hingga usianya 100 tahun semangatnya masih menggebu (tentang shahabiyah ini insya Allah akan saya share dalam catatan berbeda)
- Masalah Ekonomi
Masalah ekonomi memicu ketergantungan yang sangat. Kasus kekerasan dalam rumahtangga tidak banyak terungkap karena persoalan ketergantungan ekonomi, ibu atau ayah tega menjual anaknya atau mungkin tidak sengaja menyerahkan anak gadisnya untuk bekerja yang disangkanya bersama ‘orang baik’ juga karena iming-iming ekonomi. Masalah inilah yang akan menjadikan problem rumahtangga berkait berkelindan
- Problem Pengasuhan Anak/ Tarbiyatul Awlad
Mengasuh dan mendidik anak-anak ternayat tidak bias seenaknya. Sebisanya apalagi ikut-ikutan trend. Inilah yang kemudian mengisnpirasi KPPA Benih untuk tahun ini focus menggarap masalah parenting dengan program-programnya.
Dalam pengisiannya, bu Marijati mengetakan bahwa mendidik anak-anak harus memiliki visi yang benar. Yang harus kita tanyakan pada diri kita saat mendidik anak-anak kita adalah
Dalam pengisiannya, bu Marijati mengetakan bahwa mendidik anak-anak harus memiliki visi yang benar. Yang harus kita tanyakan pada diri kita saat mendidik anak-anak kita adalah
“Apakah anak saya SAMA dengan saya, LEBIH BAIK atau LEBIH BURUK dari saya?” Jika kualitas anak kita hanya ‘sama’ dengan kita maka kita rugi.Jika lebih baik maka kita beruntung dan jika justru lebih buruk maka kita merugi.
Beliau mencontohkan bahwa kita memiliki ibu-ibu yang hebat. Ibu kita adalah contoh terdekat dalam mendidik kita. Para ibu dahulu mungkin tidak kenal apa itu multiple intelegent, misalnya tapi beliau mencontohkan “Ibu saya menyuruh saya les nari, deklamasi, baca tulis Qur’an…walaupun ibu hanya lulus SR “
Lalu, bagaimana menjadi ibu yang dapat meningkatkan kualitas anak-anaknya?
1. Mampu Mengamati potensi anak, bukan Memaksa
Seorang ibu/ayah yang ingin anak-anaknya berkualitas harus mampu mengenali, meraba, menyeranta potensi mereka. Orangtua dan terutama ibu yang biasanya memiliki kedekatan harus bias menamati dan mengarahkan anak-anaknya.Tapi, bukan memaksakan kehendak dan keinginannya. Orangtua hanya berkewajiban mengawal dan memberikan bekal. Biarkan anak memilih dan tumbuh bersama potensi baiknya
2. Mempunyai konsep bahagia yang benar untuk Kita & Anak Kita
Orangtua/Ibu yang baik akan memiliki konsep bahagia yang benar. Jika kebahagiaan dinilai dari anak yang sukses, jadi pejabat, misalnya, lalu bagaimana jika ibu/ayah belum sempat melihat anaknya jadi ‘orang’?Apakah kemudian ia tidak bahagia?
Konsep bahagia yang hakiki dan penuh optimis akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Mempersempit pandangan kebahagiaan dengan mengukurnya hanya sebatas materi akan membekas pada karakter anak kita.
Sejak Kapan Kita Dapat melihat Potensi Anak?
Jawabnya: Sejak kita memberi nama!
Nama anak-anak kita adalah harapan yang tulus dari dalam hati kita dan pasangan kita. Nama anak kita menjadi ruh yang memiliki pengaruh terhadap kepribadian mereka. Maka memberi nama anak kita harus dibarengi dengan kepahaman terhadap makna dan ‘sejarahnya’.
Nama anak-anak kita akan menjadi motivasi untuk mendidiknya sesuai dengan namanya yang kita doakan.Inilah amanah kita agar potensi anak-anak kita segera kita kenal sejak kecil .Hmm… maka, Maha Benar Allah yang melarang kita memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, ya!
Demikianlah kurang lebih rangkuman kajian Parenting & Keluarga Islami yang diadakan oleh KPPA BENIh. Semoga istiqomah dan nantikan share selanjutnya. Salam Inspiratif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar